Usai Lesu 3 Hari, Rupiah Kini Peringkat Ketiga Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 June 2019 16:43
Usai Lesu 3 Hari, Rupiah Kini Peringkat Ketiga Asia
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Gerak rupiah lumayan fluktuatif, bolak-balik di tiga alam yaitu zona merah, hijau, dan netral. 

Pada Selasa (18/6/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.320 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Rupiah mengawali hari dengan stagnasi. Kemudian sempat melemah sebentar, lalu kembali lagi ke zona netral.  

Rupiah kemudian berhasil menyeberang ke zona hijau. Namun pada tengah hari, rupiah kembali ke titik nol. 

Selepas tengah hari, nasib rupiah mulai membaik. Rupiah mulai stabil di area apresiasi, walau dalam rentang yang sangat tipis. 

Berikut gambaran galaunya pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Meski hanya menguat tipis, tetapi rupiah boleh dibilang beruntung karena mayoritas mata uang utama Asia tidak bisa berbicara banyak di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya peso Filipina dan yen Jepang yang mampu menguat. 

Peso menjadi mata uang dengan penguatan terbaik di Asia, disusul oleh yen dan rupiah. Jadi rupiah patut berbangga karena walau cuma menguat 0,07% tetapi bisa menjadi mata uang terbaik ketiga di Asia. Penguatan ini menjadi oasis karena sebelumnya mata uang Tanah Air melemah tiga hari berturut-turut. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 16:19 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor eksternal sepertinya menjadi pendorong penguatan rupiah. Arah kebijakan suku bunga acuan global yang semakin menuju ke arah pelonggaran menjadi angin segar. 

Pelaku pasar sudah berekspektasi bahwa The Federal Reserves/The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% pada Juli. Mengutip CME Fedwatch, probabilitasnya mencapai 63,8%. 

Tidak cuma di AS, Jepang juga sepertinya akan menempuh kebijakan longgar. Meski saat ini suku bunga acuan di Negeri Matahari Terbit masih minus, tepatnya -0,1%, tetapi Jepang rasanya masih membutuhkan stimulus untuk mengangkat perekonomian domestik dari stagnasi. 

"Ketidakpastian perekonomian global sangat tinggi. Bank of Japan (BoJ) akan mengarahkan kebijakan moneter untuk mengakomodasi dampak dari perubahan ekonomi eksternal yang bisa dirasakan oleh Jepang sembari menjaga momentum pencapaian target inflasi," kata Haruhiko Kuroda, Gubernur BoJ, mengutip Reuters. 

Jadi bukan tidak mungkin BoJ akan kembali melonggarkan kebijakannya. Meski mungkin bukan melalui pemangkasan suku bunga, bisa dengan cara meneruskan atau bahkan memperkuat program pembelian surat berharga (quantitative easing). 

Teranyar, Bank Sentral Korea Selatan (BoK) pun mulai berpikir untuk menurunkan suku bunga acuan. Mengutip notula rapat BoK edisi Mei, seorang anggota dewan gubernur mulai menyuarakan penurunan suku bunga. Meski pada akhirnya suku bunga acuan ditahan di 1,75%, tetapi mulai ada suara untuk pelonggaran moneter. 


Tren pelonggaran moneter global akan membuat likuiditas berlimpah, dan uang-uang ini butuh tempat. Indonesia masih menjadi salah satu lokasi yang menarik, karena menawarkan imbalan kompetitif. 

Sebagai gambaran, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia seri acuan tenor 10 tahun berada di 7,664%. Meski yield terus turun dalam sepekan terakhir, tetapi masih relatif tinggi dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia (3,713%), Thailand (2,18%), sampai India (6,836%). 

Tidak hanya di pasar obligasi, bursa saham Indonesia juga masih menarik karena valuasinya tergolong murah dibandingkan negara-negara Asia. Saat ini, Price to Earnings Ratio (P/E) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah 16,01 kali. Lebih rendah ketimbang KLCI Malaysia (17,93 kali), SETI Thailand (16,47 kali), PSEI Filipina (19,11 kali), atau Sensex India (24,9 kali). 

Selain cuan yang menanti di depan mata, Indonesia juga telah diganjar kenaikan peringkat utang dari Standard and Poor's (S&P) dari BBB- menjadi BBB. Ini akan membuat investor semakin percaya diri untuk menanamkan modal di Indonesia sehingga rupiah mampu menguat.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular