Newsletter

Dari China hingga AS, Mereka Berlomba Suntikkan Stimulus

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
20 August 2019 07:00
Dari China hingga AS, Mereka Berlomba Suntikkan Stimulus
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Indonesia menguat pada perdagangan Senin (19/8/2019) setelah api perang dagang sedikit meredup dengan tenggat bagi Huawei untuk terus bertransaksi dan bekerja sama dengan perusahaan Amerika Serikat (AS).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,16% ke 6.296,72 meski sempat tergelincir ke zona merah pada tengah hari seiring dengan aksi jual investor asing dengan nilai jual bersih (net sell) senilai Rp 96 miliar di pasar reguler.

Kinerja IHSG ini senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga menghijau: indeks Nikkei menguat 0,71%, indeks Shanghai melesat 2,1%, indeks hang Seng melejit 2,17%, indeks Straits Times terapresiasi 0,41%, dan indeks Kospi bertambah 0,66%.



Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan, padahal  sempat menguat hingga 0,14% terutama di sesi perdagangan pagi. Namun pada pukul 16:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.230 atau sama persis dengan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Kondisi ini menunjukkan bahwa para pialang di pasar forex masih mencari alasan kuat untuk memborong rupiah, setelah pekan lalu rupiah terangkat mengiringi pidato nota keuangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pemerintah pada tahun 2020 menyusun asumsi makro ekonomi yang lebih realistis dengan target pertumbuhan ekonomi 5,3% alias tidak berubah dari target yang dipatok pada R-APBN 2019. Optimisme dimunculkan dengan belanja lebih besar terutama di sektor infrastruktur dan kesehatan sehingga saham sektor konstruksi, farmasi, dan konsumer menguat.

Di pasar obligasi, seluruh imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia membukukan penurunan, yang mengindikasikan bahwa harga menguat akibat aksi buru oleh para investor.

Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 5 tahun (FR0077), 10 tahun (FR0078), 15 tahun (FR0068), dan 20 tahun (FR0079) masing-masing turun sebesar 7,7 bps, 8,7 bps, 7,1 bps, dan 3,4 bps.




Penurunan yield itu terjadi bersamaan dengan pudarnya kekhawatiran global akan peluang pecahnya resesi. Kurva inversi imbal hasil (inverted yield curve) pada obligasi pemerintah AS bertenor 2 dan 10 tahun sudah tidak terjadi lagi. Yield obligasi jangka panjang tidak lagi di bawah yield obligasi jangka pendek.

Kali terakhir yield obligasi tenor dua tahun lebih tinggi dibandingkan yield obligasi 10 tahun terjadi pada 2007, yang diikuti krisis keuangan global. Oleh karena itu, wajar jika investor khawatir dengan pola yang terbentuk ini.

Namun dengan menghilangnya inversi seperti timbul tenggelamnya air pasang di laut, pelaku pasar pun mencerna bahwa yang terjadi saat ini adalah kekhawatiran yang dipicu oleh ketidakpastian yang bersifat sementara. Pemicunya tak lain adalah aspek politik, yakni perang dagang, dan bukan karena kesalahan fundamental di sistem ekonomi.

Ini yang membedakan situasi kurva inversi yang terjadi pada 2007, tatkala pemodal memburu obligasi jangka panjang setelah problem likuiditas di pasar subprime mortgage loan AS terlihat dalam skala yang besar.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Pada perdagangan Senin waktu setempat di New York, bursa saham AS ditutup dengan posisi menguat, melanjutkan rebound (pembalikan ke atas) yang dibukukan pada akhir pekan lalu.  

Indeks Dow Jones Industrial Average melompat 249,8 poin (0,96%) ke 26.135,79 sedangkan indeks S&P 500 naik 34,97 poin (1,21%) ke 2.923,65. Di sisi lain, indeks Nasdaq bertambah 1,35% (106,82 poin) ke 8.002,81.

Saham-saham yang menjadi pendorong terutama adalah saham teknologi, yang mendapat angin positif dari keputusan Kementerian Perdagangan AS menunda sanksi bagi Huawei selama 90 hari ke depan.


Perang dagang antara AS dan China masih merupakan pendorong utama pergerakan pasar. Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah memutuskan untuk menunda beberapa tarif China terbaru hingga Desember. Trump juga menegaskan kedua pihak akan mengadakan pembicaraan bulan depan.

Kini dengan diberinya nafas lega bagi Huawei, pelaku pasar pun kian melihat bahwa tensi perang dagang bisa kembali turun karena kedua belah pihak saling memberi kesempatan untuk terus duduk bernegosiasi guna mencapai kesepakatan. Pertemuan selanjutnya dijadwalkan terjadi pada bulan depan.

Semula, Presiden AS Donald Trump melarang perusahaan asal AS bertransaksi dengan Huawei, sehingga bakal memengaruhi ratusan juta pengguna gadget tersebut di seluruh dunia karena tidak bisa lagi mendapat dukungan piranti lunak dari Google, dkk. Merespons kabar penundaan tersebut, saham Apple melejit 1,9%.

Kenaikan harga saham ini juga didorong oleh pertemuan CEO Apple Tim Cook dengan Trump di mana bos Apple tersebut menegaskan bahwa perang tarif bisa memukul perusahaan kebanggaan AS tersebut

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)  


Pada Sabtu pekan lalu, pemerintah China telah mengumumkan rencana reformasi penetapan suku bunga acuan, yang akan berlaku efektif pada Selasa, 20 Agustus ini. Hari ini, People Bank of China (PBoC) untuk pertama kalinya akan mengumumkan Loan Prime Rate (LPR) secara bulanan dengan mekanisme yang baru.

"Reformasi" ini merupakan ikhtiar Negeri Panda itu guna mempercepat akselerasi penurunan bunga kredit di sektor riil, sehingga membantu menggulirkan perekonomian seiring dengan turunnya biaya pendanaaan (cost of fund).

Langkah ini dilakukan di tengah dugaan bank sentral China itu bakal menurunkan suku bunga acuan dari posisi sekarang 4,35%. Maklum saja, China sedang berupaya melakukan segala hal untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang pada Juli tertekan ke level terendah 27 tahun terakhir di 6,2%.

Di belahan lain dunia, Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz menyatakan Berlin bakal menyediakan tambahan belanja senilai 50 miliar euro (US$ 55 miliar) atau setara dengan Rp 791 triliun. Tambahan ini dipastikan akan membantu mempercepat perputaran roda perekonomian terbesar di zona Euro tersebut.

Tak berhenti sampai di situ, The Washingthon Post kemarin melaporkan bahwa pejabat Gedung Putih telah mendiskusikan peluang pemangkasan pajak pendapatan gaji warga AS untuk sementara waktu, guna mendorong ekonomi AS. Sebagaimana diketahui, 67% produk domestik bruto (PDB) AS berasal dari aktivitas konsumsi.

Mirip-mirip dengan itu, Indonesia juga sebenarnya berupaya mengenjot belanja dengan memberi "duit ekstra". Dalam pidato nota keuangan pekan lalu, Presiden Jokowi menyatakan akan memberikan gaji dan pensiun ke-13 serta tunjangan hari raya (THR) bagi pegawai negeri sipil (PNS) tahun depan.


Hanya saja, perlu dicermati risiko yang masih mengintai yakni upaya politik Trump untuk menggencet China melalui perang dagang. Sejauh ini  sikap Trump masih mendua, antara mau berdamai atau lanjut perang.

Pada Minggu waktu setempat, dia menyatakan kurang optimistis dengan prospek capaian kesepakatan dagang dengan China. Dia bahkan mulai menyeret isu perang dagang ke ranah politik dalam negeri China, terkait dengan penanganan aksi protes di Hong Kong.

Kemarin, Twitter dan Facebook ikut turun tangan di demo Hong Kong dengan menghentikan operasi kampanye media yang dilancarkan dari Daratan China. Twitter mengumumkan pembekuan 936 akun aktif yang diduga dikoordinir oleh pemerintah China. Sebanyak 200.000 akun juga sudah mereka bekukan bahkan sebelum aktif.

Facebook juga melakukan hal yang sama. Meski tak menyebutkan angka pastinya, mereka mengklaim operator di balik akun Facebook yang menyerang demonstran Hong Kong memiliki keterkaitan dengan pemerintah China.

Bagi Beijing, upaya apapun dari pihak asing untuk mencampuri urusan dalam negeri mereka merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolerir, alias harga mati yang tak boleh ditawar.

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

Berikut adalah data dan agenda yang terjadwal untuk hari ini:
  • Rilis data tren pemesanan industri di Inggris (12:00 WIB).
  • Rilis data Johnson Redbook Index per Agustus (20:00 WIB).
  • Rilis data penjualan motor dan mobil Indonesia (tentatif). 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2019 YoY)5,05%
Inflasi (Juli 2019 YoY)3,32%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2019)5,75%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2019)-3,04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2019)-US$ 1,98 miliar
Cadangan devisa (Juli 2019)US$ 125,9 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular