Newsletter

Wall Street Boleh Melesat, Tapi Jangan Senang Dulu....

Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 May 2019 07:32
Wall Street Boleh Melesat, Tapi Jangan Senang Dulu....
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menjalani hari yang berat pada perdagangan kemarin, Selasa (14/5/2019): Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,05% ke level 6.071,2 yang merupakan rekor penutupan terendah sepanjang tahun, rupiah melemah 0,1% melawan dolar AS di pasar spot, dan imbal hasil (yield) obligasi seri acuan tenor 10 tahun naik 3,2 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.


Kinerja pasar keuangan Indonesia senada dengan kinerja pasar keuangan negara-negara Asia lainnya yang juga melemah.

Perang dagang AS-China lagi-lagi menjadi faktor yang memicu aksi jual di pasar keuangan Asia. Pada hari Senin (13/5/2019), China mengumumkan balasannya atas pengenaan bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan. Seperti diketahui, pada hari Jumat (10/5/2019) AS resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.

Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa bea masuk bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20 dan 25%, dari yang sebelumnya berada di level 5% dan 10%. Barang-barang agrikultur menjadi sasaran dari pemerintah China.

Ketika berlaku pada tanggal 1 Juni, importir asal China akan membayar bea masuk yang lebih tinggi ketika mendatangkan produk agrikultur seperti kacang tanah, gula, gandum, ayam dan kalkun dari Negeri Paman Sam.


Dalam sebuah pernyataan, China menyebut bahwa bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin telah membahayakan kepentingan kedua negara serta tak sesuai dengan ekspektasi dari dunia internasional, seperti dilansir dari CNBC International.

AS pun dibuat gerah oleh langkah China tersebut. Kini, AS telah memulai proses yang diperlukan untuk mengenakan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang. Kantor Perwakilan Dagang AS pada hari Senin diketahui sudah menerbitkan proposal yang diperlukan untuk mengeksekusi kenaikan bea masuk tersebut.

Dalam proposal tersebut, Kantor Perwakilan Dagang AS menjabarkan potensi pengenaan bea masuk hingga 25% bagi produk-produk impor China senilai kurang lebih US$ 300 miliar. Selanjutnya, akan digelar dengar pendapat pada tanggal 17 Juni yang kemudian akan diikuti oleh proses diskusi selama setidaknya seminggu.


Dengan balas-membalas bea masuk antara AS dan China yang sudah bertambah parah dan bisa menjadi semakin kronis ke depannya, perekonomian dunia dihadapkan pada sebuah tantangan yang begitu besar. Dalam kondisi seperti ini, wajar jika pasar keuangan Asia ditinggalkan oleh investor.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Beralih ke AS, Wall Street mengakhiri perdagangan hari Selasa dengan catatan positif: indeks Dow Jones menguat 0,82%, indeks S&P 500 naik 0,8%, dan indeks Nasdaq Composite terdongkrak 1,14%.

Wajar jika aksi beli mewarnai perdagangan di pasar saham AS kemarin. Pasalnya, Wall Street sudah babak belur pada perdagangan hari Senin. Pada perdagangan pertama di pekan ini tersebut, indeks Dow Jones jatuh 2,38%, indeks S&P 500 ambruk 2,41%, dan indeks Nasdaq Composite anjlok 3,41%.



Indeks Dow Jones dan indeks S&P 500 dibuat mengalami hari terburuknya sejak awal tahun ini, sedangkan kejatuhan indeks Nasdaq Composite yang mencapai 3,41% merupakan yang terdalam sepanjang 2019.

Saham-saham yang sebelumnya dilego seiring dengan eksposurnya yang besar terhadap perang dagang AS-China kini kembali diserbu investor yang melihat bahwa valuasinya sudah cenderung murah.

Harga saham pabrikan pesawat terbang Boeing melesat 1,7%, sama dengan apresiasi harga saham produsen alat berat Caterpillar, sementara harga saham raksasa teknologi Apple naik 1,6%. Harga saham perbankan seperti Citigroup dan Bank of America juga menguat, masing-masing di atas 1%.

Aksi beli yang dilakukan di bursa saham AS tak lepas dari kehadiran perkembangan positif terkait perang dagang itu sendiri. Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa dirinya akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan depan di Jepang.



Sekadar mengingatkan, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi adalah juga di sela-sela KTT G-20, yakni pada bulan Desember lalu di Argentina. Hasilnya, kedua negara menyepakati gencatan senjata selama 3 bulan di mana keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.

Bisa jadi, hal serupa akan kita temukan juga setelah Trump selesai bersua dengan Xi pada akhir bulan depan. Ada optimisme di kalangan pelaku pasar bahwa eskalasi perang dagang akan segera berhenti.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, ada sejumlah sentimen yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar. Pertama, tentu kinclongnya kinerja Wall Street. Bursa saham AS telah membuktikan bahwa dirinya mampu bangkit selepas diterpa tekanan jual yang signifikan. Diharapkan, kinerja serupa mampu ditorehkan oleh pasar keuangan negara-negara Asia.

Kedua, perkembangan perang dagang AS-China. Setelah seringkali mengeluarkan pernyataan yang keras terhadap China, belakangan justru Trump nampak melunak. Kini, Trump menyebut bahwa perang dagang dengan China hanya merupakan “pertengkaran kecil” serta bersikeras bahwa negosiasi antar 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut belum putus.

“Kami memiliki sebuah dialog yang sedang berlangsung. Itu akan terus berlanjut,” papar Trump di hadapan reporter pada hari hari Selasa (14/5/2019) waktu setempat, dilansir dari Reuters.

Trump mengatakan bahwa negosiasi dengan China tersebut berlangsung dengan “sangat baik” dan menyebut bahwa hubungannya dengan Xi “luar biasa”.

Dari pihak China, nada positif juga terucap. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang pada hari Selasa mengatakan bahwa AS dan China telah setuju untuk terus mengusahakan dialog dagang.

“Terkait dengan bagaimana dialog dagang tersebut diusahakan, saya rasa itu tergantung kepada konsultasi lebih lanjut antar kedua belah pihak,” kata Geng, dilansir dari Reuters.

Sementara itu, salah seorang Juru Bicara Kementerian Keuangan AS mengatakan bahwa nantinya Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan merencanakan sebuah negosiasi dagang yang akan digelar di China.

Sentimen ketiga yang perlu dicermati adalah dolar AS yang sepertinya akan sulit dilawan pada hari ini. Memang, kinclongnya kinerja Wall Street kemarin dan perkembangan positif yang menyelimuti perang dagang AS-China bisa membangkitkan appetite investor untuk masuk ke instrumen berisiko dan melego dolar AS selaku safe haven.



Namun, hal ini sepertinya akan sulit terjadi lantaran indeks dolar AS sedang berada dalam posisi yang kuat. Pada pukul 06:30 WIB, indeks dolar AS membukukan penguatan sebesar 0,2%.

Dalam beberapa hari terakhir, walaupun menguat melawan mayoritas mata uang negara-negara Asia, dolar AS loyo jika disandingkan dengan yen. Maklum, yen memang lebih seksi karena sama-sama merupakan safe haven namun tidak terdampak langsung oleh perang dagang seperti AS.

Kini, perkembangan perang dagang yang positif membuat posisi dolar AS secara global menjadi kuat, sehingga akan sulit bagi rupiah dkk untuk mengalahkannya.


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Sentimen keempat yang patut dicermati pelaku pasar datang dari dalam negeri. Pada hari ini pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April 2019.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bahwa neraca dagang membukukan defisit senilai US$ 497 juta. Ekspor pada bulan lalu diproyeksikan jatuh 6,2% secara tahunan, sementara impor diramal jatuh hingga 11,36%.



"Kami memperkirakan ekspor Indonesia akan turun pada April. Penurunan ini disebabkan oleh koreksi harga komoditas ekspor dan perlambatan ekonomi global," sebut Juniman, Kepala Ekonom Maybank Indonesia.

Mengutip data Refinitiv, harga minyak sawit mentah (CPO) anjlok 5,4% sepanjang bulan April, sementara harga karet turun nyaris 1%.

Jika benar neraca dagang Indonesia membukukan defisit, maka akan mematahkan tren positif yang sudah dibukukan dalam dua bulan sebelumnya. Pada Maret, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 540 juta dan pada Februari positif US$ 330 juta.

Ketika neraca dagang membukukan defisit, maka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sulit untuk diredam. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Pada akhirnya, rupiah yang sudah melemah sebanyak 5 kali dalam 7 hari perdagangan terakhir bisa kembali dilepas pelaku pasar. Ketika ini yang terjadi, minat investor untuk berburu saham dan obligasi di tanah air bisa surut sehingga koreksi rentan terjadi.



Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Jadi, walaupun Wall Street melesat pada perdagangan kemarin, perdagangan di pasar keuangan dalam negeri pada hari ini dipastikan tak akan berlangsung mudah.


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data penjualan barang-barang ritel China periode April (09:00 WIB)
  • Rilis data produksi barang-barang industri China periode April (09:00 WIB)
  • Rilis data ekspor-impor Indonesia periode April (11:00 WIB)
  • Rilis data pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Zona Euro kuartal I-2019 (16:00 WIB)
  • Rilis data penjualan barang-barang ritel Amerika Serikat (AS) periode April (19:30 WIB)
  • Rilis data produksi barang-barang industri AS periode April (20:15 WIB)
  • Rilis Indeks Pasar Perumahan AS periode April versi NAHB (21:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:


IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q1-2019 YoY)5,17%
Inflasi (April 2019 YoY)2,83%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (April 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q1-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (Q1-2019)US$ 2,4 miliar
Cadangan devisa (April 2019)US$ 124,29 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular