Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia terkoreksi pada perdagangan kemarin. Rilis data ekonomi terbaru tidak banyak membantu minat investor untuk masuk ke pasar keuangan Tanah Air.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,72% ke 5.952,59. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis 0,03% ke Rp 14.445/US$ di perdagangan pasar spot.
Harga obligasi pemerintah pun turun. Imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik tipis 0,5 basis poin (bps). Kenaikan yield menandakan harga Surat Berharga Negara (SBN) mengalami koreksi.
Pada pagi hari, IHS Markit membawa kabar gembira. Aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) mencatatkan rekor baru.
Pada April 2021, skor PMI manufaktur Indonesia ada di 54,6. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,2 sekaligus menjadi yang tertinggi dalam sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awa. Kalau di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.
Namun jelang tengah hari, ada rilis data lain yaitu inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada April 2021 adalah 0,13% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) dan 1,42% dibandingkan April 2020 (year-on-year/yoy).
Dibandingkan Maret 2021, laju inflasi memang terakselerasi. Kala itu, inflasi bulanan adalah 0,08% mtm dan 1,37% yoy.
Namun perlu diingat bahwa bulan lalu bertepatan dengan Ramadan yang secara historis menjadi puncak konsumsi masyarakat. Selama periode 2010-2020, rata-rata inflasi bulanan saat Ramadan ada di 0,95%, nyaris 1%.
Kemudian coba lihat inflasi inti, yang berisi barang dan jasa yang harganya persisten, susah naik turun. Pada April 2021, inflasi inti tercatat 1,18% yoy, terendah sejak BPS mulai mencatat inflasi inti pada 2004.
Inflasi inti menunjukkan kekuatan daya beli masyarakat. Ketika laju inflasi inti melambat, tandanya ada yang salah di daya beli, ada penurunan.
Data inflasi menggambarkan bahwa konsumsi masyarakat masih belum lesu. Padahal konsumsi rumah tangga adalah kunci untuk menggeber pertumbuhan ekonomi karena konsumsi punya sumbangsih lebih dari 50% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Dinamika ekonomi Indonesia yang masih diliputi ketidakpastian membuat investor pikir-pikir untuk masuk. Akibatnya, IHSG, rupiah, hingga harga SBN jadi melemah.
Halaman Selanjutnya --> Duet Dow Jones-S&P 500 Hijau, Nasdaq Merah Sendirian
Pindah ke bursa saham New York, tiga indeks utama berakhir variatif cenderung menguat hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,7%, S&P 500 menguat 0,27%, tetapi Nasdaq Composite berkurang 0,48%.
Investor di Wall Street bergairah karena kinerja keuangan emiten yang ciamik. Berdasarkan kompilasi Refinitiv, lebih dari separuh emiten di indeks S&P 500 yang sudah menyetor laporan keuangan dan diperkirakan laba naik sampai 46% pada kuartal I-2021. Jauh lebih baik ketimbang proyeksi sebelumnya yaitu naik 24%.
Sekitar 87% laporan keuangan yang sudah diumumkan sejalan atau bahkan lebih baik dari konsensus pasar. Ini adalah rasio tertinggi sejak Refinitiv mulai melakukan pencatatan pada 1994.
"Musim laporan keuangan belum selesai. Kinerja keuangan emiten akan semakin membaik karena situasi memang sudah jauh lebih baiik. Jadi masih ada ruang untuk kenaikan," tegas Eric Freedman, Chief Investment Officer di US Bank Wealth Management, seperti dikutip dari Reuters.
"Sejauh ini realisasi laporan keuangan jauh lebih baik dari perkiraan. Investor ritel dan institusi merasa positif dengan kondisi pasar, meski indeks sudah berkali-kali menyentuh rekor tertinggi," tambah Mrak Grant, Chief Global Market Strategist di B. Riley FBR, juga dikutip dari Reuters.
Rilis data ekonomi terbaru juga berpihak kepada aset berisiko seperti saham. Institute of Supply Management (ISM) melaporkan PMI manufaktur AS pada April 2021 adalah 60,7. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 64,7 meski masih di zona ekspansi.
Penurunan aktivitas manufaktur disebabkan oleh dunia usaha yang kewalahan dalam memenuhi permintaan yang meningkat pesat. Dunia usaha kehabisan bahan baku (input) karena permintaan meonjak akibat vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang masif plus kehadiran stimulus fiskal dari pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden.
Di sektor otomotif, kekurangan pasokan semikonduktor membuat produksi terpaksa dikurangi. Ford, misalnya, memangkas produksi lebih dari 50% untuk kuartal II-2021.
Di bidang teknologi informasi, pasokan chip juga langka. Akibatnya, produksi perangkat seperti iPad dan komputer Mac terpaksa dikurangi sehingga penjualan menyusut dalam hitungan miliar dolar AS.
Data ini menggambarkan bahwa pemulihan ekonomi, bahkan di AS sekalipun, tidak berjalan seragam. Di satu sisi permintaan meningkat tajam tetapi belum bisa diimbangi oleh pasokan yang memadai.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ekonom AS belum sehat betul. Berbagai dukungan masih diperlukan. Pemerintah memberikan stimulus hingga triliunan dolar AS dan bank sentral (The Federal Reserve/The Fed) masih perlu menjaga kebijakan moneter tetap ultra-longgar agar dunia usaha bisa terus berekspansi untuk dapat memenuhi permintaan.
Ini membuat pasar jadi kurang berani untuk bertaruh suku bunga acuan bakal naik dalam waktu dekat. Mengutip CME FedWatch, peluang Federal Funds Rate tetap bertahan di 0-0,25% hingga akhir 2021 mencapai 89%. Lebih tinggi ketimbang posisi sepekan lalu yaitu 86%.
 Sumber: CME FedWatch |
Suku bunga yang kemungkinan besar tetap rendah akan menguntungkan bagi emiten di pasar saham. Biaya ekspansi akan murah sehingga prospek kenaikan laba terbuka lebar.
Potensi kenaikan laba ini kemudian diapresiasi oleh investor dengan berburu saham. So, tidak heran Wall Street bisa menguat hari ini.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga hijjaunya Wall Street bisa menjadi pemicu gairah di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua, kemungkinan suku bunga tetap rendah membuat yield obligasi pemerintah AS bergerak turun. Pada pukul 02:05 WIB, imbal hasil US Treasury Bonds tenor 10 tahun turun 2,1 bps ke 1,61%. Sejak mencapai lebih dari 1,7% pada akhir Maret 2021, yield instrumen ini menjalani tren penurunan.
Penurunan yield kemudian membuat nilai tukar dolar AS ikut melemah. Pada pukul 02:09 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,36%.
Setelah begitu perkasa hingga Maret 2021, dolar AS kemudian lesu. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index anjlok hingga lebih dari 2%.
Pelemahan dolar AS ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah untuk 'balas dendam'. Jika mata uang Negeri Adidaya terus tertekan hingga sepanjang hari ini, maka peluang penguatan rupiah terbuka lebar.
Plus, hari ini pemerintah akan menggelar lelang obligasi syariah alias sukuk. Ada enam seri Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang dilelang dengan target indikatif Rp 10 triliun.
Akhir-akhir ini minat investor terhadap obligasi pemerintah Indonesia mulai pulih. Jika ini berlanjut dalam lelang sukuk nanti, maka permintaan terhadap rupiah akan meningkat sehingga meningkatkan peluang penguatan.
Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data penjualan mobil AS periode April 2021 (06:00 WIB).
- Rilis data inflasi Korea Selatan periode April 2021 (06:00 WIB).
- Rilis data perdagangan internasional Australia periode Maret 2021 (08:30 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank Oke Indonesia Tbk (09:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT PP Properti Tbk (10:00 WIB).
- Mustawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 (10:00 WIB).
- Pengumuman suku bunga acuan Australia (11:30 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Berlina Tbk (15:00 WIB).
- Earnings call laporan keuangan 2020 PT Telkom Indonesia Tbk (15:00 WIB).
- Rilis laproran keuangan kuartal I-2021 PT Indosat Tbk (tentatif).
- Rilis laproran keuangan kuartal I-2021 PT Perusahaan Gas Negara Tbk (tentatif).
- Rilis data perdagangan internasional AS periode Maret 2021 (19:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mengakses berbagai data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA