Update Polling CNBC Indonesia

Inflasi Diramal Naik ke 0,19%, Daya Beli Rakyat Sudah Pulih?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 November 2020 11:45
daging ayam ras
Ilustrasi Pasar Tradisional (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Menambah proyeksi BCA

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju inflasi Indonesia pada November 2020 diperkirakan semakin cepat. Namun sepertinya belum menunjukkan bahwa daya beli rakyat sudah pulih akibat hantaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi November 2020 pada 1 Desember 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara bulanan (month-to-month/MtM) sebesar 0,195%. Kemudian inflasi tahunan (year-on-year/YoY) 1,53% dan inflasi inti YoY di 1,72%.

Institusi

Inflasi MtM (%)

Inflasi YoY (%)

Inflasi Inti YoY (%)

ING

-

1.54

-

CIMB Niaga

0.17

1.49

1.75

ANZ

0.42

1.53

1.74

Citi

0.34

1.66

1.7

Bank Mandiri

0.21

1.53

1.68

Maybank Indonesia

0.22

1.54

1.72

Danareksa Research Institute

0.23

1.54

2.24

Bank Danamon

0.18

1.5

1.67

BNI Sekuritas

0.14

1.45

-

Bank Permata

0.18

1.5

1.78

BCA

0.16

1.53

1.71

MEDIAN

0.195

1.53

1.72


Sementara Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi November 2020 akan sebesar 0,25% MtM berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan IV. Ini membuat inflasi YoY menjadi 1,57% dan inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) 1,21%.

"Penyumbang utama inflasi, yaitu daging ayam ras sebesar 0,10% (MtM), telur ayam ras sebesar 0,05%, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,02%, serta tomat, bawang putih, dan jeruk masing-masing sebesar 0,01%. Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas emas perhiasan sebesar -0,02% dan tarif angkutan udara sebesar -0,01%," sebut keterangan tertulis BI.

Setelah menjalani periode deflasi pada Juli-September 2020, Indonesia mulai kembali ke jalur inflasi. Pada Oktober 2020, inflasi MtM adalah 0,07% dan bulan ini sepertinya lebih tinggi lagi.

Apakah ini menandakan daya beli masyarakat sudah pulih? Sayangnya kemungkinan belum. Ini terlihat dari laju inflasi inti yang masih melambat.

Pada November 2020, inflasi inti diperkirakan 1,72% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 1,74% YoY. Tren perlambatan inflasi inti sudah terlihat sejak tahun lalu.

Inflasi inti adalah 'keranjang' harga barang dan jasa yang sudah naik-turun atau persisten. Ketika harga yang 'bandel' saja turun terus, artinya permintaan sedang lemah. Daya beli belum pulih akibat terpaan pandemi Covid-19.

Menurut catatan BI, pengeluaran masyarakat untuk konsumsi memang meningkat. Namun tidak merata, porsi konsumsi masyarakat dengan pengeluaran Rp 4,1 juta hingga di atas Rp 5 juta per bulan justru turun.

Selain itu, permintaan yang masih lemah juga tercemin dalam impor barang konsumsi. Pada Oktober 2020, impor barang konsumsi turun 7,58% MtM dan 27,88% YoY. Kontraksi impor barang konsumsi lebih dalam ketimbang bahan baku/penolong dan barang modal.

Pandemi Covid-19 memang belum usai, yang ada malah terjadi lonjakan kasus baru. Per 28 November 2020, jumlah pasien positif corona di Indonesia mencapai 527.999 orang. Bertambah 5.418 orang (1,04%) dibandingkan posisi hari sebelumnya. Sudah dua hari beruntun tambahan pasien baru lebih daro 5.000 orang.

Selama 14 hari terakhir (15-28 November 2020), rata-rata pasien positif bertambah 4.642 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yakni 3.780 orang per hari.

Oleh karena itu, pemerintah masih belum bisa sepenuhnya melonggarkan aktivitas publik, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tetap berlaku. Kapasitas pengunjung di pusat perbelanjaan, restoran, atau lokasi wisata masih dibatasi. Ekonomi belum berputar dengan kapasitas penuh.

Akibatnya, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan masih terjadi. Dalam siaran tertulis tertanggal 13 Oktober 2020, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan pandemi virus corona menyebabkan jumlah penganggur bertambah menjadi 6,9 juta orang. Dari jumlah tersebut, 3,5 juta orang merupakan korban PHK.

Ketidakpastian prospek penghasilan pada masa mendatang membuat rumah tangga ragu untuk meningkatkan konsumsi. Dalam kondisi yang sangat tidak pasti (siapa tahu besok jadi korban PHK, amit-amit), lebih baik menunda konsumsi atau meningkatkan tabungan. Pandemi telah menghancurkan daya beli rakyat, dan hanya bisa pulih setelah roda ekonomi berputar lancar seperti dulu lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular