Polling CNBC Indonesia

Inflasi Kian Redup, Februari Diramal Cuma 0,08%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 February 2021 16:03
buah supermarket
Ilustrasi Pasar Swalayan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju inflasi Indonesia terus melambat. Hal ini menandakan permintaan domestik masih lemah, dampak pandemi virus corona (Coronavirus Diseae-2019/Covid-19) masih sangat terasa.

Bada Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Februari 2021 pada 1 Maret 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Februari 2021 adalah 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) adalah 1,36%.

Institusi

Inflasi MtM (%)

Inflasi YoY (%)

Inflasi Inti YoY (%)

Bank Danamon

0.12

1.39

1.52

ING

-

1.44

-

Bank Mandiri

0.09

1.36

1.51

Maybank Indonesia

0.09

1.36

1.52

BNI Sekuritas

0.06

1.33

-

Citi

0.08

1.35

1.53

Standard Chartered

-0.03

1.24

1.57

Danareksa Research Institute

0.08

1.41

1.73

BCA

0.11

1.38

1.52

MEDIAN

0.085

1.36

1.52


Sedangkan Bank Indonesia (BI) melalui Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga pekan III memperkirakan inflasi Februari sebesar 0,07% MtM. Ini membuat inflasi tahunan menjadi 1,34% YoY.

Apapun itu, konsensus pasar maupun SPH BI memberi 'ramalan' yang senada. Laju inflasi Indonesia terus melambat. Bulanan, tahunan, semuanya melambat.

Halaman Selanjutnya --> Pandemi Masih Bikin Ngeri

Pandemi virus corona yang membuat ekonomi Indonesia tahun lalu 'mati suri' masih bergentayangan. Pasien baru terus bertambah, demikian pula yang harus kehilangan nyawa.

Per 25 Februari 2021, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona mencapai 1.314.634 orang. Bertambah 8.493 orang dibandingkan sehari sebelumnya. Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus pertama pada 1 Maret 2020, jumlah pasien positif bertambah rata-rata 3.632 orang setiap harinya.

Sementara jumlah pasien meninggal per 25 Februari 2021 adalah 35.518 orang. Bertambah 264 orang dibandingkan hari sebelumnya. Sejak pasien meninggal dunia kali pertama tercatat pada 10 Maret 2020, rata-rata 100 orang per hari tutup usia akibat serangan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu.

Oleh karena itu, pemerintah belum bisa membuka 'keran' aktivitas dan mobilitas warga seluas-luasnya. Masih ada pembatasan di sana-sini, yang sekarang dituangkan dalam kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.

Halaman Selanjutnya --> Konsumen Masih Menahan Diri

Aktivitas dan mobilitas rakyat yang terbatas membuat kepercayaan konsumen tergerus. Ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis BI. Pada Januari 2021, IKK tercatat sebesar 84,9, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang 96,5.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka konsumen secara umum pesimistis dalam memandang perekonomian, baik saat ini maupun enam bulan yang akan datang.

"Pada Januari 2021, persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini melemah dari bulan sebelumnya, diindikasi karena diberlakukannya kebijakan PPKM di beberapa wilayah, khususnya Jawa dan Bali, yang berdampak pada kembali menurunnya aktivitas ekonomi dan terbatasnya penghasilan masyarakat. Keyakinan konsumen terhadap penghasilan saat ini melemah disebabkan penurunan penghasilan rutin (gaji/upah/honor) maupun omset usaha, yang ditengarai akibat PPKM.

"Keyakinan konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja pada Januari 2021 juga tercatat menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Sejalan dengan penurunan keyakinan terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja, keyakinan konsumen untuk melakukan pembelian barang tahan lama pada Januari 2021 juga mengalami penurunan, terutama pada jenis barang elektronik, furnitur, dan perabot rumah tangga," jelas laporan BI.

Kelesuan konsumsi rumah tangga juga tergambar dari penjualan ritel. BI melaporkan penjualan ritel yang diukur dengan Indeks Penjualan Rill (IPR) pada Desember 2020 adalah 190,1. Dibandingkan bulan sebelumnya memang naik 4,8%.

Namun perubahan secara bulanan agak kurang mencerminkan tren, karena diganggu oleh faktor musiman. Misalnya pada Desember tentu lebih baik ketimbang November karena ada momentum Hari Natal-Tahun Baru.

Oleh karena itu, biasanya yang lebih menggambarkan tren sehingga lebih konsisten adalah pertumbuhan tahunan. Nah, dalam hal ini penjualan ritel masih nyungsep dan belum kunjung bangkit.

Secara tahunan, penjualan ritel pada Desember 2020 tumbuh -19,2% YoY. Lebih parah ketimbang bulan sebelumnya yang -16,3% YoY.

Kali terakhir Indonesia membukukan pertumbuhan penjualan ritel yang positif pada November 2019. Artinya, kontraksi penjualan ritel sudah terjadi selama 13 bulan beruntun.

Apesnya, kemungkinan penderitaan itu masih berlanjut. BI memperkirakan penjualan ritel pada Januari 2021 masih negatif, hanya lebih landai di -14,2% YoY.

"Secara bulanan, IPR Januari 2021 diprakirakan menurun sebesar -1,8% sejalan dengan faktor musiman permintaan masyarakat yang menurun pasca-HBKN di tengah penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali, serta faktor musim/cuaca dan bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah," sebut keterangan tertulis BI.

Dua data tersebut menggambarkan permintaan masyarakat sedang lesu. Kelesuan permintaan ini yang membuat laju inflasi melambat. Jika tidak segera ada perbaikan, maka niscaya ekonomi Indonesia masih akan terjebak di 'jurang' resesi pada kuartal I-2021.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular