
Impor Masih Nyungsep, Neraca Dagang Diramal Surplus US$ 2,7 M

Kali terakhir Indonesia membukukan defisit neraca perdagangan adalah pada April 2020. Selepas itu, neraca perdagangan selalu positif.
Tidak heran, karena impor Indonesia memang anjlok. Kali terakhir impor tumbuh positif adalah pada Juni 2019. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat impor lebih jauh lagi, paling parah terjadi pada Mei 2020 dengan kontraksi mencapai 42,23% YoY, terdalam sejak April 2009.
Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, menyebut dalam risetnya bahwa memang betul aktivitas manufaktur Indonesia membaik. Pada November 2020, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia sudah di atas 50 yang artinya masuk zona ekspansi.
Namun bukan berarti impor bahan baku/penolong dan barang modal ikut meningkat. Dunia usaha masih lebih memilih memanfaatkan inventori yang sudah ada, karena permintaan belum meningkat signifikan.
"IHS Markit menggarisbawahi bahwa perusahaan masih mengurangi pembelian karena permintaan yang rendah. Pembelian bahan baku/penolong turun selama sembilan bulan berturut-turut, Oleh karena itu, kami memperkirakan impor bahan baku/penolong (yang menyumbang 74% dari total impor) masih mengalami kontraksi dalam," sebut Kevin.
Oleh karena itu, penurunan impor bukanlah kabar gembira. Penurunan impor adalah pertanda industri dalam negeri masih nyungsep. Dampaknya, penciptaan lapangan kerja terbatas sehingga angka pengangguran sulit diturunkan.
