
Newsletter
Jangan Sampai Perang Dagang Seperti Thanos, Inevitable
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
09 May 2019 05:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kembali mengalami koreksi pada perdagangan kemarin. Sentimen eksternal dan domestik sama-sama kurang kondusif.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,43%. IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama Asia, di mana Nikkei 225 anjlok 1,46%, Hang Seng amblas 1,23%, Shanghai Composite ambrol 1,12%, Kospi minus 0,41%, dan Straits Times berkurang 0,87%.
Sementara rupiah terdepresiasi 0,11% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Setidaknya dolar AS masih bisa dijaga di bawah Rp 14.300.
Baca:
'Bulan Madu' Rupiah Cuma Sehari, Terganggu Ribut Politik?
Lalu imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 5,1 basis poin. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun karena tertekan aksi jual.
Dari sisi eksternal, tekanan di pasar keuangan Asia (termasuk Indonesia) disebabkan oleh isu perang dagang AS-China. Isu yang menjadi bola panas sejak awal pekan ini.
"Dalam beberapa pekan terakhir, kami melihat ada penurunan komitmen dari pihak China. Kami tidak bicara soal membatalkan dialog, tetapi mulai Jumat akan ada tarif bea masuk baru," tegas Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS, dikutip dari Reuters.
Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, menambahkan bahwa China memang perlu didorong untuk segera menyelesaikan dialog dagang. Untuk itu, perlu ada langkah yang cukup drastis.
"Mereka (China) coba untuk mundur ke hal-hal yang sebelumnya pernah dibicarakan, jelas ada upaya untuk mengubah kesepakatan. Oleh karena itu, seluruh tim ekonomi pemerintahan AS sepakat dan merekomendasikan kepada presiden untuk bergerak maju dengan bea masuk jika kita tidak bisa menyelesaikan kesepakatan dagang akhir pekan ini, " ungkap Mnuchin, mengutip Reuters.
Pada Kamis dan Jumat pekan ini waktu setempat, Wakil Perdana Menteri China Liu He akan berkunjung ke Washington untuk melanjutkan dialog dagang. Jika kesepakatan tidak tercapai, maka AS akan menaikkan bea masuk bagi importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Kalau AS sampai menaikkan bea masuk, apakah China bisa terima? Kemungkinan besar tidak dan akan dibalas dengan kebijakan yang sama. Perang dagang pun meletus lagi.
Sementara dari sisi domestik, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa April adalah US$ 124,3 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar.
Meski masih cukup memadai, penurunan cadangan devisa tetap agak mengganggu. Sebab, 'peluru' yang bisa digunakan oleh BI untuk stabilisasi nilai tukar menjadi berkurang.
Kemudian investor juga menunggu rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2019 pada akhir pekan ini. Salah satu pos yang menjadi sorotan adalah transaksi berjalan (current account).
Transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa dari sisi ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang yang berasal dari portofolio di pasar keuangan sehingga menjadi fondasi penting bagi kestabilan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,43%. IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama Asia, di mana Nikkei 225 anjlok 1,46%, Hang Seng amblas 1,23%, Shanghai Composite ambrol 1,12%, Kospi minus 0,41%, dan Straits Times berkurang 0,87%.
Sementara rupiah terdepresiasi 0,11% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Setidaknya dolar AS masih bisa dijaga di bawah Rp 14.300.
Baca:
'Bulan Madu' Rupiah Cuma Sehari, Terganggu Ribut Politik?
Lalu imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 5,1 basis poin. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun karena tertekan aksi jual.
Dari sisi eksternal, tekanan di pasar keuangan Asia (termasuk Indonesia) disebabkan oleh isu perang dagang AS-China. Isu yang menjadi bola panas sejak awal pekan ini.
"Dalam beberapa pekan terakhir, kami melihat ada penurunan komitmen dari pihak China. Kami tidak bicara soal membatalkan dialog, tetapi mulai Jumat akan ada tarif bea masuk baru," tegas Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS, dikutip dari Reuters.
Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, menambahkan bahwa China memang perlu didorong untuk segera menyelesaikan dialog dagang. Untuk itu, perlu ada langkah yang cukup drastis.
"Mereka (China) coba untuk mundur ke hal-hal yang sebelumnya pernah dibicarakan, jelas ada upaya untuk mengubah kesepakatan. Oleh karena itu, seluruh tim ekonomi pemerintahan AS sepakat dan merekomendasikan kepada presiden untuk bergerak maju dengan bea masuk jika kita tidak bisa menyelesaikan kesepakatan dagang akhir pekan ini, " ungkap Mnuchin, mengutip Reuters.
Pada Kamis dan Jumat pekan ini waktu setempat, Wakil Perdana Menteri China Liu He akan berkunjung ke Washington untuk melanjutkan dialog dagang. Jika kesepakatan tidak tercapai, maka AS akan menaikkan bea masuk bagi importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Kalau AS sampai menaikkan bea masuk, apakah China bisa terima? Kemungkinan besar tidak dan akan dibalas dengan kebijakan yang sama. Perang dagang pun meletus lagi.
Sementara dari sisi domestik, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa April adalah US$ 124,3 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar.
Meski masih cukup memadai, penurunan cadangan devisa tetap agak mengganggu. Sebab, 'peluru' yang bisa digunakan oleh BI untuk stabilisasi nilai tukar menjadi berkurang.
Kemudian investor juga menunggu rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2019 pada akhir pekan ini. Salah satu pos yang menjadi sorotan adalah transaksi berjalan (current account).
Transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa dari sisi ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang yang berasal dari portofolio di pasar keuangan sehingga menjadi fondasi penting bagi kestabilan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular