Ini Alasan Swasta Tidak Minat Investasi Kilang BBM

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
14 December 2020 15:12
Produksi BBM jenis Pertamax di kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Refinery Unit (RU) IV Cilacap setiap tahun terus mengalami peningkatan. (Dok.Pertamina)
Foto: Produksi BBM jenis Pertamax di kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Refinery Unit (RU) IV Cilacap setiap tahun terus mengalami peningkatan. (Dok.Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sejauh ini masih mengandalkan PT Pertamina (Persero) untuk meningkatkan produksi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Pasalnya, tak ada perusahaan swasta terutama dari dalam negeri yang berminat untuk berinvestasi di proyek kilang BBM dalam skala besar.

Hal ini pun berdampak pada kapasitas produksi BBM nasional yang masih stagnan di level 700 ribu-800 ribu barel per hari (bph), sementara permintaan dalam negeri terus meningkat hingga sekitar 1,3 juta-1,4 juta bph. Artinya, separuh dari permintaan BBM di dalam negeri masih dipasok dari impor.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan sebenarnya banyak pihak swasta yang mau membangun kilang. Namun menurutnya, dalam membangun kilang ini pihak swasta menemui beberapa kendala, salah satunya yaitu pendistribusian dan penjualan BBM di dalam negeri masih didominasi oleh Pertamina.

"Kendala yang mereka hadapi, mereka sudah ada feedstock (bahan baku), siapkan lahannya, mereka sudah ada investor ingin invest ya. Namun, salah satu kendala adalah karena distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dominannya adalah oleh Pertamina," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (14/12/2020).

Akibatnya, imbuhnya, mau tidak mau perusahaan swasta yang berencana bangun kilang harus bekerja sama dengan Pertamina untuk penjualan di dalam negeri. Kecuali, lanjutnya, jika produk BBM bisa diekspor.

"Tapi kan kita fokusnya ke dalam negeri nih, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Memang mau tidak mau, mereka harus bekerja sama dengan Pertamina," tuturnya.

Namun demikian, dia tetap menganggap bahwa pembangunan kilang memang sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan energi juga akan meningkat.

"Kita ini kan pertumbuhan ekonomi sangat signifikan, itu perlu juga konsumsi energi yang cukup signifikan. Kalau hanya bergantung pada kilang yang ada dan kita perbarui, itu bisa dilakukan dan mesti dilakukan juga," jelasnya.

Selain mengembangkan kilang yang telah ada, menurutnya diperlukan juga membangun kilang baru. Hal ini guna memenuhi kebutuhan energi pada jangka panjang, 10 tahun hingga 20 tahun ke depan.

Meski pemenuhan energi global sudah mulai bergeser ke energi terbarukan, namun menurutnya Indonesia masih akan bergantung pada energi fosil, setidaknya dalam 20 sampai 30 tahun ke depan.

"Karena mau tidak mau masih bergantung pada fossil fuel ya, setidaknya 20-30 tahun ke depan masih bergantung pada fossil fuel. Jadi itu memang harus dilakukan," tuturnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Ini yang Bikin Investor Ogah Investasi Proyek Kilang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular