Newsletter

Asyik, AS-China Baikan Lagi!

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 June 2019 05:28
Asyik, AS-China Baikan Lagi!
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah jatuh berhari-hari, akhirnya pasar keuangan Indonesia mampu bangkit pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat setelah empat hari terkoreksi, sementara nilai tukar rupiah terapresiasi usai tiga hari mengalami depresiasi. 

Kemarin, IHSG ditutup melesat 1,08%. Tidak main-main, IHSG menjadi indeks saham dengan penguatan tertinggi di Asia. 


Sedangkan rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Walau cuma menguat tipis, tetapi rupiah mampu menjadi mata uang terbaik ketiga di Benua Kuning.

 
Faktor pertama yang mendukung kebangkitan IHSG dan rupiah tentu technical rebound. Koreksi IHSG selama empat hari sebelumnya sudah mencapai 1,83%. Kemudian depresiasi rupiah dalam kurun tiga hari beruntun adalah 0,74%. 

Pelemahan IHSG dan rupiah yang sudah cukup dalam membuatnya menarik di mata investor, karena sudah murah. Aksi borong pun terjadi dan hasilnya tentu positif. 

Kedua, dinamika arah suku bunga global juga menguntungkan Indonesia. Pelaku pasar sudah berekspektasi bahwa Bank Sentral AS The Federal Reserves/The Fed akan menurunkan suku bunga acuan pada Juli. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) bulan depan mencapai 77,5%. 

Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) juga semakin kalem alias dovish. Berbicara di Sintra Forum di Portugal, Presiden ECB Mario Dragi menyatakan siap untuk melonggarkan kebijakan moneter jika inflasi gagal terakselerasi dan mencapai target 2%. 

"Jika tidak ada kemajuan, seperti inflasi terancam tidak sesuai dengan target, maka dibutuhkan stimulus tambahan. Kami akan menggunakan fleksibilitas kebijakan untuk mencapai mandat dan menjawab berbagai tantangan ke depan. Kebijakan moneter harus setia pada tujuannya, dan tidak mundur kala inflasi rendah," tegas Draghi, mengutip Reuters. 


Saat dua bank sentral besar mulai bersiap mengarahkan suku bunga acuan ke selatan, Bank Indonesia (BI) masih pikir-pikir untuk melakukan kebijakan serupa. Gubernur Perry Warijyo mengatakan jika melihat inflasi yang rendah dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka BI 7 Day Reverse Repo Rate bisa saja turun. Namun, Perry menegaskan ada faktor lain yang harus diperhatikan yaitu kesehatan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). 

Apabila The Fed dan ECB menurunkan suku bunga acuan sementara BI belum melakukannya, maka perbedaan suku bunga akan semakin lebar. Berinvestasi di Indonesia menjadi lebih menguntungkan, karena memberikan imbalan lebih tinggi. 

Persepsi ini membuat Indonesia menjadi menarik di mata investor, terutama asing. Didorong oleh pencarian cuan, pasar keuangan Indonesia pun semarak sehingga membuat IHSG dan rupiah menguat. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Kabar gembira juga datang dari Wall Street, di mana tiga indeks utama menguat signifikan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melejit 1,37%, S&P 500 naik 0,97%, dan Nasdaq Composite terdongkrak 1,39%. 

Penyebab utama penguatan bursa saham New York adalah perkembangan hubungan dagang AS-China. Sempat menegang, kini harapan menuju damai dagang bersemi kembali. 

Presiden AS Donald Trump mengungkapkan diirnya sudah berbicara dengan Presiden China Xi Jinping. Dalam pembicaraan tersebut, kedua pemimpin sepakat untuk bertemu dan berdialog di sela-sela KTT G20 di Osaka (Jepang) pada akhir bulan ini. 

"Sudah melakukan pembicaraan yang sangat baik melalui telepon dengan Presiden Xi dari China. Kami akan bertemu pekan depan di KTT G20. Tim kami akan memulai pembicaraan sebelum pertemuan tersebut," cuit Trump di Twitter. 

Tidak hanya AS, China juga sudah lebih kalem dan menyatakan siap berdialog dengan AS. Presiden Xi mengatakan kedua negara perlu mengedepankan komunikasi untuk mengatasi berbagai masalah. 

"Kuncinya adalah menunjukkan apa yang menjadi perhatian masing-masing pihak. Kami berharap AS memperlakukan perusahaan-perusahaan China dengan adil. Saya sepakat bahwa tim kedua negara akan menjaga komunikasi untuk menyelesaikan berbagai perbedaan yang ada," papar Xi, mengutip Reuters. 

Dengan perkembangan terbaru ini, Trump percaya diri bahwa kesepakatan damai dagang AS-China bisa tercapai. Sesuatu yang tentu sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh dunia. 

"Sepertinya kami punya kesempatan. Saya mengerti China ingin membuat kesepakatan, mereka tidak suka bea masuk, dan banyak perusahaan meninggalkan China untuk menghindari bea masuk. Saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden Xi, mari kita lihat apa yang akan terjadi," tutur Trump, dikutip dari Reuters. 


Mood investor langsung terangkat gara-gara dinamika ini. Pelaku pasar yang berbunga-bunga pun bersemangat memburu aset-aset di Wall Street. 

Akibatnya, volume perdagangan hari ini mencapai 7 miliar saham. Lebih tinggi ketimbang rata-rata 20 hari perdagangan terakhir yaitu 6,8 miliar. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang moncer. Semoga optimisme di Wall Street bisa menular ke Asia dan kembali mengangkat IHSG. 

Kedua adalah sentimen yang berhasil membuat Wall Street bergairah yaitu munculnya asa damai dagang AS-China. Setelah agak lama 'marahan', Washington-Beijing sepertinya sudah baikan lagi. Hanya dengan satu panggilan telepon dan semua menjadi baik-baik saja. 

Investor dan seluruh dunia berharap AS-China mampu kembali membuka jalan menuju damai dagang dalam pertemuan di Osaka nanti. Sebab jika gagal, api perang dagang tampaknya bakal semakin berkobar dan membakar perekonomian dunia. 

Bagaimana tidak, AS sudah mengancam bakal mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk-produk China bernilai US$ 300 miliar jika kedua negara tidak kunjung mencapai kesepakatan dagang. Jika AS menerapkan kebijakan itu, maka sudah pasti China akan membalas. Perang dagang ronde kesekian akan berlangsung, yang membuat arus perdagangan dan investasi global macet. 

Oleh karena itu, mari berharap relasi AS-China kembali mesra dan mereka berhasil menyepakati proses menuju damai dagang. Dengan begitu, satu risiko besar bernama damai dagang bisa dicoret dari daftar. 

Sentimen ketiga, kali ini terkait suku bunga, adalah pernyataan Trump seputar rencana pelonggaran moneter oleh ECB. Trump menuding langkah tersebut dilakukan untuk melemahkan nilai tukar euro, yang membuat ekspor Eropa menjadi kompetitif. 

"Mario Draghi mengumumkan lebih banyak stimulus akan hadir, yang membuat euro jatuh di hadapan dolar AS. Ini menjadi tidak adil karena mereka akan lebih mudah berkompetisi dengan AS. Mereka sudah lolos dengan hal semacam ini selama bertahun-tahun, sama seperti China dan yang yang lainnya," tulis Trump melalui cuitan di Twitter. 


Trump memang sangat concern dengan isu suku bunga dan perdagangan. Bahkan eks taipan properti ini tidak sekali dua kali menentang keputusan The Fed, yang menurutnya terlalu agresif menaikkan suku bunga tahun lalu sehingga menghambat ekspansi ekonomi. 

Kini serangan Trump melebar, mengarah ke seberang Samudera Atlantik. Apakah keluhan Trump akan membuat ECB keder? Menarik untuk memantau kelanjutan drama ini, karena bisa jadi menentukan arah pergerakan suku bunga global. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Sentimen keempat, masih terkait suku bunga, adalah semakin tingginya potensi penurunan Federal Funds Rate. Hal ini menyusul rilis data terbaru di AS yang kurang menggembirakan. 

Pembangunan rumah baru di Negeri Paman Sam (housing starts) pada Mei tercatat 1,27 juta unit. Turun 0,9% dibandingkan bulan sebelumnya. 

Data ini menunjukkan perlambatan di sektor properti, sektor yang punya keterkaitan dengan banyak bidang usaha. Kala sektor properti melambat, maka penjualan semen sampai penyaluran kredit perbankan ikut terpengaruh. 

Oleh karena itu, kebutuhan stimulus baru semakin mendesak dan itu diharapkan datang dari bank sentral. Bahkan pelaku pasar berharap The Fed menyesuaikan suku bunga acuan secepatnya, yaitu bulan ini. Bukan bulan depan. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas The Fed menahan suku bunga acuan di 2,25-2,5% pada rapat pekan ini masih tinggi yaitu 75,8%. Namun angka itu turun dari sehari sebelumnya yang sebesar 80%. Apalagi dibandingkan dengan posisi seminggu sebelumnya yang masih 83,3%. 

Jadi, walau tipis, ada harapan Federal Funds Rate bisa turun pekan ini. Namun untuk amannya, mungkin baru terjadi bulan depan... 


Sentimen kelima adalah perkembangan harga minyak dunia. Pada pukul 04:55 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 2,17% dan 3,83%. 

Lesatan harga si emas hitam disebabkan oleh prospek damai dagang AS-China. Jika damai dagang terwujud, maka perekonomian global akan menggeliat sehingga meningkatkan permintaan energi. 

Namun kenaikan harga minyak bukan kabar baik buat rupiah. Sebab kenaikan harga komoditas ini akan membuat biaya impornya semakin mahal. Terjadilah apa yang dikhawatirkan Gubernur Perry yaitu tekanan di NPI, khususnya di pos transaksi berjalan (current account). 

Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang, karena mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Jika transaksi berjalan mengalami defisit yang dalam gara-gara pembengkakan impor minyak, maka rupiah akan rentan melemah karena fondasinya begitu rapuh. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis neraca perdagangan Jepang periode Mei (06:50 WIB).
  • Rilis data transaksi berjalan Zona Euro periode April (15:00 WIB).
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Mei 2019 YoY)3,32%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (Mei 2019)US$ 120,35 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Corona Makin Gawat, China & Negara Barat Malah Main 'Silat'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular