Newsletter

Asing 'Menggila', IHSG-Rupiah Siap Tembus Level Psikologis

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 June 2020 06:09
Ilustrasi Bursa, Pergerakan Layar IHSG di Gedung BEI Bursa Efek Indonesia  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa, Pergerakan Layar IHSG di Gedung BEI Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri kembali menguat tajam pada perdagangan Rabu (3/6/2020) kemarin, melanjutkan kinerja impresif di awal Juni. Euforia new normal di seluruh belahan dunia membuat sentimen pelaku pasar membaik, dampaknya investor asing melakukan aksi beli "gila-gilaan" di pasar keuangan Indonesia.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,93% ke 4.941,06 dan berada di level tertinggi sejak 7 April. Bursa kebanggaan Tanah Air ini juga membukukan penguatan 6 hari beruntun.



Berdasarkan data RTI, nilai transaksi pada perdagangan kemarin sebesar Rp 12,86 triliun, dengan investor asing melakukan aksi beli bersih Rp 1,5 triliun di pasar reguler. Aksi beli "gila-gilaan" tersebut melanjutkan hari sebelumnya, saat investor asing net buy sebesar 872,35 miliar.




Aksi beli masif sebelumnya juga terjadi di pasar lelang obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) Selasa lalu. Tingginya minat investor membuat nilai penawaran yang masuk mencapai 105,27 triliun. Ada tujuh seri SBN yang dilelang kemarin, dengan target indikatif pemerintah sebesar US$ 20 triliun, artinya terjadi kelebihan permintaan (oversubscribed) 5,2 kali.

Pemerintah menyerap Rp 24,3 triliun dari seluruh penawaran yang masuk, di atas target indikatif, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.




Tingginya minat investor terhadap SBN juga terlihat di pasar sekunder, yield SBN tenor 10 tahun kemarin turun 22,1 basis poin (bps) menjadi 7,005%, yang menjadi level terendah sejak 12 Maret.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Derasnya inflow di pasar saham dan obligasi membuat rupiah berjaya, melesat 2,29% ke Rp 14.050/US$. Rupiah bahkan menaklukan semua mata uang dunia kemarin.



Rupiah kini sudah sangat dekat dengan level psikologis Rp 14.000/US$, begitu juga IHSG dekat dengan level 5.000. Jika momentum penguatan berlanjut pada hari ini, tentunya akan mudah bagi keduanya untuk melewati level psikologis tersebut pada hari ini, Kamis (4/6/2020)




Mood pelaku pasar global sedang bagus akibat new normal atau singkatnya menjalankan kehidupan dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) mulai dilakukan di seluruh belahan bumi ini. Dengan demikian, roda bisnis perlahan kembali berputar sehingga berpeluang terlepas dari ancaman resesi global.

Negara-negara di Asia dan Eropa hampir semuanya akan memutar kembali roda perekonomiannya dengan melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Begitu juga dengan Amerika Serikat, negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.

Ketika mood investor sedang bagus, aliran modal akan kembali masuk ke negara emerging market dan aset-aset dengan imbal hasil tinggi. Pasar keuangan dalam negeri pun banjir rejeki, investor asing belanja "gila-gilaan."

[Gambas:Video CNBC]



Bursa saham AS (Wall Street) kembali mencatat penguatan pada perdagangan Rabu, ditopang rilis data ekonomi yang lebih bagus dari prediksi, memberikan harapan perekonomian akan segera bangkit setelah kebijakan lockdown di longgarkan.

Indeks Dow Jones menguat 2,1% ke 26.269,89, dan membukukan penguatan tiga hari beruntun. Indeks S&P 500 mencatat penguatan 4 hari beruntun, terpanjang sejak bulan Februari setelah menguat 1,4% di 3.122,87 kemarin. Indeks Nasdaq menguat 0,8% ke 9.682,91.

Automatic Data Processing Inc (ADP) kemarin merilis data tenaga kerja AS sektor swasta yang kembali merosot, tetapi lebih baik dari estimasi. Begitu juga dengan Institute for Supply Management (ISM) yang menunjukkan kontraksi sektor jasa AS tak seburuk prediksi.

"Kita sekali lagi melihat investor masuk ke aset-aset berisiko hari ini. Semua itu berhubungan dengan data ekonomi yang dirilis. Pasar berfikir yang terburuk sudah lewat, dan ekonomi mulai bangkit," kata Ryan Nauman, ahli stretegi pasar di Financial Intelligence, sebagaimana dilansir CNBC International.



Indeks S&P 500 sudah menguat 2% sepanjang bulan Juni, dan jika dilihat dari level terendah Maret, ketika mengalami aksi jual akibat Covid-19, S&P 500 sudah melesat lebih dari 42%.

Selain itu, data yang dikumpulkan oleh LPL Financial menunjukkan penguatan S&P 500 dalam 50 hari terakhir merupakan yang terbesar sepanjang sejarah.

Sementara itu tensi di negeri Paman Sam mulai menurun setelah demonstrasi anti-rasisme yang terjadi akibat meninggalnya warga kulit hitam George Floyd oleh polisi mulai berjalan damai, kerusuhan mereda di berbagai negara bagian.



Demonstrasi tersebut memasuki hari ke 8 dan sebelumnya terjadi kerusuhan nyaris di berbagai negara bagian dan kota besar. Senin lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan telah memerintahkan ribuan tentara yang bersenjata lengkap, personel militer dan petugas penegak hukum untuk mengamankan demo anti-rasisme.

"Saya memobilisasi semua sumber daya federal dan lokal, sipil dan militer, untuk melindungi hak-hak hukum orang Amerika yang taat," kata Trump dalam pidato di Gedung Putih, Senin (1/6/2020).

"Hari ini saya sangat merekomendasikan kepada setiap gubernur untuk mengerahkan Pengawal Nasional (Garda Nasional) dalam jumlah yang cukup sehingga kita mendominasi jalanan. Walikota dan gubernur harus membangun kehadiran yang luar biasa sampai kekerasan diatasi," tambah Trump, sebagaimana dilaporkan CNBC International.

"Jika kota atau negara bagian menolak mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan properti warga mereka, saya akan menurunkan pasukan militer AS dan segera menyelesaikan masalah mereka," tegas Trump.

Usai pernyataan Trump tersebut, Kementerian Pertahanan AS mengatakan mengirim 16.000 tentara untuk mengamankan wilayah Washington DC, ibukota Amerika Serikat.

Presiden Trump belum lagi memberikan pernyataan sejak awal pekan tersebut.

"Meski ada beberapa isu penting, seperti kerusuhan di AS, hubungan dengan China, dan pandemi Covid-19, pasar saham tetap berfokus pada satu hal, diputarnya kembali roda perekonomian di AS dan secara global," kata Jim Paulsen, kepala strategi investasi di Leuthold Group, sebagaimana dilansir CNBC Internasional. Kiblat bursa saham dunia, Wall Street kembali menguat Rabu kemarin, tentunya akan mengirim sinyal positif ke pasar Asia, termasuk Indonesia pagi ini. Sentimen new normal benar-benar membuat mood pelaku pasar membaik dan terus masuk ke aset-aset berisiko.

Rilis data ekonomi yang tidak seburuk prediksi di AS menimbulkan harapan perekonomian akan segera bangkit. Ketika ekonomi AS perlahan pulih, pertumbuhan ekonomi dunia perlahan juga akan terkerek naik. Maklum saja, AS merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.

ADP pada Rabu kemarin melaporkan sektor swasta AS mengurangi 2,76 juta tenaga kerja sepanjang bulan Juni. Pengurangan karyawan tersebut jauh lebih baik dari prediksi para ekonom yang disurvei Dow Jones sebesar 8,75 juta.

"Pengurangan tenaga kerja di bulan Mei jelas merupakan hal yang buruk, tetapi tidak separah perkiraan," kata Mark Zandi, kepala ekonomi di Moody's Analytics yang bekerja sama dengan ADP dalam mengumpulkan data.

Sementara itu ISM juga melaporkan sektor non-manufaktur AS mulai bangkit. Hal tersebut terlihat dari purchasing managers' index (PMI) non-manufaktur yang naik menjadi 45,4 di bulan Mei dari bulan April 41,8. Angka di bulan April tersebut merupakan kontraksi pertama sejak Desember 2009, dan yang terdalam sejak Maret 2009.



Data PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atas 50 berarti ekspansi, di bawah 50 berarti kontraksi.

Rilis data ADP dan ISM tersebut bisa menjadi sinyal masa-masa terburuk sudah lewat.

Selain AS, tanda-tanda kebangkitan ekonomi setelah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) berhasil diredam kembali ditunjukkan oleh China.

Minggu (31/5/2020) lalu, PMI manufaktur China bulan Mei dilaporkan sebesar 50,6, melambat dari bulan sebelumnya 50,8. Di bulan Maret, PMI manufaktur China berada di level 52, naik tajam ketimbang bulan Februari sebesar 35,7, yang merupakan kontraksi terdalam sepanjang sejarah.



Dalam tiga bulan terakhir, sektor manufaktur China kembali mengalami ekspansi, meski melambat dalam dua bulan terakhir. Selasa kemarin, Caixin melaporkan PMI sektor jasa China bulan Mei yang melesat naik ke 55 dari bulan sebelumnya 44,7. Ini merupakan menjadi kali pertama sektor jasa China kembali bereskpansi setelah mengalami kontraksi dalam tiga bulan beruntun.

Data PMI China tersebut memberikan gambaran pemulihan ekonomi V-shape, merosot tajam akibat pandemi Covid-19, dan melesat naik ketika penyebaranya virus corona berhasil diredam.

Sekali lagi, new normal memberikan harapan akan bangkitnya perekonomian, dan mampu lepas dari resesi panjang.

Selain new normal, stimulus moneter dari bank sentral di berbagai negara juga menjadi salah satu faktor yang membuat pasar keuangan kembali bergairah. Bank sentral saat ini "jor-joran" menggelontorkan likuiditas ke perekonomian guna meredam dampak Covid-19.

Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menjadi perhatian hari ini. Bank sentral yang dipimpin Chirstine Lagarde, mantan direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), diprediksi kembali menambah stimulusnya.

Pada bulan Maret lalu, ECB merilis Pandemic Emergency Purchase Programme (PEPP), yakni program pembelian aset (obligasi pemerintah) senilai 750 miliar euro untuk tahun ini.

Analis dari Berenberg Economics, Florian Hense, memprediksi ECB akan menambah nilai PEPP tersebut sebesar 500 miliar euro dalam pengumuman kebijakan moneter malam nanti.

"Kami melihat 60% ECB akan menaikkan nilai pembelian asetnya, kemungkinan sebesar 500 miliar euro" tulis Hense dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.

"Outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang suram akan mempermudah justifikasi keputusan tersebut," tambahnya.

Harapan akan adanya tambahan stimulus membuat di Eropa membuat pelaku pasar semakin semangat masuk ke aset-aset berisiko, dan rupiah serta IHSG berpeluang melewati level psikologis hari ini.



Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
  • Neraca Dagang & Penjualan Ritel Australia April (8.30 WIB)
  • Data PMI Konstruksi Inggris Mei (15.30 WIB)
  • Data Penjualan Ritel Zona Euro April (16.00 WIB)
  • Pengumuman Kebijakan Moneter ECB (18.45 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (Mei 2020 YoY)

2,19%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (1Q20)

-1,4% PDB

Cadangan devisa (April 2020)

US$ 127,88 miliar




TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular