Investor Tidak Peduli Sentimen Negatif, Harga SBN Melemah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
21 December 2021 04:12
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (20/12/2021), di tengah hadirnya sentimen negatif dari seputaran virus corona (Covid-19) varian Omicron.

Mayoritas investor cenderung melepas SBN acuan pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1, 15, dan 20 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield pada hari ini.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun turun signifikan sebesar 20,3 basis poin (bp) ke level 3,441%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun melemah 0,2 bp ke level 6,297%, dan yield SBN berjangka waktu 20 tahun turun 1,1 bp ke level 7,113%.

Sementara, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik menguat 2,8 bp ke level 6,44% pada hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Meskipun sentimen pasar pada hari ini cenderung negatif dan investor cenderung melepas aset berisiko seperti saham, tetapi mereka tidak mengalihkan dananya ke pasar obligasi pemerintah RI, terlihat dari yield SBN yang mengalami penguatan, atau dalam hal ini investor cenderung mengabaikan sentimen negatif pasar pada hari ini.

Namun di Amerika Serikat (AS), arah pergerakan yield surat utang pemerintah (Treasury) cenderung berbalik dengan pergerakan yield SBN pada hari ini.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun cenderung turun 1,3 bp ke level 1,389% pada pukul 06:00 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat pekan lalu di level 1,402%.

Sedangkan yield Treasury berjatuh tempo 30 tahun juga cenderung melemah sebesar 0,9 bp ke level 1,808% pada pagi hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat pekan lalu di level 1,817%.

Di AS, investor cenderung mengalihkan dana mereka dari pasar saham ke pasar obligasi pemerintah karena mereka kembali khawatir dengan potensi diberlakukannya kembali pengetatan kegiatan masyarakat di beberapa negara maju untuk menangani dampak pandemi virus corona (Covid-19).

Di Eropa, mayoritas negara-negara di kawasan tersebut telah melakukan langkah-langkah darurat untuk membendung penyebaran Covid-19 varian Omicron. Di Belanda, pemerintah setempat telah memberlakukan kembali lockdown mulai Minggu kemarin hingga 14 Januari 2022.

Sementara di Inggris, Walikota London Sadiq Khan mengumumkan status "insiden besar" pada Minggu kemarin, menyusul lonjakan infeksi Covid-19 akibat varian Omicron. Dia pun mempertimbangkan untuk kembali memberlakukan lockdown.

Bukan hanya di Belanda dan Inggris, negara di Eropa lainnya seperti Prancis, Siprus, Irlandia, Denmark, dan Austria juga memperketat pembatasan kegiatan masyarakat.

Di Prancis, pemerintah kota Paris pun membatalkan acara kembang api pada Malam Tahun Baru 2022, sedangkan Denmark telah menutup kembali teater, gedung konser, taman hiburan, dan museum.

Sementara di Asia, pemerintah China juga berencana akan menerapkan kembali lockdown guna memperlambat penyebaran Covid-19 akibat varian Omicron. Hal ini akan dilakukan setelah kasus Covid-19 varian Omicron bertambah menjadi 3 orang. Adapun dua kasus baru varian Omicron di China terdeteksi di kota Changsha.

China adalah negara yang memiliki strategi nol kasus Covid-19 dengan langkah lockdown yang ketat. Jika ini terjadi, maka industri di Negeri Panda tersebut akan kembali tertekan dan mengaburkan pemulihan ekonomi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Sementara di AS, pejabat kesehatan di Negeri Uncle Sam tersebut mendesak warga untuk mendapatkan suntikan booster dan memakai kembali masker. Hal ini dilakukan karena kasus Omicron menjadi dominan kasus Covid-19 di Negara Adidaya tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular