Polling CNBC Indonesia

Pertanda RI Mau Resesi Muncul Lagi, Bisa Sampai Depresi?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 September 2020 15:27
Penjualan Buku Bekas di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Penjualan Buku Bekas di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia diperkirakan kembali membukukan deflasi pada September 2020. Jika terwujud, maka deflasi akan terjadi sepanjang kuartal III-2020.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi September pada 1 Oktober. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi deflasi -0,03% secara bulanan (month-to-month/MtM). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/YoY) menjadi 1,43% dan inflasi inti tahunan 2%.

Institusi

Inflasi MtM (%)

Inflasi YoY (%)

Inflasi Inti YoY (%)

ING

-

1.43

-

CIMB Niaga

-0.03

1.44

2

Citi

-0.15

1.32

1.93

Maybank Indonesia

-0.01

1.46

2

Danareksa Research Institute

-0.01

1.42

2.19

BCA

-0.05

1.42

1.99

BNI Sekuritas

-0.03

1.44

-

Bank Permata

-0.07

1.4

1.88

ANZ

0

1.47

2

MEDIAN

-0.03

1.43

2

Sebelumnya, deflasi sudah terjadi pada Juli dan Agustus masing-masing -0,1 dan -0,05%. Jadi kalau September betul-betul deflasi lagi, maka deflasi akan terjadi sepanjang kuartal III tanpa terputus.

Deflasi, apalagi sampai berbulan-bulan seperti ini, mencerminkan ekonomi sedang 'sakit'. Dunia usaha tidak berani menaikkan harga karena khawatir permintaan semakin anjlok. Konsumen pun cenderung menahan pembelian karena ketidakpastian pendapatan, apakah besok masih bisa gajian atau tidak.

Ya, tanda-tanda pelemahan daya beli memang semakin nyata. Ini terlihat dari pergerakan inflasi inti yang terus menukik.

Inflasi inti berisi harga barang dan jasa yang susah bergerak (persisten). Jadi kalau harga yang susah bergerak saja sampai turun, apalagi dalam kecepatan yang konstan, maka berarti permintaan sedang benar-benar lesu karena rumah tangga menahan belanja.

Sepertinya pelemahan konsumsi rumah tangga semakin hari kian terlihat nyata. Sementara konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran.

growthBadan Pusat Statistik



Oleh karena itu, kontraksi atau pertumbuhan negatif PDB pada kuartal III-2020 adalah sebuah keniscayaan, mustahil untuk dihindari. Ekonomi Indonesia sudah mengalami kontraksi pada kuartal sebelumnya. Dengan demikian, Indonesia akan segera sah masuk jurang resesi karena PDB menyusut dalam dua kuartal beruntun.

Oke lah, kuartal III-2020 memang sudah begitu, tidak bisa terselamatkan. It is what it is. Sekarang yang penting bagaimana ke depan, sebab kalau resesi berkepanjangan, katakanlah sampai minimal dua tahun, itu namanya sudah depresi.

So, apakah Indonesia juga rentan masuk ke jurang yang lebih dalam yaitu depresi?

Sepertinya tidak. Sebab ekonomi Ibu Pertiwi diperkirakan sudah bangkit tahun depan. Bukan sekadar bangkit, tetapi mencatat pertumbuhan yang cukup impresif.

Lembaga

Pertumbuhan Ekonomi 2020 (%)

Pertumbuhan Ekonomi 2021 (%)

Bank Dunia

-1,6

4,4

IMF

-0,3

6,1

ADB

-1

5,3

OECD

-3,3

5,3

 

Dalam laporan terbaru Bank Dunia berjudul From Containment to Recovery, disebutkan bahwa resesi yang dialami Indonesia tidak separah negara-negara tetangga Asia Timur dan Pasifik lainnya. Sebab ketergantungan Indonesia terhadap perdagangan internasional relatif minim. Indonesia juga tidak terlampau bergantung terhadap pengiriman uang dari luar negeri (remitansi).

growthBank Dunia

"Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Filipina dalam hal eksposur terhadap dunia melalui perdagangan, pariwisata, dan remitansi. Jadi output ekonomi Indonesia mengalami dampak yang lebih ringan ketimbang Filipina," sebut laporan Bank Dunia.

Indonesia memang akan segera menyongsong resesi. Namun kalau untuk depresi, rasanya kok tidak ya. Semoga...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular