Newsletter

Rupiah di Bawah 14.000/US$ & IHSG ke 5.000 Lagi Hari Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 June 2020 06:11
Ilustrasi Kilang Minyak
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)
Pergerakan harga minyak mentah juga patut dicermati. Ketika harga minyak mentah terus menanjak naik, maka harga komoditas ekspor andalan Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara juga bisa ikut terkerek naik.

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan beberapa negara lainnya atau yang disebut OPEC+ seharusnya mengadakan pertemuan pada 9-10 Juni mendatang tetapi Reuters melaporkan bisa dipercepat menjadi pekan ini.

OPEC+ akan meninjau kebijakan pemangkasan produksi minyak mentah sebesar 9,7 juta barel/hari atau setara 10% dari suplai global yang akan berakhir di bulan ini. Pemangkasan produksi sebesar itu hanya dilakukan selama 2 bulan (Mei dan Juni) kemudian jumlahnya akan dikurangi menjadi 8 juta barel/hari mulai bulan Juli sampai akhir tahun. Pada tahun 2021 hingga bulan April, jumlah produksi yang dipangkas sebesar 6 juta barel/hari.

Tetapi kini OPEC+ dikabarkan akan memperpanjang pemangkasan produksi 9,7 juta barel/hari hingga akhir bulan depan.

Pemangkasan produksi OPEC+ menjadi salah satu faktor yang membawa harga minyak mentah melesat naik. Pada pertengahan April lalu, harga minyak mentah jenis Brent berada di bawah US$ 20/barel, kini sudah melesat ke kisaran US$ 40/barel. Sementara itu, minyak mentah jenis WTI bahkan sempat minus, dan kini berada di kisaran US$ 39/barel.



Sementara itu dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo hari ini kembali akan memberikan briefing Perkembangan Ekonomi Terkini. Salah satu penyebab penguatan tajam rupiah belakangan adalah "restu" dari BI.

Perry pada pekan lalu mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pademi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.

"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).

Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.

Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.

Pernyataan terbaru dari Perry, jika mendukung berlanjutnya penguatan tajam rupiah belakangan ini bisa jadi akan membawa rupiah akhirnya menembus ke bawah Rp 14.000/US$.


(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular