Ramalan Terbaru Bank Dunia: RI Resesi Sih, Tapi 'Cetek' Saja

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 September 2020 14:27
World Bank
Foto: World Bank (Reuters)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gaung soal Indonesia bakal mengalami resesi sudah sangat sering terdengar di telinga publik. Setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani, kini giliran lembaga keuangan global Bank Dunia yang mengamini hal itu. 

Dalam laporan yang bertajuk From Containment to Recovery untuk edisi Oktober 2020, Bank Dunia memperkirakan output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bakal ambles ke -1,6% pada 2020. Angka ini tidak jauh dari perkiraan terburuk Sri Mulyani untuk tahun ini.

Namun itu merupakan proyeksi paling optimistis. Dalam skenario terburuk lembaga yang bermarkas di Washington DC itu memproyeksi kontraksi ekonomi Indonesia bakal lebih dalam di angka -2%. 

Proyeksi Bank Dunia kali ini jauh lebih rendah dari ramalan Juni lalu. Kala itu Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia tak tumbuh 0%. Ada penurunan 160 basis poin mengindikasikan bahwa kondisi perekonomian dalam negeri kian memburuk.

Namun menariknya adalah kontraksi perekonomian Indonesia ini masih lebih baik dibandingkan dengan yang terjadi di negara tetangga. Ekonomi ASEAN diperkirakan menyusut -3,5% pada skenario base line dan ambrol hingga -4,7% dengan worst scenario.

Proyeksi

Ini sekaligus menempatkan perekonomian Indonesia terbaik ketiga setelah Vietnam yang diramal masih mampu tumbuh positif dan Myanmar yang tumbuh minimalis pada skenario base line

Untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang diperkirakan ekonominya masih berada di jalur pertumbuhan teritori positif adalah China (tumbuh 2,0%), Vietnam (tumbuh 2,8%) dan Myanmar (tumbuh 0,5%).

Salah satu faktor yang membuat Indonesia mengalami resesi yang tak separah negara tetangga lainnya adalah keterkaitan ekonomi Indonesia terhadap ekonomi global. Hal ini juga sempat disinggung dalam laporan Morgan Stanley beberapa bulan lalu.

Kontribusi ekspor barang dan jasa Indonesia terhadap PDB masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Sementara menurut Bank Dunia, ekonomi negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik terintegrasi dengan perekonomian global melalui aliran barang, jasa, tenaga kerja dan modal.

Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan Vietnam, eksposur Indonesia terhadap perdagangan dan remitansi masih lebih rendah. Hal ini membuat Indonesia cenderung lebih kebal terhadap penurunan permintaan global akibat pandemi Covid-19.

Eksposur

Dengan lebih dari 268 juta penduduknya, ekonomi Tanah Air memang ditopang oleh konsumsi domestik. Pos ini berkontribusi terhadap lebih dari 50% dari total PDB Indonesia. Hal ini berbeda dengan Thailand yang sangat bergantung pada ekspor dan juga sektor pariwisata. 

Ketahanan RI relatif dibandingkan dengan negara tetangga memang jadi satu kabar yang cukup positif. Namun bukan berarti Bank Dunia tak memberi catatan untuk Indonesia. 

Salah satu kunci agar perekonomian suatu negara bangkit dari pandemi Covid-19 adalah tergantung pada kapasitas deteksinya, pencegahan penyebaran lebih lanjut, serta kemampuan untuk mengobati yang sakit.

Di Asia Tenggara, Bank Dunia menyoroti Kamboja dan Myanmar yang kapasitasnya termasuk rendah. Sebenarnya kapasitas Indonesia tergolong menengah, kalau menurut WB. Namun Indonesia dirasa masih perlu untuk mencari metode penanganan yang efektif guna menekan laju penyebaran Covid-19 yang terus naik.

Kontainment

Sudah hampir satu semester dilanda wabah, kasus positif di dalam negeri masih saja terus mencetak rekor. Jumlah kasus baru positif Covid-19 di dalam negeri pada 25 September lalu bahkan sempat mencapai 4.800-an. Ini rekor tertinggi yang pernah tercatat.

Kemarin kasus positif Covid-19 di Indonesia kini sudah menyentuh angka 278.722. Indonesia kini menduduki peringkat ke-23 klasemen Covid-19 global di bawah Filipina, Jerman tetapi di atas Israel.

"Indonesia belum memberlakukan lockdown yang ketat dan tampaknya mengandalkan tindakan yang lebih lunak, sementara Filipina telah berulang kali melakukan lockdown dan pembukaan kembali yang ketat," tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Kedua negara memiliki keunggulan dari segi populasi yang berusia muda. Namun sayangnya populasi usia produktif ini harus merasakan penderitaan karena sebagian besar bergantung pada sektor informal.

Indonesia jauh lebih sedikit terpapar dibandingkan Filipina terhadap resesi global melalui perdagangan, pariwisata, dan pengiriman uang (remitansi). Oleh karena itu, output Indonesia diproyeksikan tidak terlalu terpengaruh dibandingkan Filipina, tetapi prospeknya tidak pasti.

"Indonesia, karena kondisi domestik, dan Filipina, baik karena kondisi domestik maupun eksternal, menghadapi prospek pemulihan ekonomi yang tidak merata dan tidak stabil." tulis Bank Dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular