'Bulan Madu' Rupiah Cuma Sehari, Terganggu Ribut Politik?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 May 2019 16:27
'Bulan Madu' Rupiah Cuma Sehari, Terganggu Ribut Politik?
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Baru saja rupiah menguat kemarin setelah 'puasa' 10 hari, tetapi sekarang melemah lagi. 

Pada Rabu (8/5/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.290 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya. 

Rupiah sudah melemah tipis 0,07% kala lapak pasar spot dibuka. Seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah dan dolar AS sempat menembus level Rp 14.300. 


Jelang penutupan pasar, depresiasi rupiah perlahan menipis dan dolar AS bisa didorong ke bawah Rp 14.300. Namun rupiah kehabisan waktu, saat pasar ditutup mata uang Tanah Air belum bisa menyeberang ke zona hijau. 

Kemarin, rupiah berhasil menguat setelah 10 hari beruntun tidak pernah merasakan zona hijau. Hari ini, rupiah kembali mengakrabi area depresiasi. Masa 'bulan madu' rupiah ternyata cuma bertahan sehari.


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Sayang sekali karena sebagian besar mata uang Asia menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya peso Filipina dan dolar Hong Kong yang melemah. 

Namun rupiah bukan lagi mata uang terlemah di Benua Kuning, karena depresiasi peso sedikit lebih parah. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:10 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Melihat situasi ini, maka sentimen domestik sepertinya lebih dominan membuat rupiah tidak bertenaga. Pertama, bisa jadi investor merespons rilis cadangan devisa. 

Bank Indonesia (BI) melaporkan, cadangan devisa April adalah US$ 124,3 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar. 


Meski masih cukup memadai, penurunan cadangan devisa tetap agak mengganggu. Sebab, 'peluru' yang bisa digunakan oleh BI untuk stabilisasi nilai tukar menjadi berkurang. 

Kedua, investor juga menunggu rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2019 pada akhir pekan ini. Salah satu pos yang menjadi sorotan adalah transaksi berjalan (current account). 

Transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa dari sisi ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang yang berasal dari portofolio di pasar keuangan sehingga menjadi fondasi penting bagi kestabilan rupiah. 

Ketiga, ada kemungkinan pelaku pasar wait and see akibat iklim politik yang belum kondusif usai Pemilu 2019. Perhitungan cepat (quick count) maupun riil dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin.


Namun kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, terus menyuarakan menolak kalah. Bahkan Prabowo beberapa kali mengumumkan kemenangannya, berdasarkan hasil real count dari Badan Pemenangan Nasional (BPN). Kubu ini juga terus menggemakan kecurangan Pemilu dan meminta proses penghitungan suara di KPU dihentikan. 


Belum lama ini, Prabowo di hadapan koresponden media asing menyatakan dirinya tidak akan menyerah. Dia meminta media massa memberitakan kecurangan Pemilu sehingga hasilnya tidak sah. 

Perkembangan ini bisa mendelegitimasi hasil perhitungan suara oleh KPU. Jadi kalau nanti KPU menetapkan siapa pun sebagai pemenang Pemilu, gaduh politik belum akan berhenti. 

Tensi politik yang tinggi ini tentu membuat investor kurang nyaman. Oleh karena itu, ada kemungkinan pemilik modal memilih menunggu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia sampai perpolitikan nasional kondusif. Hasilnya tentu rupiah melemah karena kekurangan 'darah'.  



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular