Jakarta, CNBC Indonesia - Laju inflasi Indonesia sepanjang 2020 diperkirakan sangat rendah. Bahkan kemungkinan bakal jadi yang terendah dalam sejarah.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Desember 2020 pada 4 Januari 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara bulanan (month-to-month/MtM) sebesar 0,405%.
Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) pada Desember, yang akan sama dengan inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) sepanjang 2020, diperkirakan 1,68%. Kemudian inflasi inti YoY 'diramal' 1,685%.
Institusi | Inflasi MtM (%) | Inflasi YoY (%) | Inflasi Inti YoY (%) |
Bank Danamon | 0.44 | 1.68 | 1.65 |
Maybank Indonesia | 0.36 | 1.6 | 1.7 |
Danareksa Research Institute | 0.37 | 1.62 | 2.38 |
Bank Mandiri | 0.37 | 1.61 | 1.7 |
BCA | 0.44 | 1.68 | 1.6 |
Citi | 0.45 | 1.69 | 1.67 |
Mirae Asset | - | 1.1 | - |
Fitch Solutions | - | 2.05 | - |
DBS | - | 2 | - |
MEDIAN | 0.405 | 1.68 | 1.685 |
Hingga pekan III, Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Desember 2020 sebesar 0,36% MtM. Ini akan membuat inflasi YoY dan YtD sepanjang 2020 menjadi 1,6%. Jika terwujud, maka akan menjadi yang terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
"Penyumbang utama inflasi yaitu cabai merah sebesar 0,08% (MtM), telur ayam ras sebesar 0,06%, cabai rawit sebesar 0,04%, tomat sebesar 0,03%, daging ayam ras sebesar 0,02%, minyak goreng, jeruk, wortel, dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar 0,01%. Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas emas perhiasan sebesar -0,05% dan bawang merah sebesar -0,01%," sebut keterangan tertulis BI.
Sebagai negara berkembang, inflasi rendah sejatinya patut disyukuri. Sebab inflasi tinggi adalah khittah negara berkembang, yang permintaan terus tumbuh sementara produksi dalam negeri belum bisa memenuhinya. Ada dorongan inflasi yang berasal dari tingginya permintaan (demand pull inflation).
Namun sekarang beda. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang diatasi dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat ekonomi mati suri. Produksi terhambat karena penerapan protokol kesehatan, dan permintaan pun anjlok karena aktivitas masyarakat di luar rumah masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, inflasi rendah lebih dimaknai sebagai kelesuan ekonomi. Pelaku usaha sulit menaikkan harga demi mempertahankan permintaan. Ini bukan ciri ekonomi yang sehat.
Kelesuan permintaan tergambar dari laju inflasi inti. Pada November 2020, inflasi inti tercatat 1,67% YoY. Ini adalah yang terendah sejak BPS melaporkan data inflasi inti pada 2004.
Namun ada harapan pada 2021. Pemerintah memperkirakan proses vaksinasi bisa dimulai pada Januari 2020 sehingga sedikit demi sedikit masyarakat bisa kembali beraktivitas di luar rumah dengan tenang.
Seiring aktivitas ekonomi yang semakin dibuka, laju roda ekonomi pada 2021 diperkirakan terakselerasi. Ini akan membuat laju inflasi ikut ngegas.
"Seiring pemulihan ekonomi dan permintaan yang meningkat, kami memperkirakan inflasi 2021 meningkat ke 2,92%. Percepatan laju inflasi juga disebabkan oleh tambahan pasokan uang karena stimulus fiskal yang berlanjut pada 2021," sebut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, dalam risetnya.
Akan tetapi, Faisal menambahkan bahwa perekonomian 2021 masih penuh dengan ketidakpastian. Risiko utama masih dari perkembangan pandemi virus corona dan seberapa sukses program vaknisasi.
"Risiko ke bawah (downside risk) masih ada. Utamanya bersumber dari seberapa cepat laju kasus harian Covid-19 dan kesuksesan vaksinasi. Ini bisa sangat mempengaruhi kecepatan pemulihan permintaan dan perekonomian secara keseluruhan," lanjut Faisal.
TIM RISET CNBC INDONESIA