Polling CNBC Indonesia

Bunga Acuan BI 'Diramal' Tetap, Tak Naik Saja Sudah Syukur...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 June 2021 07:10
Foto Ilustrasi mata uang Dolar. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Ilustrasi Dolar AS (REUTERS/Thomas White)

Selain itu, pelonggaran moneter dengan menurunkan suku bunga rasanya agak sulit ditempuh. Pasalnya, sedang ada risiko besar di pasar keuangan global. Risiko itu datang dari Amerika Serikat (AS).

Seiring vaksinasi yang masif dan pembukaan kembali 'keran' aktivitas masyarakat (reopening), ekonomi Negeri Paman Sam merekah. Permintaan masyarakat naik pesat, yang sayangnya belum diikuti oleh kemampuan dunia usaha dalam memasok barang dan jasa.

Oleh karena itu, pelaku pasar mulai mengendus aroma bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan segera ambil ancang-ancang untuk melakukan pengurangan 'dosis' stimulus. Ini akan diawali dengan mengurangi besaran quantitative easing yang sekarang bernilai US$ 120 miliar per bulan.

Saat the Fed mulai mengurangi quantitative easing, maka era pengetatan alias tapering off telah resmi dimulai. Dimulai dengan menurunkan jumlah pembelian aset, tapering akan berakhir kala suku bunga acuan dikerek ke atas. Ketika itu terjadi, maka kebijakan moneter sudah sah tidak lagi longgar.

Berdasarkan survei yang dilakukan Reuters terhadap 50 ekonom/analis, kemungkinan The Fed belum akan mengumumkan pengurangan quantitative easing bulan ini. Pengumuman sepertinya akan terjadi pada Agustus atau September 2021, tetapi quantitative easing baru benar-benar dilakukan pada awal 2022.

Sebanyak 26% responden memperkirakan pengumuman tapering akan terjadi paling cepat saat pertemuan tahunan di Jackson Hole pada 26-28 Agustus 2021, sementara 32% lainnya memperkirakan saat rapat bulanan September 2021. Sisa 42% responden memperkirakan pengumuman akan lebih lama dari itu.

fedSumber: Reuters

Apapun itu, yang jelas kebijakan moneter AS tidak bisa selamanya ultra-longgar seperti sekarang. Apalagi ekonomi Negeri Stars and Stripes terus menunjukkan tanda-tanda kebangkitan setelah terpukul hebat oleh pandemi virus corona. Pemulihan ekonomi akan menyebabkan tekanan inflasi, sehingga perlu direspons dengan pengetatan kebijakan moneter.

"Vaksinasi yang masif dan berbagai stimulus membuat permintaan tumbuh lebih cepat dari pasokan. Ini menyebabkan efek samping berupa inflasi. Meski The Fed berulang kali menegaskan bahwa tekanan inflasi ini hanya sementara, tetapi 'mantra' itu semakin lama semakin basi," tegas Sal Guateri, Ekonom Senior BMO Capital Markets, seperti dikutip dari Reuters.

Halaman Selanjutnya --> Agar Indonesia Tetap 'Seksi', Bunga Tak Bisa Rendah

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular