Impor BBM Separuh dari Konsumsi, RI Harus Bangun Kilang Baru!

News - Anisatul Umah, CNBC Indonesia
14 December 2020 10:23
Produksi BBM jenis Pertamax di kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Refinery Unit (RU) IV Cilacap setiap tahun terus mengalami peningkatan. (Dok.Pertamina) Foto: Produksi BBM jenis Pertamax di kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Refinery Unit (RU) IV Cilacap setiap tahun terus mengalami peningkatan. (Dok.Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kapasitas produksi bahan bakar minyak (BBM) di kilang dalam negeri saat ini baru sekitar 700 ribu-800 ribu barel per hari (bph), separuh dari permintaan BBM nasional yang mencapai 1,3 juta-1,4 juta bph. Ini artinya, separuh dari permintaan BBM nasional masih dipasok dari impor.

Oleh karena itu, pembangunan kilang BBM baru memegang peranan penting bagi ketahanan energi Indonesia. Hal ini juga lah yang menjadi dasar PT Pertamina (Persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi, untuk membangun megaproyek kilang baru (Grass Root Refinery/ GRR) maupun ekspansi kilang (Refinery Development Master Plan/ RDMP).

Hal itu diungkapkan Ignatius Tallulembang, Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Refinery and Petrochemical Sub Holding Pertamina, dalam wawancara bersama CNBC Indonesia melalui program 'Energy Corner, Squawk Box', Senin (14/12/2020).

Tallulembang mengatakan, selain meningkatkan kapasitas produksi BBM, proyek kilang baru dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas BBM RI yang saat ini masih berstandar Euro 2.

"Apabila kita tidak melakukan peningkatan dari sisi kualitas, maka kilang kita tidak akan mampu untuk memenuhi tuntutan akan penyediaan produk ramah
lingkungan, yang berarti akan kalah jika bersaing dengan kilang-kilang lainnya," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Senin (14/12/2020).

Selain itu, lanjutnya, pembangunan kilang dapat memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi Indonesia, antara lain menekan defisit neraca perdagangan (Current Account Deficit/ CAD) melalui pengurangan impor BBM dan Petrokimia, menyerap tenaga kerja hingga lebih dari 100 ribu
pekerja langsung, serta mendorong peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Hal ini semata-mata dilaksanakan Pertamina untuk dapat berkontribusi dalam membangun ketahanan dan kemandirian energi nasional," ungkapnya.

Seperti diketahui, Pertamina kini mengoperasikan enam kilang BBM dan tengah membangun proyek ekspansi kilang, baik RDMP maupun kilang baru (GRR). Pada 2024-2025 ditargetkan proyek RDMP Balikpapan fase 1 dan 2 sudah beroperasi dengan penambahan kapasitas 100 ribu bph menjadi 360 ribu bph dari saat ini 260 ribu bph. Lalu RDMP Balongan fase 1 dan 2 juga ditargetkan beroperasi dengan peningkatan kapasitas pengolahan minyak mentah menjadi 150 ribu bph dari saat ini 125 ribu bph.

Namun pada 2027 ditargetkan proyek RDMP lainnya dan juga kilang baru Tuban beroperasi, sehingga kapasitas pengolahan minyak mentah meningkat menjadi 1,8 juta bph dari saat ini 1 juta bph.

Proyek RDMP antara lain kilang Balikpapan, Dumai, Balongan, dan Cilacap, dan kilang baru di Tuban, serta proyek kilang hijau atau dikenal dengan nama biorefinery di kilang Plaju dan Cilacap.

Pertamina memperkirakan total investasi untuk proyek kilang ini mencapai US$ 48 miliar. Proyek ini ditujukan untuk menghasilkan produk BBM menjadi 1,5 juta bph dari 600 ribu bph saat ini, lalu produk petrokimia menjadi 8,6 juta ton per tahun dari saat ini sekitar 1,66 juta ton per tahun. Adapun BBM yang dihasilkan memiliki standar Euro V dari saat ini masih standar Euro II.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Kenapa Swasta Nggak Minat Investasi di Kilang BBM RI?


(wia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading