Polling CNBC Indonesia

Atas Nama Rupiah, BI Kayaknya Ogah Turunkan Bunga

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 January 2021 11:47
ilustrasi uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Sepekan pelaksanaan PPKM, kasus corona bukannya melandai malah kian menanjak. Jika tidak ada perbaikan, maka bukan tidak mungkin PPKM bakal diperpanjang.

"Saya memberikan pesan agar kita semua taat selama 14 hari supaya usai 14 hari kita bisa kembali lebih longgar. Kalau 14 hari tidak disiplin, maka bukan tidak mungkin PPKM akan ditambah," tegas Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat.

Sebagai catatan, ketika DKI Jakarta mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada pertengah September hingga medio Oktober 2020, dampaknya sangat terasa. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) anjlok, penjualan ritel jeblok, dan Purchasing Managers' Index (PMI) rontok. Dunia usaha dan rumah tangga sangat terpukul.

Apabila PPKM kemudian diperpanjang, maka prospek ekonomi Indonesia menjadi samar-samar, kebangkitan bisa tertunda. Ini tentu menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan Indonesia dan rupiah bisa tertekan.

Kedua, ada kecenderungan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS naik. Sejak akhir 2020, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik 18,17 bps dan sudah kembali ke atas 1%.

Kenaikan yield membuat surat utang pemerintah Negeri Adikuasa menjadi menarik. Investor pun akan kembali memburu instrumen tersebut dan keluar dari pasar keuangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Arus modal asing bakal seret yang membuat risiko depresiasi rupiah meningkat.

"Koreksi rupiah dalam jangka pendek tidak bisa terhindarkan karena kenaikan yield obligasi pemerintah AS. Selain itu ada isu pasokan, karena pemerintah menaikkan nominal yang dimenangkan dalam lelang obligasi," kata Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahan Sekuritas, dalam risetnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular