
Dalam Sekejap, Rupiah Perkasa Dari Rp15.600 ke Rp14.900/US$!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menunjukkan kinerja impresif dalam beberapa hari terakhir, bahkan menembus ke bawah Rp 15.000/US$ pada perdagangan Senin (16/1/2023).
Pada Senin pekan lalu, rupiah sebenarnya masih berada di dekat Rp 15/600/US$. Tetapi pagi tadi sudah menyentuh Rp 14.975/US$, level terkuat sejak 20 September 2022.
Penguatan tajam dimulai pada Rabu (11/1/2023), rupiah saat itu mampu mencatat penguatan 0,58%. Setelahnya Apresiasi semakin terakselerasi hingga pada hari ini sempat menguat lebih dari 1%.
Momentum penguatan rupiah terjadi setelah pemerintah mengumumkan akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Dalam revisi ini, beberapa sektor baru masuk ke dalam daftar yang harus menempatkan DHE kepada regulator. Tidak hanya itu, DHE nantinya akan ditahan lebih lama di dalam negeri.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sesuai arahan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Rabu (11/1/2023).
"Tadi juga arahan pak Presiden, ekspor yang selama ini positif itu perlu diikuti dengan peningkatan cadangan devisa, untuk itu pak Presiden meminta PP 1 Tahun 2019 DHE itu untuk diperbaiki," ungkapnya.
Dengan DHE bisa ditahan lama di dalam negeri, pasokan dolar AS tentunya akan kembali bertambah, rupiah tentu bisa menguat.
Namun, tanda-tanda penguatan rupiah sebenarnya sudah muncul sejak akhir tahun lalu, terlihat dari aliran modal asing yang masuk ke pasar obligasi sekunder.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), pada November 2022 tercatat capital inflow sebesar Rp 23,7 triliun. Kemudian pada Desember meningkat menjadi Rp 25,3 triliun.
Sementara sepanjang di awal tahun ini hingga 12 Januari capital inflow di pasar obligasi sekunder mencapai Rp 16,3 triliun.
Penguatan rupiah semakin terakselerasi setelah jebloknya indeks dolar AS pasca rilis data inflasi berdasarkan cosumer price index (CPI) di AS pada Desember 2022 yang tumbuh 6,5% year-on-year (yoy), jauh lebih rendah dari sebelumnya 7,1%. CPI tersebut juga menjadi yang terendah sejak Oktober 2021.
CPI inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan juga turun menjadi 5,7% dari sebelumnya 6%, dan berada di level terendah sejak Desember 2021.
Rilis tersebut membuat pelaku pasar semakin yakin The Fed akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya dan bisa dipangkas lagi pada akhir 2023.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret dengan probabilitas sebesar 94% dan 76%. Dengan proyeksi tersebut, puncak suku bunga The Fed berada di 4,75% - 5%.
Selain itu, perangkat yang sama menunjukkan The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin pada September dengan probabilitas sebesar 34%, begitu juga sebulan setelahnya. Sehingga di akhir tahun pasar melihat suku bunga The Fed berada di 4,25% - 4,5%.
Sementara itu Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneternya pada Kamis (19/1/2023).
Hasil polling Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Dengan demikian, selisih suku bunga akan kembali melebar, yang bisa menarik aliran modal asing ke dalam negeri.
Dengan BI kembali menaikkan suku bunga, serta puncak suku bunga The Fed yang diprediksi tidak lebih dari 5%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, tentunya capital inflow bisa semakin deras ke dalam negeri yang membuat rupiah semakin kuat.
Sepanjang tahun ini rupiah sukses masuk 10 besar mata uang terbaik di dunia. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah berada di peringkat ketujuh.
![]() |
