Polling CNBC Indonesia

BI Sudah Kasih 'Umpan Silang', Bank 'Sundul' Dong!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 December 2020 06:14
Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (REUTERS / Fatima El-Kareem)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini. Sepertinya MH Thamrin menunggu komitmen perbankan untuk menurunkan suku bunga mereka, yang memang belum turun seagresif BI 7 Day Reverse Repo Rate.

Gubernur Perry Warjiyo dan rekan menggelar RDG terakhir tahun ini pada 16-17 Desember 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan tidak berubah, tetap di 3,75%. Ini adalah rekor terendah sepanjang sejarah.

Institusi

BI 7 Day Reverse Repo Rate (%)

ANZ

3.75

Citi

3.5

CIMB Niaga

3.75

Maybank Indonesia

3.75

Bank Danamon

3.75

Bank Permata

3.75

BCA

3.75

Danareksa Research Institute

3.75

Bank Mandiri

3.75

Mirae Asset

3.75

ING

3.75

MEDIAN

3.75

Sepanjang tahun ini, suku bunga acuan sudah turun 125 basis poin. Lebih dalam ketimbang penurunan tahun lalu yang 'hanya' 100 bps.

Namun, perbankan belum merespons dengan penurunan kredit yang sedalam itu. Rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) bank komersial per Oktober 2020 ada di 9,32%. Memang turun dibandingkan posisi akhir 2019, tetapi hanya 71 bps.

Dalam periode yang sama, rerata suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredir Konsumsi (KK) turun masin-masing 89 bps dan 57 bps. Lagi-lagi masih di bawah penurunan suku bunga acuan.

Oleh karena itu, sepertinya BI menunggu langkah perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit lebih dalam lagi. Ini yang membuat BI kemungkinan belum menurunkan suku bunga acuan dalam RDG Desember 2020.

Ibarat sepak bola, BI sudah memberikan 'umpan silang'. Sekarang menunggu perbankan 'menyundul' dan membikin gol. Kalau perbankan belum bisa 'menyundul' dengan baik, buat apa memberi 'umpan silang' terus-terusan? Nanti malah seperti Arsenal, yang mengirim umpan silang 44 kali dalam pertandingan melawan Tottenham Hotspur tetapi tidak berbuah gol barang sebiji. Buang-buang waktu dan tenaga saja...

Gubernur Perry sudah memberikan 'petunjuk' soal itu. Dalam beberapa kesempatan dalam waktu yang berdekatan, pengganti Agus DW Martowardojo itu menegaskan bahwa sudah saatnya perbankan menurunkan suku bunga dan lebih giat menyalurkan kredit.

"Sudah saatnya perbankan segera menurunkan suku bunga dan menyalurkan kredit sebagai komitmen bersama untuk pemulihan ekonomi nasional," tegasnya dalam Pertemuan Tahunan BI, awal bulan ini.

So, Perry sudah memberi 'kode' bahwa BI kini menunggu perbankan untuk memotong suku bunga lebih dalam lagi. Selama itu belum terjadi, sepertinya peluang penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate lebih lanjut akan mengecil.

Namun, pendapat pasar tidak bulat. Ada dissenting opinion, Citi memperkirakan suku bunga acuan turun 25 bps menjadi 3,5%.

Riset Citi menyebut, nilai tukar rupiah bisa menciptakan ruang bagi BI untuk kembali memotong suku bunga acuan. Ya, sepertinya ke depan rupiah cukup aman karena fundamental yang terus membaik.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan pada November 2020 membukukan surplus US$ 2,62 miliar. Sebulan sebelumnya, surplus neraca perdagangan mencapai US$ 3,61 miliar, tertinggi sejak Desember 2010.

"(Surplus) neraca perdagangan kemungkinan masih akan lebar sampai akhir tahun. Walau biasnaya pada akhir tahun ada tekanan impor karena faktor musiman," sebut riset Citi.

Surplus neraca perdagangan yang terjaga sampai akhir tahun berarti bukan tidak mungkin transaksi berjalan (current account) kembali positif pada kuartalIV-2020. Pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan membukukan surplus 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), surplus pertama sejak kuartal III-2010.

Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Pasokan valas dari pos ini lebih berjangka panjang, berkesinambungan, ketimbang yang datang dari investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money.

Oleh karena itu, transaksi berjalan seringkali dipandang sebagai fondasi penopang nilai tukar suatu mata uang. Dalam transaksi berjalan sehat terdapat nilai tukar mata uang yang kuat.

Jadi rilis data perdagangan akan menjadi sentimen positif bagi mata uang Ibu Pertiwi. Rupiah punya fundamental yang lebih kuat, tidak perlu lagi terlalu cemas terhadap gangguan dari luar.

Situasi rupiah yang kondusif bin aman-terkendali membuat BI punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan. Sebelumnya, pertimbangan BI belum menurunkan suku bunga memang karena memikirkan rupiah. Ketika suku bunga turun, dikhawatirkan berinvestasi di Indonesia menjadi kurang menarik sehingga arus modal asing enggan masuk ke pasar keuangan Tanah Air dan membuat rupiah melemah.

Namun kini rupiah punya 'beking' yang kuat bernama transaksi berjalan yang sehat. Kalau rupiah sampai melemah, maka itu hanya fenomena sesaat karena secara fundamental rupiah punya ruaang untuk terapresiasi.

Oleh karena itu, BI bisa lebih tenang kalaupun mau memangkas suku bunga acuan. Apalagi ada kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular