Newsletter

'Setan' Taper Tantrum Pergi, 'Hantu' Corona yang Makin Ngeri!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 June 2021 05:59
Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)
Ilustrasi Bursa Saham AS (AP/Courtney Crow)

Beralih ke bursa saham New York, tiga indeks utama ditutup di zona hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,2%, S&P 500 menguat 0,51%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,79%. Nasdaq menyentuh posisi tertinggi sepanjang sejarah.

Sentimen yang menggerakkan Wall Street hari ini adalah paparan Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell di hadapan House of Representatives (satu dari dua kamar parlemen yang membentuk Kongres). Powell memyebut bahwa perekonomian Negeri Paman Sam terus membaik setelah dihantam keras oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Pemulihan tersebut membawa dampak berupa tekanan inflasi yang mulai terasa beberapa bulan terakhir. Namun Powell menegaskan inflasi yang tinggi ini akan mereda karena hanya fase peralihan (transitory).

Saat ini, permintaan meningkat pesat tetapi belum bisa dibarengi oleh kecepatan dunia usaha dalam menghasilkan barang dan jasa. Nantinya, dunia usaha akan mampu beradaptasi sehingga bisa memenuhi lonjakan permintaan.

"Ketika dampak fase peralihan di sisi pasokan (supply) ini mereda, maka inflasi diperkirakan kembali menuju 2%," sebut Powell, seperti dikutip dari Reuters.

Powell juga menyinggung soal pasar tenaga kerja. Menurutnya, penciptaan lapangan kerja akan semakin luas seiring cepatnya laju vaksinasi dan pembukaan kembali 'keran; aktivitas masyarakat (reopening).

"Penciptaan lapangan kerja akan meningkat dalam bulan-bulan ke depan. Vaksinasi akan mengurangi dampak krisis keseharan terhadap ekonomi," lanjut Powell.

Akan tetapi, Powell menegaskan tidak semuanya baik-baik saja. Masih ada risiko yang menghantui Negeri Paman Sam.

"Laju vaksinasi melambat dan varian baru virus corona tetap menjadi risiko. The Fed akan melakukan segalanya yang kami bisa untuk mendukung perekonomian sampai benar-benar pulih," tuturnya.

Oleh karena itu, Powell mengungkapkan bahwa The Fed tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuan. Percepatan laju inflasi saja tidak cukup untuk memaksa The Fed menaikkan Federal Funds Rate, apalagi inflasi dipandang hanya bersifat sementara.

"Kami tidak akan menaikkan suku bunga hanya karena kekhawatiran kemungkinan percepatan laju inflasi. Kami akan menunggu lebih banyak bukti mengenai inflasi. Percepatan laju inflasi saat ini belum mencerminkan ekonomi secara keseluruhan, tetapi adalah efek langsung dari reopening," jelas Powell.

Pernyataan Powell meredakan kekhawatiran pasar mengenai percepatan laju inflasi. Sebelumnya, investor khawatir bahwa inflasi tinggi akan bersifat persisten sehingga The Fed bakal mempercepat pengetatan kebijakan moneter (tapering off).

"Powell telah berulang kali menegaskan posisinya. Dia tidak banyak berubah," ujar Paul Nolte, Portoflio Manager di Kingsview Asset Management yang berbasis di Chicago, juga dikutip dari Reuters.

Isu taper tantrum yang mereda membuat pelaku pasar lebih tenang memborong aset-aset berisiko. Sebaliknya, aset aman (safe haven) seperti obligasi pemerintah AS menjadi tidak menarik karena mengalami penurunan yield. Untuk tenor 10 tahun, yield US Treasury Bonds turun 1,7 basis poin (bps) menjadi 1,4683% pada pukul 03:39 WIB.

Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular