- Menambah proyeksi dari Danareksa Research Institute dan BNI Sekuritas
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor dan impor Indonesia diperkirakan masih mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) pada Juni 2020. Namun ada kabar baik, sepertinya kontraksi Juni sudah jauh lebih landai ketimbang bulan sebelumnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode Juni 2020 pada 15 Juli. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor akan terkontraksi -7,765% year-on-year (YoY). Sementara impor terkontraksi -16,455% YoY dan neraca perdagangan surplus US$ 1,1 miliar.
Institusi | Pertumbuhan Ekspor (%YoY) | Pertumbuhan Impor (%YoY) | Neraca Perdagangan (US$ Juta) |
ING | -22,7 | -18,7 | 789,1 |
Citi | -13,3 | -31,9 | 2.400 |
CIMB Niaga | 8 | 3 | 895 |
Maybank Indonesia | -1,05 | -2,13 | 419 |
BCA | -8,4 | -15,8 | 1,100 |
Bank Danamon | -12,26 | -22,12 | 1.394 |
Mirae Asset | -7,13 | -17,11 | 1.400 |
ANZ | -1 | -12 | 1.550 |
Moody's Analytics | - | - | 800 |
Danareksa Research Institute | -18,93 | -27,7 | 1.466,7 |
BNI Sekuritas | -0,39 | -1,33 | 404 |
MEDIAN | -7,765 | -16,455 | 1.100 |
Jika nanti realisasinya sesuai dengan ekspektasi pasar, maka akan terjadi perbaikan dibandingkan Mei 2020. Kala itu, kontraksi ekspor mencapai -28,95% dan impor anjlok -42,2%.
"Walau sejumlah negara tujuan ekspor mulai mengendurkan pembatasan sosial (social distancing), tetapi aktivitas publik masih terkontraksi. Lebih lanjut, tekanan ekspor juga diakibatkan oleh penurunan harga komoditas," sebut Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, dalam risetnya.
Mengutip data Refinitiv, harga batu bara sepanjang Juni turun nyaris 1% secara point-to-point. Batu bara adalah komoditas andalan ekspor Indonesia.
Akan tetapi, secara umum kinerja ekspor-impor pada Juni yang membaik menunjukkan ada harapan bahwa ketika social distancing dikendurkan maka ekonomi bisa pulih dengan relatif cepat. Permintaan akan meningkat seiring masyarakat yang kembali berkegiatan.
Masalahnya, ada risiko perbaikan ini tidak bisa berkelanjutan. Pasalnya akhir-akhir ini kasus corona melonjak karena berbagai negara (termasuk Indonesia) menerapkan reopening.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona per 13 Juli adalah 12.768.307 orang. Bertambah 215.539 orang (1,72%) dibandingkan hari sebelumnya.
Dalam lima hari terakhir, tambahan pasien positif corona selalu lebih dari 200.000 per hari. Ini membuat kurva kasus corona dunia tidak lagi melandai, tetapi melengkung ke atas.
Tedros Adhananom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menegaskan banyak negara yang salah langkah dalam menghadapi pandemi virus corona. Menurutnya, protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker belum sepenuhnya ditegakkan, masih sangat longgar.
"Saya terus terang saja, terlalu banyak negara berjalan di jalur yang salah. Ingat, virus ini masih menjadi musuh masyarakat nomor satu. Kalau hal-hal mendasar tidak dipatuhi, maka pandemi ini akan semakin buruk, buruk, dan memburuk," tegas Ghebreyesus, seperti dikutip dari Reuters.
Mike Ryan, Direktur Eksekutif WHO, menyarankan agar sejumlah negara yang mengalami lonjakan kasus corona menerapkan karantina wilayah (lockdown) terbatas. Ini diharapkan bisa membatasi ruang gerak virus corona sehingga tidak menyebar lebih jauh.
"Beberapa wilayah di AS mungkin perlu menerapkan lockdown yang lebih spesifik untuk menekan angka transmisi virus. Terutama di daerah yang transmisinya tidak terkendali," kata Ryan, sebagaimana diwartakan Reuters.
Benar saja, semakin banyak daerah di AS yang memberlakukan reclosing. Terbaru adalah Negara Bagian California.
Gubernur California Gavin Newsom memerintahkan seluruh restoran, bar, bioskop, kebun binatang, dan museum ditutup kembali. Bahkan di kota-kota yang berstatus zona merah, pusat kebugaran, gereja, dan salon juga tidak boleh beroperasi selama sebulan ke depan.
"Kita harus menyadari bahwa Covid-19 tidak akan hilang dalam waktu dekat. Sampai ada vaksin atau terapi yang efektif, kita harus waspada," tegas Newsom, yang berasal dari kubu oposisi Partai Demokrat, seperti dikutip dari Reuters.
Pada April-Mei, kala kasus corona melandai, ada harapan ekonomi bisa bangkit pada paruh kedua 2020 seiring pembukaan kembali kegiatan publik.
Namun sekarang tren yang ada malah reclosing, aktivitas ditutup lagi. Ketika semakin banyak negara yang menutup kembali aktivitas masyarakat, roda ekonomi bakal macet lagi. Harapan pemulihan ekonomi jadi samar-samar, tidak ada yang jelas selagi virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini belum ada vaksin atau obatnya.
Jadi, apakah perbaikan kinerja ekspor-impor pada Juni bisa berlanjut ke bulan-bulan berikutnya? Tidak ada yang tahu...
TIM RISET CNBC INDONESIA