Newsletter

Awas Kebanting! Jangan 'Ugal-ugalan' Menyambut New Normal

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 June 2020 06:05
Presiden Donald Trump berjalan dari gerbang Gedung Putih untuk mengunjungi Gereja St. John di seberang Taman Lafayette.  (Foto AP / Patrick Semansky)
Foto: Presiden Donald Trump berjalan dari gerbang Gedung Putih untuk mengunjungi Gereja St. John di seberang Taman Lafayette. (Foto AP / Patrick Semansky)
Negara-negara di Asia, Eropa hampir semuanya akan memutar kembali roda perekonomiannya dengan melonggarkan kebijakan lockdown. Begitu juga dengan Amerika Serikat, negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia. 

Tetapi jangan sampai new normal menjadi euforia yang membuat aset-aset berisiko melesat "ugal-ugalan", karena masih ada risiko yang membayangi. Risiko pertama tentunya dari kemungkinan terjadinya gelombang kedua penyebaran Covid-19, jika itu sampai terjadi maka kebijakan lockdown bisa kembali diterapkan, roda perekonomian bisa kembali terhenti dan aksi jual di pasar keuangan terjadi lagi. 


Kemudian risiko yang kedua, masih belum bisa ditebak sejauh apa performa ekonomi saat new normal. Ekspektasi yang tinggi bisa menimbulkan kekecewaan yang besar, dan sekali lagi memicu aksi jual.

Kontraksi tajam perekonomian AS masih membayangi di kuartal ini, meski aktivitas bisnis berjalan lagi secara perlahan.

Federal Reserve Atlanta kini memprediksi produk domestik bruto (PDB) AS di kuartal II-2020 akan mengalami kontraksi alias minus 52,8% setelah rilis data PMI manufaktur AS di awal pekan. 

Belanja konsumen yang berkontribusi sekitar 68% dari total PDB AS diprediksi akan terkontraksi sebesar 58,1%, kemudian investasi swasta dengan kontribusi 17% dari PDB diramal berkontraksi 62,6%. 

Proyeksi dari The Fed Atlanta berubah-ubah menyesuaikan dengan rilis indikator ekonomi, dan akan semakin akurat ketika mendekati akhir kuartal II-2020, yakni 30 Juni nanti. 

Dengan proyeksi kontraksi nyaris 53% saat ini, rasa-rasanya sulit untuk terpangkas signifikan meski roda perekonomian mulai diputar lagi. 



China bisa menjadi contoh bagaimana perekonomian bekerja setelah Covid-19 berhasil diredam. Negara awal virus corona, sudah melonggarkan lockdown sejak bulan Maret lalu dan perekonomian bisa segera bangkit. Hal tersebut terlihat dari sektor manufaktur yang kembali berekspansi dalam 3 bulan beruntun setelah mengalami kontraksi tajam di bulan Februari. 

Minggu (31/5/2020) lalu, PMI manufaktur China bulan Mei dilaporkan sebesar 50,6, melambat dari bulan sebelumnya 50,8. Di bulan Maret, PMI manufaktur China berada di level 52, naik tajam ketimbang bulan Februari sebesar 35,7, yang merupakan kontraksi terdalam sepanjang sejarah. 



Data PMI manufaktur China tersebut memberikan gambaran pemulihan ekonomi V-shape, merosot tajam akibat pandemi Covid-19, dan melesat naik ketika penyebaranya virus corona berhasil diredam. Tetapi patut dicatat, ekspansi tersebut mengalami pelambatan lagi dua bulan terakhir. 

Artinya, perekonomian tidak bisa lepas landas begitu saja, masih ada tantangan yang harus dihadapi, sehingga jangan menaruh ekspektasi terlalu tinggi jika tidak ingin terbanting keras nantinya. 

Semua tentu berharap yang terbaik, perekonomian segera melesat naik, tetapi alangkah baiknya jika menilai kondisi saat ini secara bertahap. 

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular