Newsletter

'Setan' Taper Tantrum Pergi, 'Hantu' Corona yang Makin Ngeri!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 June 2021 05:59
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah bergerak ke utara.

Kemarin, IHSG ditutup menguat signifikan 1,53%. IHSG jadi indeks saham dengan kinerja terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari Topix di Jepang.

Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada perdagangan kemarin:

Volume perdagangan melibatkan 17,39 miliar unit saham dengan frekuensi 1,21 juta kali bernilai Rp 12,03 triliun. Total terdapat 340 saham yang mengalami kenaikan harga, 118 stagnan, dan 178 turun.

Saham-saham perbankan jadi pelecut lesatan IHSG. Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melonjak 1,44%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) melejit 2,54%, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk bertambah 2,49%.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,17%. Mata uang Tanah Air membuka hari dengan apresiasi 0,24% dan dolar AS berhasil dilengserkan ke bawah Rp 14.400. Namun seiring perjalanan, apresiasi rupiah menipis.

Meski begitu, rupiah tetap patut berbangga. Sebab, rupiah menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang mampu menguat di hadapan dolar AS. Oleh karena itu, praktis rupiah jadi yang terbaik di Benua Kuning.

Berikut kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia sesaat setelah penutupan pasar spot di Indonesia, kemarin:

Halaman Selanjutnya --> Ketua Powell Sukses Angkat Wall Street

Beralih ke bursa saham New York, tiga indeks utama ditutup di zona hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,2%, S&P 500 menguat 0,51%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,79%. Nasdaq menyentuh posisi tertinggi sepanjang sejarah.

Sentimen yang menggerakkan Wall Street hari ini adalah paparan Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell di hadapan House of Representatives (satu dari dua kamar parlemen yang membentuk Kongres). Powell memyebut bahwa perekonomian Negeri Paman Sam terus membaik setelah dihantam keras oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Pemulihan tersebut membawa dampak berupa tekanan inflasi yang mulai terasa beberapa bulan terakhir. Namun Powell menegaskan inflasi yang tinggi ini akan mereda karena hanya fase peralihan (transitory).

Saat ini, permintaan meningkat pesat tetapi belum bisa dibarengi oleh kecepatan dunia usaha dalam menghasilkan barang dan jasa. Nantinya, dunia usaha akan mampu beradaptasi sehingga bisa memenuhi lonjakan permintaan.

"Ketika dampak fase peralihan di sisi pasokan (supply) ini mereda, maka inflasi diperkirakan kembali menuju 2%," sebut Powell, seperti dikutip dari Reuters.

Powell juga menyinggung soal pasar tenaga kerja. Menurutnya, penciptaan lapangan kerja akan semakin luas seiring cepatnya laju vaksinasi dan pembukaan kembali 'keran; aktivitas masyarakat (reopening).

"Penciptaan lapangan kerja akan meningkat dalam bulan-bulan ke depan. Vaksinasi akan mengurangi dampak krisis keseharan terhadap ekonomi," lanjut Powell.

Akan tetapi, Powell menegaskan tidak semuanya baik-baik saja. Masih ada risiko yang menghantui Negeri Paman Sam.

"Laju vaksinasi melambat dan varian baru virus corona tetap menjadi risiko. The Fed akan melakukan segalanya yang kami bisa untuk mendukung perekonomian sampai benar-benar pulih," tuturnya.

Oleh karena itu, Powell mengungkapkan bahwa The Fed tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuan. Percepatan laju inflasi saja tidak cukup untuk memaksa The Fed menaikkan Federal Funds Rate, apalagi inflasi dipandang hanya bersifat sementara.

"Kami tidak akan menaikkan suku bunga hanya karena kekhawatiran kemungkinan percepatan laju inflasi. Kami akan menunggu lebih banyak bukti mengenai inflasi. Percepatan laju inflasi saat ini belum mencerminkan ekonomi secara keseluruhan, tetapi adalah efek langsung dari reopening," jelas Powell.

Pernyataan Powell meredakan kekhawatiran pasar mengenai percepatan laju inflasi. Sebelumnya, investor khawatir bahwa inflasi tinggi akan bersifat persisten sehingga The Fed bakal mempercepat pengetatan kebijakan moneter (tapering off).

"Powell telah berulang kali menegaskan posisinya. Dia tidak banyak berubah," ujar Paul Nolte, Portoflio Manager di Kingsview Asset Management yang berbasis di Chicago, juga dikutip dari Reuters.

Isu taper tantrum yang mereda membuat pelaku pasar lebih tenang memborong aset-aset berisiko. Sebaliknya, aset aman (safe haven) seperti obligasi pemerintah AS menjadi tidak menarik karena mengalami penurunan yield. Untuk tenor 10 tahun, yield US Treasury Bonds turun 1,7 basis poin (bps) menjadi 1,4683% pada pukul 03:39 WIB.

Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Hijaunya Wall Street diharapkan memberi semangat bagi investor di pasar keuangan Asia, tidak terkecuali Indonesia.

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang kemungkinan kembali melemah. Pada pukul 02:48 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,22%.

Ya, reli penguatan dolar AS yang terjadi dalam sebulan terakhir mulai melambat. Dollar Index masih membukukan penguatan nyaris 2% secara pont-to-point dalam sebulan ke belakang. Mungkin investor menilai sudah saatnya untuk mencairkan cuan.

Selain itu, pernyataan Powell di House menjadi pemberat langkah mata uang Negeri Adikuasa. Peluang tapering yang mereda membuat dolar AS kurang 'seksi'.

"Kami masih belum mengubah proyeksi bahwa dolar AS akan menjalani tren pelemahan. The Fed belum mengirim sinyal hawkish lagi, Ketua Powell kembali mengubur kemungkinan tapering. The Fed sepertinya masih akan tertinggal di antara negara-negara maju dalam hal mengurangi kebijakan akomodatif," sebut riset Well Fargo.

Oleh karena itu, ada ruang bagi rupiah untuk kembali menguat. Apalagi dalam sebulan terakhir mata uang Ibu Pertiwi masih melemah 0,35% secara point-to-point di hadapan dolar AS. Ruang untuk technical rebound masih terbuka.

Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah perkembangan pandemi virus corona. Angka kasus yang masih tinggi membuat investor (dan seluruh rakyat Indonesia) wajib waspada.

Per 22 Juni 2021, jumlah pasien positif corona di Indonesia adalah 2.018.113 orang. Bertambah 13.886 orang (0,68%) dibandingkan sehari sebelumnya. Sudah enam hari beruntun pasien baru bertambah lebih dari 10.000.

Selama 14 hari terakhir, rata-rata penambahan pasien baru adalah 10.628 orang per hari. Melonjak tajam dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 5.938 orang setiap harinya.

Hal yang patut menjadi perhatian adalah angka kasus aktif yang terus meningkat. Kasus aktif menggambarkan pasien yang masih dalam perawatan, baik di fasilitas kesehatan maupun mandiri. Data ini menggambarkan seberapa berat beban yang ditanggung sistem pelayanan kesehatan di suatu negara.

Pada 22 Juni 2021, angka kasus aktif berada di 152.686 orang, bertambah 4.958 dari hari sebelumnya. Angka kasus aktif berada di posisi tertinggi sejak 1 Maret 2021.

coronaSumber: Worldometer

Cerminan tingginya kasus aktif adalah fasilitas kesehatan yang mulai pontang-panting. RSUD Cengkareng sampai harus merawat pasien di lorong, sementara Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Fatmawati hanya menerima pasien Covid-19.

"IGD RSUP Fatmawati saat ini hanya menerima pasien dengan terkonfirmasi Covid-19 dengan gejala sedang, berat, dan kritis. Dilatarbelakangi karena saat ini ada kenaikan jumlah pasien yang terkonfirmasi Covid-19 dan pasien tersebut melebihi jumlah kapasitas ruang perawatan Covid-19, khususnya di RSUP Fatmawati. Dengan melebihi jumlah kapasitas tersebut dan untuk menghindari transmisi di ruang-ruang rawat, maka diambil langkah-langkah," ungkap Kepala Bagian Hukum, Organisasi, dan Humas RSUP Fatmawati Iwan Rusmana.

Perkembangan semacam ini, apalagi kalau terus memburuk, akan membuat reopening di Indonesia Indonesia tertunda. Akibatnya, ekonomi dan kesejahteraan rakyat sulit untuk didongkrak karena yang ada pembatasan bakal semakin ketat.

Tidak hanya itu, beban fiskal juga semakin berat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan terkuras untuk membiayai peningkatan kebutuhan baik di bidang kesehatan maupun sosial ekonomi.

Tanpa reopening, aktivitas ekonomi dunia usaha dan rumah tangga sulit untuk tumbuh. Artinya, penerimaan pajak sulit dinaikkan sehingga utang pemerintah akan semakin tinggi.

Per April 2021, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 41,18%. Naik dibandingkan posisi akhir kuartal I-2021 yang sebesar 39,07%.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan kekhawatiran soal ini. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui PDB dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.

BPK juga mengungkapkan bahwa utang pada 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam perhitungan International Debt Relief (IDR), rasio debt service terhadap penerimaan yang direkomendasikan adalah 25-35%, sementara Indonesia berada di 46,77%. Kemudian rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan yang ideal ada di 4,6-6,8%, Indonesia sudah di 19,06%.

Selepas krisis moneter 1998, Indonesia terus berupaya memperbaiki kesehatan APBN dan berhasil. Ini dicerminkan oleh pengakuan berbagai lembaga pemeringkat (rating agency) yang memberikan status layak investasi alias investment grade.

Namun gara-gara pandemi virus corona, upaya selama lebih dari dekade itu seperti menguap begitu saja. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu menjinakkan virus corona kalau tidak ingin lebih banyak korban berjatuhan.

Halaman Selanjutnya --> Simak Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data pembacaan awal (flash reading) angka Purchasing Managers' Index (PMI) Australia periode Juni 2021 (06:00 WIB).
  2. Rilis notula rapat (minutes of meeting) bank sentral Jepang (06:50 WIB).
  3. Rilis data pembacaan awal PMI Jepang periode Juni 2021 (07:30 WIB).
  4. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Central Proteina Prima Tbk (09:00 WIB).
  5. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Lippo General Insurance Tbk (09:30 WIB).
  6. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (10:00 WIB).
  7. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Putra Rajawali Kencana Tbk (10:00 WIB).
  8. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk (10:30 WIB).
  9. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Agung Podomoro Land Tbk (13:30 WIB).
  10. Rilis data pembacaan awal PMI Prancis periode Juni 2021 (14:15 WIB).
  11. Rilis data pembacaan awal PMI Jerman periode Juni 2021 (14:30 WIB).
  12. Rilis data pembacaan awal PMI Zona Euro periode Juni 2021 (15:00 WIB).
  13. Rilis data pembacaan awal PMI Inggris periode Juni 2021 (15:30 WIB).
  14. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Kirana Megatara Tbk (15:30 WIB).
  15. Rilis data pembacaan awal PMI AS periode Juni 2021 (20:45 WIB).
  16. Rilis data stok minyak AS periode pekan yang berakhir 18 Juni 2021 (21:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Untuk mengakses data pasar terkini, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular