
Bye Dolar AS! Pelaku Pasar Kini Pilih Mata Uang Asia-Eropa
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 June 2020 18:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) kembali "dibuang" oleh pelaku pasar, dan memilih mata uang Asia dan Eropa di pekan ini. Hal tersebut tercermin dari merosotnya indeks dolar AS hingga ke level terlemah dalam 3 bulan terakhir.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat daya tarik dolar AS sebagai aset aman (safe haven) menurun. Makin intensnya kerusuhan di Negeri Paman Sam membuat daya tarik dolar AS menurun.
Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS pada hari ini. Rupiah sekali lagi memimpin penguatan sebesar 2,29%, jauh unggul dibandingkan mata uang lainnya. Hanya yuan China, rupee India, dan yen Jepang yang melemah melawan dolar AS.
Dari Eropa, euro dan poundsterling masing-masing menguat 0,29% dan 0,28% ke 1,2101/US$ dan 1,2583/US$. Hanya franc Swiss yang melemah 0,14%. Melemahnya yen Jepang dan franc Swiss, yang juga merupakan mata uang safe haven, menjadi indikasi sentimen pelaku pasar sedang bagus-bagusnya.
Akibat pelemahan tersebut, indeks dolar (DXY) melemah 0,17% ke 97,509 pada pukul 18:06 WIB. Level itu merupakan yang terendah sejak 12 Maret lalu. Sejak awal pekan, indeks yang jadi tolak ukur kekuatan dolar AS ini sudah melemah 0,85% sementara jika dilihat sejak pekan lalu, ketika kerusuhan mulai pecah di AS, indeks dolar sudah ambles 2,18%.
Mood pelaku pasar global sedang bagus akibat new normal atau singkatnya menjalankan kehidupan dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) mulai dilakukan di seluruh belahan bumi ini. Dengan demikian, roda bisnis perlahan kembali berputar sehingga berpeluang terlepas dari ancaman resesi global.
Negara-negara di Asia dan Eropa hampir semuanya akan memutar kembali roda perekonomiannya dengan melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Begitu juga dengan Amerika Serikat, negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.
Ketika mood investor sedang bagus, aliran modal akan kembali masuk ke negara emerging market dan aset-aset dengan imbal hasil tinggi, dan aset safe haven tidak menarik lagi.
Sementara itu dari AS, Demonstrasi yang berujung kerusuhan di AS sudah berlangsung selama 7 hari. Presiden AS Donald Trump mengatakan telah memerintahkan ribuan tentara yang bersenjata lengkap, personel militer dan petugas penegak hukum untuk mengamankan demo anti-rasisme.
"Saya memobilisasi semua sumber daya federal dan lokal, sipil dan militer, untuk melindungi hak-hak hukum orang Amerika yang taat," kata Trump dalam pidato di Gedung Putih, Senin (1/6/2020).
"Hari ini saya sangat merekomendasikan kepada setiap gubernur untuk mengerahkan Pengawal Nasional (Garda Nasional) dalam jumlah yang cukup sehingga kita mendominasi jalanan. Walikota dan gubernur harus membangun kehadiran yang luar biasa sampai kekerasan diatasi," tambah Trump, sebagaimana dilaporkan CNBC International.
Jika kota atau negara bagian menolak mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan properti warga mereka, tegas Trump, dia mengancam akan menurunkan pasukan militer AS.
Usai pernyataan Trump tersebut, pada Selasa waktu setempat, Kementerian Pertahanan AS mengatakan mengirim 16.000 tentara untuk mengamankan wilayah Washington DC, Ibukota Amerika Serikat. Kombinasi membaiknya sentimen pelaku pasar dan kerusuhan tersebut membuat dolar AS tak berdaya sejak pekan lalu.
Bank investasi ternama, Goldman Sachs, mulai mengambil posisi jual (short) dolar Amerika Serikat (AS) setelah negara-negara di berbagai belahan dunia melonggarkan kebijakan lockdown.
Secara khusus, Goldman Sachs memilih melihat mata uang krona Norwegia (NOK) akan sangat unggul saat new normal. Sehingga Goldman memberikan saran jual (short) dolar AS dan beli (long) untuk krona Norwegia.
Dalam catatan yang dikutip CNBC International, analis Goldman Sachs melihat infrastruktur kesehatan Norwegia dan posisi fiskal yang bagus sebagai dasar saran tersebut.
"Kondisi demografi dan infrastruktur medis domestik [Norwegia] menjadikan negara ini lebih siap menghadapi wabah ketimbang banyak negara lain. [Ditambah lagi] posisi fiskal yang kuat menempatkan [Norwegia] pada keuntungan yang berbeda," tulis tim riset yang dipimpin Co-Head Transaksi Kurs Goldman, Zach Pandl, pada Selasa (2/6/2020).
"Saat [negara] lain terpaksa membatasi dukungan kebijakan fiskal atau secara dramatis menambah pinjaman - keduanya berpotensi memicu mata uangnya negatif - Norwegia mampu mengembalikan dana dari investasinya di luar negeri, membantu mendukung ekonomi dan mata uangnya [terapresiasi]," tulis Goldman.
Dalam trading forex, posisi yang diambil adalah jual (short) pasangan USD/NOK, dan Goldman memberi target ke level 8,75/USD, dengan level stop loss (berhenti) jika krona terdepresiasi ke level 10,25/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Melemah Lawan Dolar AS, tapi Ada Kabar Baik buat Rupiah nih!
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat daya tarik dolar AS sebagai aset aman (safe haven) menurun. Makin intensnya kerusuhan di Negeri Paman Sam membuat daya tarik dolar AS menurun.
Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS pada hari ini. Rupiah sekali lagi memimpin penguatan sebesar 2,29%, jauh unggul dibandingkan mata uang lainnya. Hanya yuan China, rupee India, dan yen Jepang yang melemah melawan dolar AS.
Dari Eropa, euro dan poundsterling masing-masing menguat 0,29% dan 0,28% ke 1,2101/US$ dan 1,2583/US$. Hanya franc Swiss yang melemah 0,14%. Melemahnya yen Jepang dan franc Swiss, yang juga merupakan mata uang safe haven, menjadi indikasi sentimen pelaku pasar sedang bagus-bagusnya.
Akibat pelemahan tersebut, indeks dolar (DXY) melemah 0,17% ke 97,509 pada pukul 18:06 WIB. Level itu merupakan yang terendah sejak 12 Maret lalu. Sejak awal pekan, indeks yang jadi tolak ukur kekuatan dolar AS ini sudah melemah 0,85% sementara jika dilihat sejak pekan lalu, ketika kerusuhan mulai pecah di AS, indeks dolar sudah ambles 2,18%.
Mood pelaku pasar global sedang bagus akibat new normal atau singkatnya menjalankan kehidupan dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) mulai dilakukan di seluruh belahan bumi ini. Dengan demikian, roda bisnis perlahan kembali berputar sehingga berpeluang terlepas dari ancaman resesi global.
Negara-negara di Asia dan Eropa hampir semuanya akan memutar kembali roda perekonomiannya dengan melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Begitu juga dengan Amerika Serikat, negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.
Ketika mood investor sedang bagus, aliran modal akan kembali masuk ke negara emerging market dan aset-aset dengan imbal hasil tinggi, dan aset safe haven tidak menarik lagi.
Sementara itu dari AS, Demonstrasi yang berujung kerusuhan di AS sudah berlangsung selama 7 hari. Presiden AS Donald Trump mengatakan telah memerintahkan ribuan tentara yang bersenjata lengkap, personel militer dan petugas penegak hukum untuk mengamankan demo anti-rasisme.
"Saya memobilisasi semua sumber daya federal dan lokal, sipil dan militer, untuk melindungi hak-hak hukum orang Amerika yang taat," kata Trump dalam pidato di Gedung Putih, Senin (1/6/2020).
"Hari ini saya sangat merekomendasikan kepada setiap gubernur untuk mengerahkan Pengawal Nasional (Garda Nasional) dalam jumlah yang cukup sehingga kita mendominasi jalanan. Walikota dan gubernur harus membangun kehadiran yang luar biasa sampai kekerasan diatasi," tambah Trump, sebagaimana dilaporkan CNBC International.
Jika kota atau negara bagian menolak mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan properti warga mereka, tegas Trump, dia mengancam akan menurunkan pasukan militer AS.
Usai pernyataan Trump tersebut, pada Selasa waktu setempat, Kementerian Pertahanan AS mengatakan mengirim 16.000 tentara untuk mengamankan wilayah Washington DC, Ibukota Amerika Serikat. Kombinasi membaiknya sentimen pelaku pasar dan kerusuhan tersebut membuat dolar AS tak berdaya sejak pekan lalu.
Bank investasi ternama, Goldman Sachs, mulai mengambil posisi jual (short) dolar Amerika Serikat (AS) setelah negara-negara di berbagai belahan dunia melonggarkan kebijakan lockdown.
Secara khusus, Goldman Sachs memilih melihat mata uang krona Norwegia (NOK) akan sangat unggul saat new normal. Sehingga Goldman memberikan saran jual (short) dolar AS dan beli (long) untuk krona Norwegia.
Dalam catatan yang dikutip CNBC International, analis Goldman Sachs melihat infrastruktur kesehatan Norwegia dan posisi fiskal yang bagus sebagai dasar saran tersebut.
"Kondisi demografi dan infrastruktur medis domestik [Norwegia] menjadikan negara ini lebih siap menghadapi wabah ketimbang banyak negara lain. [Ditambah lagi] posisi fiskal yang kuat menempatkan [Norwegia] pada keuntungan yang berbeda," tulis tim riset yang dipimpin Co-Head Transaksi Kurs Goldman, Zach Pandl, pada Selasa (2/6/2020).
"Saat [negara] lain terpaksa membatasi dukungan kebijakan fiskal atau secara dramatis menambah pinjaman - keduanya berpotensi memicu mata uangnya negatif - Norwegia mampu mengembalikan dana dari investasinya di luar negeri, membantu mendukung ekonomi dan mata uangnya [terapresiasi]," tulis Goldman.
Dalam trading forex, posisi yang diambil adalah jual (short) pasangan USD/NOK, dan Goldman memberi target ke level 8,75/USD, dengan level stop loss (berhenti) jika krona terdepresiasi ke level 10,25/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Melemah Lawan Dolar AS, tapi Ada Kabar Baik buat Rupiah nih!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular