Newsletter

'Setan' Taper Tantrum Pergi, 'Hantu' Corona yang Makin Ngeri!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 June 2021 05:59
Antrean Pasien Covid di RSUD Cengkareng (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Antrean Pasien Covid di RSUD Cengkareng (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah perkembangan pandemi virus corona. Angka kasus yang masih tinggi membuat investor (dan seluruh rakyat Indonesia) wajib waspada.

Per 22 Juni 2021, jumlah pasien positif corona di Indonesia adalah 2.018.113 orang. Bertambah 13.886 orang (0,68%) dibandingkan sehari sebelumnya. Sudah enam hari beruntun pasien baru bertambah lebih dari 10.000.

Selama 14 hari terakhir, rata-rata penambahan pasien baru adalah 10.628 orang per hari. Melonjak tajam dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 5.938 orang setiap harinya.

Hal yang patut menjadi perhatian adalah angka kasus aktif yang terus meningkat. Kasus aktif menggambarkan pasien yang masih dalam perawatan, baik di fasilitas kesehatan maupun mandiri. Data ini menggambarkan seberapa berat beban yang ditanggung sistem pelayanan kesehatan di suatu negara.

Pada 22 Juni 2021, angka kasus aktif berada di 152.686 orang, bertambah 4.958 dari hari sebelumnya. Angka kasus aktif berada di posisi tertinggi sejak 1 Maret 2021.

coronaSumber: Worldometer

Cerminan tingginya kasus aktif adalah fasilitas kesehatan yang mulai pontang-panting. RSUD Cengkareng sampai harus merawat pasien di lorong, sementara Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Fatmawati hanya menerima pasien Covid-19.

"IGD RSUP Fatmawati saat ini hanya menerima pasien dengan terkonfirmasi Covid-19 dengan gejala sedang, berat, dan kritis. Dilatarbelakangi karena saat ini ada kenaikan jumlah pasien yang terkonfirmasi Covid-19 dan pasien tersebut melebihi jumlah kapasitas ruang perawatan Covid-19, khususnya di RSUP Fatmawati. Dengan melebihi jumlah kapasitas tersebut dan untuk menghindari transmisi di ruang-ruang rawat, maka diambil langkah-langkah," ungkap Kepala Bagian Hukum, Organisasi, dan Humas RSUP Fatmawati Iwan Rusmana.

Perkembangan semacam ini, apalagi kalau terus memburuk, akan membuat reopening di Indonesia Indonesia tertunda. Akibatnya, ekonomi dan kesejahteraan rakyat sulit untuk didongkrak karena yang ada pembatasan bakal semakin ketat.

Tidak hanya itu, beban fiskal juga semakin berat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan terkuras untuk membiayai peningkatan kebutuhan baik di bidang kesehatan maupun sosial ekonomi.

Tanpa reopening, aktivitas ekonomi dunia usaha dan rumah tangga sulit untuk tumbuh. Artinya, penerimaan pajak sulit dinaikkan sehingga utang pemerintah akan semakin tinggi.

Per April 2021, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 41,18%. Naik dibandingkan posisi akhir kuartal I-2021 yang sebesar 39,07%.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan kekhawatiran soal ini. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui PDB dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.

BPK juga mengungkapkan bahwa utang pada 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam perhitungan International Debt Relief (IDR), rasio debt service terhadap penerimaan yang direkomendasikan adalah 25-35%, sementara Indonesia berada di 46,77%. Kemudian rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan yang ideal ada di 4,6-6,8%, Indonesia sudah di 19,06%.

Selepas krisis moneter 1998, Indonesia terus berupaya memperbaiki kesehatan APBN dan berhasil. Ini dicerminkan oleh pengakuan berbagai lembaga pemeringkat (rating agency) yang memberikan status layak investasi alias investment grade.

Namun gara-gara pandemi virus corona, upaya selama lebih dari dekade itu seperti menguap begitu saja. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu menjinakkan virus corona kalau tidak ingin lebih banyak korban berjatuhan.

Halaman Selanjutnya --> Simak Data dan Agenda Hari Ini

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular