
Pasar Kompak! Mungkin Cuma Keajaiban BI Turunkan Bunganya

- Menambahkan proyeksi BCA dan BNI Sekuritas
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih menahan suku bunga acuan. Stabilitas nilai tukar rupiah sepertinya akan menjadi faktor utama yang membuat MH Thamrin enggan menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate.
BI menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Oktober 2020 pada 12-13 Oktober. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan kolega tetap mempertahankan suku bunga acuan di 4%.
Institusi | BI 7 Day Reverse Repo Rate |
Citi | 4 |
ING | 4 |
Moody's Analytics | 4 |
DBS | 4 |
Mirae Asset | 4 |
Bank Permata | 4 |
Maybank Indonesia | 4 |
Standard Chartered | 4 |
ANZ | 4 |
CIMB Niaga | 4 |
BCA | 4 |
BNI Sekuritas | 4 |
Jika konsensus ini terwujud, maka suku bunga acuan tidak bergerak selama empat bulan beruntun. Suku bunga acuan di 4% adalah yang terendah sejak BI 7 Day Reverse Repo Rate dipakai menggantikan BI Rate.
Adalah rupiah yang akan membuat BI ragu-ragu menurunkan suku bunga acuan. Mata uang Tanah Air memang cenderung menguat akhir-akhir ini. Namun itu terjadi setelah melalui kuartal III-2020 yang 'berdarah-darah'.
Selama Juli-September 2020, rupiah ambles 4,65% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia.
Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, menilai ke depan ketidakpastian masih akan tinggi sehingga BI sepertinya memilih untuk berhati-hati. Setidaknya ada empat hal yang menjadi sumber ketidakpastian tersebut.
"Pertama adalah pengesahan omnibus law (UU Cipta Kerja) yang melahirkan penolakan. Kedua adalah kemungkinan perubahan UU BI yang bisa mengubah mandat dan operasional bank sentral. Ketiga adalah kapan waktu puncak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia. Keempat adalah pemilihan presiden (pilpres) AS," papar Kevin dalam risetnya.
Radhika Rao, Ekonom DBS, menyatakan bahwa pengesahan UU Cipta Kerja memang membawa dampak positif bagi rupiah. Namun itu ternyata hanya bertahan sebentar. Ke depan, ketidakpastian masih akan tinggi.
"Obligasi pemerintah Indonesia memang masih mendatangkan permintaan yang besar. Namun permintaan itu masih didorong oleh BI sendiri, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) turun dari 36,8% pada Januari 2020 menjadi 28% pada September 2020," tulis Rao dalam risetnya.
Sementara ANZ menilai keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan bukan berarti tidak menerapkan kebijakan moneter longgar. Kebijakan akomodatif kini ditempuh melalui jalur kuantitas (quantitative easing).
"Keputusan mempertahankan suku bunga acuan bukan berarti BI menjauh dari kebijakan moneter akomodatif. Namun BI mengubah komposisi dari penurunan suku bunga menjadi quantitative easing," sebut riset ANZ.
