Newsletter

Rupiah di Bawah 14.000/US$ & IHSG ke 5.000 Lagi Hari Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 June 2020 06:11
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri melemah pada perdagangan Kamis (4/6/2020) kemarin, meski sempat terindikasi akan menghijau. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) kompak melemah.

Padahal, rencana pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta resmi diumumkan, aset-aset dalam negeri justru melemah. Sentimen new normal dan pelonggaran PSBB di Jakarta masih akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan dalam negeri di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (5/6/2020).



IHSG yang sempat melesat ke atas level psikologis 5.000 di awal sesi harus mengakhiri perdagangan di level 4.916,704, melemah 0,49%. Pelemahan tersebut sekaligus mengakhiri rentetan penguatan dalam 6 hari beruntun. Total penguatan yang dicatat selama reli tersebut sebesar 8,69%.



Tetapi kabar bagusnya, investor asing kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 980,12 miliar di all market. 2 hari sebelumnya, asing juga melakukan net buy sebesar Rp 1,5 triliun, dan Rp 872,35 miliar.

Kembali masuknya investor asing ke dalam negeri tentunya menjadi indikasi naiknya tingkat kepercayaan terhadap aset-aset dalam negeri.

Rupiah kemarin melemah tipis 0,07% ke Rp 14.060/US$ setelah sempat tarik-ulur antara penguatan dan pelemahan di awal perdagangan. Rupiah sempat melemah 0,71% di Rp 14.150/US$, dan menguat 0,14% tetapi sayangnya belum mampu menyentuh level psikologis Rp 14.000/US$.


Kinerja impresif rupiah dalam 2 hari sebelumnya akhirnya terhenti. Pada hari Rabu rupiah melesat tajam 2,29% di pasar spot, sehari sebelumnya sebesar 1,34%. Sementara pada periode April-Mei Mata Uang Garuda juga tercatat menguat tercatat melesat lebih dari 10%. Sehingga total penguatan rupiah pada periode tersebut lebih dari 13%.

Penguatan tajam IHSG dan rupiah tersebut memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat keduanya melemah.

Sementara itu dari pasar obligasi, yield SBN tenor 10 tahun kemarin naik 6,9 basis poin ke 7,074% setelah hari sebelumnya turun tajam 22,1 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Daya tarik SBN juga sedang tinggi-tingginya yang membuat yield-nya turun tajam 2 hari lalu. Tingginya daya tarik SBN terlihat dari lelang yang dilakukan pemerintah Selasa lalu, penawarannya mencapai 105,27 triliun. Ada 7 seri SBN yang dilelang kemarin, dengan target indikatif pemerintah sebesar US$ 20 triliun, artinya terjadi oversubscribed 5,2 kali.

Pemerintah menyerap Rp 24,3 triliun dari seluruh penawaran yang masuk, di atas target indikatif, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.

Mood pelaku pasar global saat ini sedang sedang bagus akibat new normal atau singkatnya menjalankan kehidupan dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) mulai dilakukan di seluruh belahan bumi ini. Dengan demikian, roda bisnis perlahan kembali berputar sehingga berpeluang terlepas dari ancaman resesi global.



Ketika mood investor sedang bagus, aliran modal akan kembali masuk ke negara emerging market yang memberikan imbal hasil tinggi. Hal tersebut membuat aset-aset dalam negeri melesat sebelum terkoreksi kemarin.

Terkait new normal, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, hari ini memutuskan melanjutkan PSBB meski dengan pelonggaran, atau yang disebut masa transisi.

"Kami di gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 DKI Jakarta, kita memutuskan untuk menetapkan status PSBB di DKI Jakarta diperpanjang dan menetapkan bulan Juni ini sebagai masa transisi," kata Anies dalam keterangan pers di Balai Kota, Jakarta, Kamis (4/6/2020).

Ia menjelaskan, transisi itu bertujuan untuk menuju kondisi masyarakat yang produktif dan aman Covid-19. Dalam masa ini, Anies bilang kegiatan ekonomi bertahap bisa dilakukan, namun ada batasan yang harus ditaati.

Tim Gugus Tugas dan Pemda DKI pun telah membuat roadmap untuk pembukaan fasilitas-fasilitas publik selama masa transisi ini. Pada pekan pertama (5-7 Juni) tempat ibadah bisa kembali dibuka dengan kapasitas maksimal 50%. Kemudian pada pekan kedua perkantoran, rumah makan dan lain-lain juga bisa kembali dibuka, tetap dengan kapasitas 50%. Mal dan tempat rekreasi baru akan dibuka kembali pada pekan ketiga.



Pengumuman tersebut menjadi salah satu faktor IHSG berbalik arah, sebelumnya ada harapan pusat perbelanjaan seperti mal akan dibuka pada pekan depan. Tetapi mal baru diizinkan beroperasi pada pekan ketiga.

Tetapi tetap saja dengan adanya kepastian PSBB dilonggarkan, roda perekonomian akan kembali berputar meski secara perlahan. Itu bisa berdampak bagus, mengingat Jakarta merupakan pusat ekonomi Indonesia. Kontribusi Jakarta terhadap produk domestic bruto (PDB) nasional sebesar 17,94% pada tahun 2019.

Ketika roda bisnis kembali berputar di Jakarta tentunya dapat membantu rebound perekonomian Indonesia yang sedang merosot.



[Gambas:Video CNBC]




Bursa saham AS (Wall Street) senasib dengan IHSG, menguat di awal perdagangan tapi harus berakhir di zona merah pada perdagangan Kamis. Aksi profit taking juga menerpa bursa dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia ini.

Indeks S&P 500 melemah 0,3% ke 3.112,35, dan Nasdaq turun 0,7% ke 9.615,81. Keduanya mengakhiri penguatan dalam 4 hari beruntun. Sementara indeks Dow Jones mencatat penguatan tipis 0,05% ke 26.281,82.

Sejak menyentuh level terendah tahun ini pada 23 Maret lalu, Wall Street sudah meroket lagi, sehingga wajar diterpa aksi profit taking. Sejak saat itu hingga kemarin, indeks S&P 500 melesat lebih dari 42% dan Dow Jones lebih dari 43%. Sementara Nasdaq yang menyentuh level terendah tahun ini pada akhir Maret sudah melesat lebih dari 46%.



Indeks Nasdaq 100, indeks 100 perusahaan non-finansial terbesar di Nasdaq, kemarin sempat melesat hingga menyentuh rekor tertinggi intraday, sebelum akhirnya berbalik melemah 0,8%. Pergerakan tersebut menjadi indikasi aksi profit taking di akhir perdagangan.

Saham Amazon, PepsiCo, Costo dan PayPal menjadi penopang Nasdaq 100 mencapai rekor tertinggi intraday. Sejak 23 Maret, saham Amazon sudah menguat nyaris 30%, PepsiCo 24%, Costo 8%, dan PayPal meroket lebih dari 81%.



Data klaim tunjangan pengangguran AS yang dirilis kemarin cukup membebani sentimen pelaku pasar. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim tunjangan pengangguran pada pekan lalu bertambah sebanyak 1,877 juta, lebih tinggi dari estimasi Dow Jones sebesar 1,775 juta klaim.

Data yang lebih tinggi dari estimasi tersebut tentunya membuat pelaku pasar lebih berhati-hati dalam melihat dampak Covid-19 ke pasar tenaga kerja AS. Padahal pada hari Rabu, Automatic Data Processing Inc. (ADP) melaporkan sektor swasta AS mengurangi 2,76 juta tenaga kerja sepanjang bulan Juni. Pengurangan karyawan tersebut jauh lebih baik dari prediksi para ekonom yang disurvei Dow Jones sebesar 8,75 juta.

Laporan ADP menunjukkan dampak Covid-19 ke pasar tenaga kerja di bulan Mei tidak separah perkiraan pelaku pasar, dan menjadi salah satu penopang penguatan Wall Street di hari Rabu.

Data ADP dan klaim tunjangan pengangguran tersebut menjadi salah satu acuan memprediksi data tenaga kerja AS versi pemerintah yang akan dirilis malam nanti. Data tenaga kerja merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian, sehingga sebelum rilis tersebut pelaku pasar sedikit berhati-hati, dan aksi profit taking terjadi di Wall Street.

Wall Street yang bervariasi pada perdagangan Kamis tentunya kurang membawa angin segar di Asia. Tetapi pelemahan yang terjadi akibat aksi profit taking jelang rilis data tenaga kerja AS, tentunya masih menyisakan sentimen positif.

Ekonom yang disurvei Down Jones memprediksi tingkat pengangguran AS di bulan Mei akan naik menjadi 19,5%, sementara jumlah tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) diramal sebanyak 8,3 juta.

Meski demikian, kondisi pasar tenaga kerja di bulan Juni diprediksi akan jauh membaik. Bank of Amerika memprediksi PHK di bulan Mei sebanyak 8 juta orang, tetapi ada kemungkinan akan lebih sedikit sebab beberapa negara bagian sudah mulai melonggarkan lockdown dan memutar kembali roda perekonomian secara perlahan.

"Mei adalah bulan transisi. PHK masih sangat tinggi, tetapi di akhir bulan kembali terjadi perekrutan tenaga kerja. Data di bulan Mei bisa jadi puncak dari bencana di pasar tenaga kerja," kata Ethan Harris, kepala ekonom global di Bank of Amerika, sebagaimana dilansir CNBC International.

Adanya peluang data tenaga kerja AS akan lebih baik dari prediksi tentunya bisa mengangkat sentimen pelaku pasar Asia hari ini.



Sementara itu pelonggaran PSBB di Jakarta bisa dikatakan belum direspon penuh oleh pelaku pasar kemarin. Pengumuman pelonggaran baru dilakukan pada tengah hari, sehingga belum sempat dicermati dengan baik, akibatnya pasar terbawa arus aksi profit taking.

Kini sehari berselang, kepastian pelonggaran PSBB, meski tidak secepat yang diharapkan tentu memberikan dampak positif ke perekonomian. Kata kuncinya adalah kepastian, karena ketidakpastian adalah musuh utama pasar.

Sentimen positif lainnya datang dari Benua Biru. Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) kembali menggelontorkan stimulus guna meredam dampak pandemi Covid-19.

ECB dalam pengumuman kebijakan moneter kemarin malam mengatakan menambah nilai Pandemic Emergency Purchase Programme (PEPP), yakni program pembelian aset (obligasi pemerintah), sebesar 600 miliar euro.

Bank Bank sentral yang dipimpin Chirstine Lagarde, mantan direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), merilis PEPP pertama pada Maret lalu, dengan nilai sebesar 750 miliar euro. Sehingga total stimulus yang digelontorkan ECB mencapai 1,35 triliun euro.

ECB mengatakan durasi program ini juga ditambah, sebelumnya berakhir pada Desember 2020, tetapi kini diperpanjang hingga Juni 2021 atau hingga ECB yakin krisis akibat Covid-19 sudah berlalu.

Stimulus moneter menjadi salah satu alasan bursa saham global mampu bangkit belakangan ini. Semakin besar stimulus yang digelontorkan, harapan perekonomian akan pulih lebih cepat semakin membuncah, dan membuat mood investor membaik. Sehingga peluang IHSG kembali menembus 5.000 pada hari ini terbuka cukup lebar. 


Pergerakan harga minyak mentah juga patut dicermati. Ketika harga minyak mentah terus menanjak naik, maka harga komoditas ekspor andalan Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara juga bisa ikut terkerek naik.

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan beberapa negara lainnya atau yang disebut OPEC+ seharusnya mengadakan pertemuan pada 9-10 Juni mendatang tetapi Reuters melaporkan bisa dipercepat menjadi pekan ini.

OPEC+ akan meninjau kebijakan pemangkasan produksi minyak mentah sebesar 9,7 juta barel/hari atau setara 10% dari suplai global yang akan berakhir di bulan ini. Pemangkasan produksi sebesar itu hanya dilakukan selama 2 bulan (Mei dan Juni) kemudian jumlahnya akan dikurangi menjadi 8 juta barel/hari mulai bulan Juli sampai akhir tahun. Pada tahun 2021 hingga bulan April, jumlah produksi yang dipangkas sebesar 6 juta barel/hari.

Tetapi kini OPEC+ dikabarkan akan memperpanjang pemangkasan produksi 9,7 juta barel/hari hingga akhir bulan depan.

Pemangkasan produksi OPEC+ menjadi salah satu faktor yang membawa harga minyak mentah melesat naik. Pada pertengahan April lalu, harga minyak mentah jenis Brent berada di bawah US$ 20/barel, kini sudah melesat ke kisaran US$ 40/barel. Sementara itu, minyak mentah jenis WTI bahkan sempat minus, dan kini berada di kisaran US$ 39/barel.



Sementara itu dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo hari ini kembali akan memberikan briefing Perkembangan Ekonomi Terkini. Salah satu penyebab penguatan tajam rupiah belakangan adalah "restu" dari BI.

Perry pada pekan lalu mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pademi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.

"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).

Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.

Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.

Pernyataan terbaru dari Perry, jika mendukung berlanjutnya penguatan tajam rupiah belakangan ini bisa jadi akan membawa rupiah akhirnya menembus ke bawah Rp 14.000/US$.



Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
  • Data Belanja Konsumen Jepang April (6.30 WIB)
  • Data Cadangan Devisa Jepang Mei (6.50 WIB)
  • Data Pesanan Pabrik Jerman April (13.00 WIB)
  • Data Produksi Industri Spanyol April (14.00 WIB)
  • Data Penjualan Ritel Italia April (15:00 WIB)
  • Data Tingkat Keyakinan Konsumen Spanyol Mei (17.30 WIB)
  • Data Tenaga Kerja AS Mei (19:30 WIB) 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (Mei 2020 YoY)

2,19%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (1Q20)

-1,4% PDB

Cadangan devisa (April 2020)

US$ 127,88 miliar



TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular