Polling CNBC Indonesia

BI Diramal Tahan Bunga Acuan, Akankah Ada Kejutan?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 November 2019 06:11
Ada Ruang BI Bikin Kejutan
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Namun, bisa saja BI memberikan kejutan dengan menurunkan suku bunga acuan. Pasalnya, kondisi cukup memungkinkan bagi penurunan lebih lanjut.

Pertama, nilai tukar rupiah stabil cenderung menguat. Sepanjang Oktober, rupiah menguat 1,11% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point. Sejak awal tahun, mata uang Tanah Air penguatan rupiah mencapai 2,02%

Arus modal asing juga masih mengalir ke pasar keuangan Indonesia, terutama di pasar obligasi pemerintah. Sepanjang Oktober, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) bertambah Rp 28,84 triliun.

Sepertinya Indonesia masih diuntungkan oleh tren penurunan suku bunga acuan global. Jadi walau BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah turun empat kali, cuan di pasar keuangan Indonesia masih bisa bersaing.

Mari cek toko sebelah. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun di Malaysia saat ini berada di kisaran 3,4%. Sementara instrumen serupa di Thailand memberikan yield 1,7%, Filipina 4,6%, bahkan India sekitar 6,5%.

Berapa yield SBN 10 tenor 10 tahun? Yield memang terus turun seiring pemangkasan suku bunga acuan, tetapi masih di kisaran 7%.


Kemudian, kekhawatiran BI sejak tahun lalu soal defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sepertinya sudah berkurang. Pada kuartal III-2019, defisit transaksi berjalan tercatat 2,66% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang nyaris menyentuh 3% PDB.

Apalagi pada Oktober ada kabar baik yaitu neraca perdagangan membukukan surplus US$ 161,3 juta. Setidaknya ada harapan defisit transaksi berjalan pada kuartal IV-2019 membaik, meski indikasinya masih terlalu awal.


Defisit transaksi berjalan yang lebih 'jinak' bisa membuka ruang bagi MH Thamrin untuk melonggarkan kebijakan moneter. Sebab, kebutuhan untuk mendatangkan arus modal portofolio untuk menutup lubang di transaksi berjalan menjadi berkurang.

Ditambah lagi Indonesia punya kebutuhan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal III-2019, ekonomi Indonesia 'hanya' tumbuh 5,02%. Laju terlemah sejak kuartal II-2017.

Seperti yang sudah disinggung di atas, penurunan suku bunga acuan lebih lanjut diharapkan mampu mempercepat laju penurunan suku bunga kredit perbankan. Saat suku bunga semakin rendah, maka minat rumah tangga dan dunia usaha untuk berekspansi bakal meningkat. Hasilnya tentu pertumbuhan ekonomi yang lebih kencang.



TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/sef)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular