Melejit 1,08%, IHSG Patahkan Rentetan Koreksi 4 Hari Beruntun

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 June 2019 16:53
Melejit 1,08%, IHSG Patahkan Rentetan Koreksi 4 Hari Beruntun
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bangkit pascajatuh selama 4 hari beruntun. Pada pembukaan perdagangan Selasa ini (18/6), IHSG menguat 0,07% ke level 6.195,13. Per akhir sesi 2, IHSG telah memperlebar penguatannya menjadi 1,08% ke level 6.257,33.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,81%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+2,05%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,79%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+3,25%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+1,69%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,09%, indeks Hang Seng naik 1%, indeks Straits Times naik 0,9%, dan indeks Kospi naik 0,38%.


Sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari pertemuan The Federal Reserve selaku bank sentral AS yang akan digelar pada hari Selasa (18/6/2019) dan Rabu (19/6/2019) waktu setempat.

Memang, The Fed diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan kali ini. Namun, diharapkan bahwa The Fed akan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan pemangkasan tingkat suku bunga acuan selepas menggelar pertemuan selama dua hari tersebut.

Beberapa waktu yang lalu, Jerome Powell (Gubernur The Fed) telah secara gamblang memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".

"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," kata Powell, dilansir dari Reuters.

Selain itu, rilis data ekonomi AS belakangan ini semakin meyakinkan pelaku pasar bahwa sedang terjadi perlambatan ekonomi yang signifikan, sehingga pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi yang sangat mungkin diambil.


Belum lama ini, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS periode Mei 2019 diumumkan sebanyak 75.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 177.000, dilansir dari Forex Factory.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 18 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps pada tahun ini berada di level 36,4%. Untuk pemangkasan sebesar 50 dan 25 bps, probabilitasnya masing-masing adalah sebesar 32,3% dan 11,1%.

Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya tersisa sebesar 1,3% saja, dari yang sebelumnya 26% pada bulan lalu.

Di tengah aura perlambatan ekonomi AS yang begitu kental terasa, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi yang paling baik. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, tingkat suku bunga kredit yang ditawarkan oleh perbankan di AS juga akan turun dan menstimulasi rumah tangga serta dunia usaha untuk menarik kredit, yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian tumbuh lebih tinggi.

Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, laju perekonomian AS yang relatif kencang tentu akan membawa dampak positif yang signifikan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Lebih lanjut, sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari kejutan yang diberikan oleh European Central Bank (ECB).

Berbicara dalam ECB Forum di Sintra, Portugal, Gubernur ECB Mario Draghi menegaskan bahwa pihaknya bisa memangkas tingkat suku bunga acuan atau memperbesar suntikan dana (quantitative easing) jika tingkat inflasi tak mencapai target.

“Jika krisis sudah memperlihatkan dampak, maka kami akan menggunakan segala fleksibilitas yang kami punya untuk memenuhi mandat kami – dan kami akan melakukannya lagi untuk menjawab segala tantangan terhadap kestabilan tingkat harga di masa depan,” kata Draghi, dikutip dari CNBC International.


Pada awal bulan ini, sikap dovish (bersabar) sudah ditunjukkan oleh ECB yakni dengan menunda normalisasi hingga setidaknya pertengahan tahun depan. Sebelumnya, ECB hanya memperkirakan kenaikan suku bunga acuan akan ditunda hingga akhir tahun.

Ketidakpastian terkait faktor geopolitik serta perang dagang menjadi faktor utama yang membuat Mario Draghi (Gubernur ECB) dan kolega memutuskan untuk mempertahankan era suku bunga rendah lebih lama dari yang sebelumnya diperkirakan.

“Kehadiran ketidakpastian terkait faktor geopolitik yang berkepanjangan, meningkatnya ancaman dari sikap proteksionisme, dan kerentanan perekonomian negara-negara berkembang telah mempengaruhi sentimen ekonomi,” kata Draghi pada awal bulan di hadapan reporter dalam konferensi persnya, dilansir dari CNBC International.

Dengan ECB yang semakin menunjukkan sikap dovish, ada harapan bahwa laju perekonomian dunia bisa dikerek naik ke depannya.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> Investor asing memegang peranan besar dalam mendongkrak kinerja IHSG pada hari ini. Pascamembukukan jual bersih senilai Rp 206,4 miliar di pasar reguler pada perdagangan kemarin (17/6/2019), investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 620,7 miliar pada hari ini.

Penguatan rupiah menjadi faktor yang melandasi aksi beli investor asing. Hingga sore hari, rupiah menguat 0,07% di pasar spot ke level Rp Rp 14.320/dolar AS.


'Bensin' bagi rupiah untuk menguat datang dari ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Kemudian, harga minyak mentah dunia yang mendukung ikut membantu mata uang Garuda mencetak apresiasi.

Pada perdagangan kemarin, harga minyak WTI kontrak pengiriman Juli 2019 terkoreksi 1,1%, sementara Brent kontrak pengiriman Agustus 2019 amblas 1,73%. Pada perdagangan hari ini, harga minyak WTI melemah 0,25% dan Brent jatuh 0,66%.

Kala harga minyak mentah jatuh, ada harapan bahwa defisit neraca dagang barang menjadi bisa ditekan yang pada akhirnya akan membantu dalam meredam defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD).

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 194,9 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 178,2 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 65,1 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 40,6 miliar), dan PT Wijaya Karya Tbk/WIKA (Rp 38,7 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular