
Newsletter
Corona Meminta Tumbal, Habis Harga Minyak Minus, Apa Lagi?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
22 April 2020 06:21

Dengan pertambahan jumlah kasus COVID-19 di berbagai daerah di dalam negeri, kini tak hanya wilayah Jabodetabek saja yang menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Surabaya, Gresik dan Sidoarjo juga akan mengikuti langkah yang sama Jabodetabek setelah mengantongi izin dari Menteri Kesehatan.
Dengan adanya kebijakan PSBB dan social distancing sektor telekomunikasi terutama operator seluler berpotensi besar meraup cuan dari peningkatan trafik. Oleh karena itu investor juga perlu mencermati saham-saham yang ada di sektor ini.
Sentimen ketiga datang dari anjloknya harga minyak mentah kontrak berjangka. Harga kontrak WTI sebelumnya jatuh lebih dari 300% dan membuatnya berada di zona negatif. Harga minyak WTI yang negatif mengindikasikan produsen akan memberikan insentif alias duit kepada pembeli minyak yang sedang tidak membutuhkan komoditas ini.
Memberikan insentif kepada pelanggan dinilai jauh lebih ekonomis dibanding harus menutup produksi yang biayanya mahal seiring dengan kapasitas storage yang terisi penuh. Walau minyak WTI kini sudah berada di teritori positif.
Namun anjloknya kontrak WTI pengiriman Mei yang kadaluwarsa per 21 April juga membuat harga minyak WTI kontrak pengiriman Juni yang aktif diperdagangkan anjlok nyaris 50% dan dihargai belasan dolar per barel.
Sementara itu di saat yang sama harga kontrak minyak mentah acuan internasional Brent juga ambles 20,8% dalam sehari dan semakin mendekati level US$ 20/barel.
Ke depan analis memperkirakan tekanan pada harga minyak masih akan terjadi. Bahkan tak menutup kemungkinan harga minyak bisa minus lagi akibat oversupply yang terjadi di tengah pandemi COVID-19 ini.
Agensi Energi Internasional memperkirakan permintaan minyak mentah untuk April 2020 anjlok hingga 29 juta barel per hari (bpd). Namun di tengah merosotnya permintaan minyak yang tajam, organisasi negara-negara eksportir minyak dan koleganya (OPEC+) baru akan memangkas produksi pada Mei. Itu pun hanya 9,7 juta bpd dan dinilai kurang cukup untuk mengimbangi anjloknya permintaan minyak.
"Kami memperkirakan fundamental yang sangat lemah akan bertahan setidaknya sampai bulan depan," tulis analis Deutsche Bank Michael Hsueh dalam sebuah catatan kepada klien Senin, mengutip CNBC Intenational. “Tekanan yang berkelanjutan dapat mengakibatkan harga menjadi negatif lagi sebelum akhir Mei, nanti," tambahnya.
Kejatuhan harga minyak inilah yang membuat jagat finansial global kelimpungan dan saham-saham di sektor migas amburadul. Karena harga minyak masih tertekan maka sentimen negatif masih membayangi pasar. Saham-saham di sektor migas dalam negeri berpotensi kembali tertekan. (twg/twg)
Dengan adanya kebijakan PSBB dan social distancing sektor telekomunikasi terutama operator seluler berpotensi besar meraup cuan dari peningkatan trafik. Oleh karena itu investor juga perlu mencermati saham-saham yang ada di sektor ini.
Sentimen ketiga datang dari anjloknya harga minyak mentah kontrak berjangka. Harga kontrak WTI sebelumnya jatuh lebih dari 300% dan membuatnya berada di zona negatif. Harga minyak WTI yang negatif mengindikasikan produsen akan memberikan insentif alias duit kepada pembeli minyak yang sedang tidak membutuhkan komoditas ini.
Memberikan insentif kepada pelanggan dinilai jauh lebih ekonomis dibanding harus menutup produksi yang biayanya mahal seiring dengan kapasitas storage yang terisi penuh. Walau minyak WTI kini sudah berada di teritori positif.
Namun anjloknya kontrak WTI pengiriman Mei yang kadaluwarsa per 21 April juga membuat harga minyak WTI kontrak pengiriman Juni yang aktif diperdagangkan anjlok nyaris 50% dan dihargai belasan dolar per barel.
Sementara itu di saat yang sama harga kontrak minyak mentah acuan internasional Brent juga ambles 20,8% dalam sehari dan semakin mendekati level US$ 20/barel.
Ke depan analis memperkirakan tekanan pada harga minyak masih akan terjadi. Bahkan tak menutup kemungkinan harga minyak bisa minus lagi akibat oversupply yang terjadi di tengah pandemi COVID-19 ini.
Agensi Energi Internasional memperkirakan permintaan minyak mentah untuk April 2020 anjlok hingga 29 juta barel per hari (bpd). Namun di tengah merosotnya permintaan minyak yang tajam, organisasi negara-negara eksportir minyak dan koleganya (OPEC+) baru akan memangkas produksi pada Mei. Itu pun hanya 9,7 juta bpd dan dinilai kurang cukup untuk mengimbangi anjloknya permintaan minyak.
"Kami memperkirakan fundamental yang sangat lemah akan bertahan setidaknya sampai bulan depan," tulis analis Deutsche Bank Michael Hsueh dalam sebuah catatan kepada klien Senin, mengutip CNBC Intenational. “Tekanan yang berkelanjutan dapat mengakibatkan harga menjadi negatif lagi sebelum akhir Mei, nanti," tambahnya.
Kejatuhan harga minyak inilah yang membuat jagat finansial global kelimpungan dan saham-saham di sektor migas amburadul. Karena harga minyak masih tertekan maka sentimen negatif masih membayangi pasar. Saham-saham di sektor migas dalam negeri berpotensi kembali tertekan. (twg/twg)
Pages
Most Popular