Kenapa Swasta Nggak Minat Investasi di Kilang BBM RI?

Sandi Ferry, CNBC Indonesia
30 November 2020 16:07
Produksi BBM jenis Pertamax di kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Refinery Unit (RU) IV Cilacap setiap tahun terus mengalami peningkatan. (Dok.Pertamina)
Foto: Produksi BBM jenis Pertamax di kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Refinery Unit (RU) IV Cilacap setiap tahun terus mengalami peningkatan. (Dok.Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia telah lebih dari satu dekade menjadi pengimpor bahan bakar minyak (BBM) akibat lebih besarnya permintaan BBM daripada pasokan yang tersedia di dalam negeri. Kini pemerintah pun mendorong PT Pertamina (Persero) untuk membangun kilang BBM baru maupun meningkatkan kapasitas (upgrading) kilang yang telah ada saat ini.

Namun sayangnya, pembangunan kilang hanya mengandalkan PT Pertamina (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi. Tak ada perusahaan swasta yang membangun kilang BBM dalam skala besar seperti yang dilakukan Pertamina ini.

Lantas, apa sebenarnya penyebab swasta tak berminat investasi untuk pembangunan kilang BBM di dalam negeri? Padahal Indonesia memiliki pasar besar untuk BBM ini.

SVP Strategic & Investment Pertamina Daniel S. Purba mengatakan, minat investasi kilang bergantung pada margin yang diberikan. Karena minimnya margin dari bisnis kilang ini, maka menurutnya belum cukup menarik minat investor untuk berinvestasi di sektor hilir minyak ini.

"Jadi, kalau selisih harga antara produk jadi dengan bahan bakunya itu semakin kecil, artinya pengolahan minyak mentah untuk produksi BBM pun menjadi less attractive (kurang menarik) bagi pelaku ekonomi," kata Daniel di Webinar bertema 'Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021: Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi dari Indef', Senin (30/11/2020).

Sebagai gambaran, dia menyebutkan, pada Q2 2020 permintaan produk kilang terutama gasoline (bensin), avtur dan gasoil (solar) turun sebanyak 0,7 juta barel per hari (bph) dibandingkan level di Q4 2019 lalu. Karena hal tersebut dan tingginya level stok, maka sistem kilang menurunkan kapasitas pemrosesan kilang ke level 0,7 juta barel per hari dan tingkat utilisasi Q2 2020 turun 16% dibandingkan periode Q4 2019.

"Jadi, tantangan saat ini dan ke depan dengan rendahnya selisih harga bahan baku dan produk jadi itu mempengaruhi investor untuk berinvestasi membangun kilang, karena tingkat margin yang didapat jauh lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana selisihnya cukup tinggi," kata Daniel.

Dalam waktu dua tahun ke depan dalam fase pemulihan ekonomi, pihaknya memperkirakan margin harga bahan baku dan produk jadi BBM masih tetap rendah, sehingga ini akan menjadi tantangan berat bagi bisnis kilang.

Karena itu, lanjutnya, kilang-kilang Pertamina juga perlu mengupayakan optimasi margin dan jenis produk, antara lain dengan cara mengendalikan tingkat produksi kilang untuk mitigasi kelebihan produk kilang, serta memilih menurunkan level inventory minyak mentah domestik dengan cara menyerap atau ekspor.

"Jadi, dengan rendahnya permintaan membuat harga produk lebih rendah, sehingga margin bisnis yang makin kecil ini bisa berdampak pada iklim investasi dalam pembangunan kilang-kilang di dunia," sebutnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Ini yang Bikin Investor Ogah Investasi Proyek Kilang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular