Newsletter

Corona Ancam Ekonomi Global, Waspada Efek Besar di Luar China

tahir saleh & Yazid Muamar, CNBC Indonesia
24 February 2020 08:15
Corona Ancam Ekonomi Global, Waspada Efek Besar di Luar China
Foto: Rumah Sakit Virus Corona. (Chinatopix via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekhawatiran akan penyebaran virus corona di luar China meningkat seiring dengan peningkatan tajam infeksi di Korea Selatan, Italia, dan Iran.

Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mengumumkan status siaga tinggi setelah jumlah orang yang terinfeksi melonjak lebih dari 600 dengan enam kematian. Pejabat kesehatan Korsel melaporkan terjadi 169 infeksi baru, sehingga infeksi total menjadi 602 orang.

Titik fokus penyebaran berada di sebuah gereja di kota Daegu, di mana seorang anggota kongregasi gereja berusia 61 tahun dinyatakan positif terkena virus tanpa catatan perjalanan ke luar negeri.

Di Italia, orang ketiga yang terinfeksi virus mirip flu telah meninggal, sementara jumlah kasus melonjak infeksi corona menjadi di atas 150 orang dari dari hanya 3 orang sebelum Jumat (21/2).

Selain itu, Iran, mengumumkan dua kasus pertamanya pada hari Rabu pekan lalu (19/2). Pihak Iran kini menyatakan telah mengkonfirmasi 43 kasus dan delapan kematian dengan pusat infeksi berada di kota suci Qom.


Akibatnya, sejumlah negara seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, Turki dan Afghanistan telah memberlakukan pembatasan perjalanan ke Republik Islam tersebut.

Potensi dampak secara ekonomi dari wabah corona telah menarik pembahasan para menteri keuangan negara G-20 yang akan bertemu di Riyadh tahun ini. Kepala Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pertumbuhan Tiongkok tahun 2020 kemungkinan akan menjadi 5,6%, turun 0,4%.

Dari dalam negeri, kekhawatiran akan virus corona membuat rupiah sepanjang pekan kemarin melemah 0,66% ke Rp 13.760/US$. Indeks dolar Amerika Serikat (AS), yang mengukur kekuatan mata uang AS naik ke 99,8, yang merupakan level tertinggi sejak 11 Mei 2017.

Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 15 poin atau 0,23% ke level 5.882. IHSG sempat mencatatkan penguatan 4 hari berturut-turut sebelum merosot 1,01% Jumat (21/2) karena kekhawatiran faktor global.

Di pasar surat utang, pasar surat utang negara (SUN) mengalami penguatan harga yang tidak terlalu besar. Tingkat imbal hasil (yield) seri acuan 10 tahun yang sering dijadikan acuan mampu turun sebesar 3 bps menjadi 6,542%.

[Gambas:Video CNBC]



Bursa saham Amerika Serikat (AS) kembali diwarnai aksi jual masif pada Jumat (21/2/2020) akhir pekan lalu karena pasar mulai melihat dampak nyata dari virus corona (covid-19) yang membuat ekonomi global diperkirakan akan melambat.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok lebih dari 200 poin atau -0,78% ke level 28.992, sementara indeks S&P 500 amblas lebih dari 30 poin atau -1,05% pada level 3.337, dan Nasdaq kehilangan 174 poin atau -1,79% ke 9.576.

S&P 500 tertekan oleh penurunan saham-saham di sektor teknologi. Facebook, Amazon, Netflix, Google-parent Alphabet dan Apple semuanya ditutup setidaknya -1,5%. Microsoft mengalami penurunan lebih dari 3% memimpin pelemahan Dow Jones.

Investasi terlihat lebih mengalir ke pasar obligasi AS dan mendorong imbal hasil (yield) obligasi bertenor 30 tahun mengalami penurunan ke level terendah sepanjang masa dengan menembus angka bunga di bawah 1,9%.

Berdasarkan data dari ArcGis dari Johns Hopkins CSSE hingga pukul 05:22 WIB Senin ini (24/2), Covid-19 sudah menewaskan 2.467 orang dan menjangkiti setidaknya 78.914 orang di berbagai negara. Dari angka tersebut, sebanyak 13 korban meninggal di luar China yang merupakan pusat wabah Covid-19.

Presiden Xi Jinping menyoroti pentingnya memerangi epidemi di ibu kota Beijing, Pemerintah Kota mengharuskan orang-orang yang tiba dari kota lain di Cina untuk dikarantina di rumah selama 14 hari.

Penyebaran virus corona tipe baru tersebut telah berdampak pada ekonomi Tiongkok. Data penjualan mobil Cina dalam dua minggu pertama bulan Februari anjlok 92%. Beberapa perusahaan A.S., termasuk Apple, juga telah mengumumkan tentang kemungkinan pendapatan yang lebih rendah.

IHS Markit juga mengatakan bahwa aktivitas di sektor jasa AS mencapai level terendah lebih dari enam tahun di level 49,4, turun dari angka 53,4. Angka di bawah 50 menunjukkan bahwa sektor jasa AS sedang mengalami kontraksi.

"Bahkan jika wabah (virus corona) surut, pertumbuhan ekonomi global masih akan jatuh ke nol pada kuartal pertama, sebelum bangkit kembali selama sisa tahun ini," Peter Berezin, kepala strategi global di BCA Research. "Jadi, efek dalam jangka pendek untuk pendapatan perusahaan sekarang juga terlihat tidak dapat dihindari." Lanjutnya.

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, tentu dari bursa Wall Street yang anjlok dan berpotensi mempengaruhi IHSG.

Kedua,
adalah dolar AS yang kembali menguat setelah diburu investor global sebagai safe haven karena konflik Iran-AS. Pada pukul 06:40 WIB, Dollar Index (greenback melawan enam mata uang utama dunia) menguat 0,1% pada level 99,1. Penguatan dolar menjadi tekanan bagi rupiah.

Ketiga, yaitu kenaikan harga minyak minyak mentah (crude oil). Harga minyak jenis Brent di pasar spot dunia kembali naik 2,8% menjadi US$ 56,5/barrel. Sedangkan light sweet juga turun 2,9% ke USD 51,7/barrel.

Bagi rupiah, penurunan harga minyak menjadi sebuah berkah, pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat harga minyak turun, maka biaya importasinya menjadi lebih murah.

Keempat
, yaitu penurunan suku bunga BI 7 Day RR sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%. Penurunan tersebut membuat sweetener berinvestasi pada rupiah menjadi berkurang sehingga berpotensi mengalami tekanan.

Kelima, terkait virus corona, data pantauan ArcGis dari Johns Hopkins CSSE hingga pukul 07:22 WIB, Covid-19 telah menewaskan 2.467 orang dan menjangkiti setidaknya 78.914 orang di berbagai negara. Mengingat perkembangannya di luar China meningkat, ada potensi menghambat perekonomian global.

Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  •          Germany, Ifo Business Climate, Februari (16:00 WIB);
  •          UK, Finance Mortgage Approvals, January (16:30 WIB);
  •          US, Chicago Fed National Activity Index, January  (20:30 WIB)

 Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q IV-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Januari 2020 YoY)

2,68%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2020)

4,75%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (Q IV-2019)

-2,66% PDB

Neraca pembayaran (Q IV-2019)

US$ 4,28 miliar

Cadangan devisa (Januari 2020)

US$ 131,7 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.



TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular