Newsletter

Jangan Sampai Perang Dagang Seperti Thanos, Inevitable

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
09 May 2019 05:35
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan dari Wall Street yang tidak terlalu bagus. Koreksi di Wall Street dikhawatirkan menular ke Asia. 

Kedua, investor juga perlu mencermati perkembangan hubungan AS-China, terutama dialog yang nanti akan berlangsung di Washington. Jika dialog ini gagal menelurkan kesepakatan, maka AS siap mengeksekusi rencana kenaikan tarif bea masuk. Kebijakan yang bakal dibalas setimpal oleh China.

Perang dagang pun menjadi seperti Thanos, inevitable (tidak terhindarkan). Jangan sampai terjadi...

Semoga dialog dagang kali ini berjalan sukses, sebab ada hawa yang kurang enak. AS menuding China berjalan mundur dalam proses negosiasi. Kawat diplomatik dari Beijing yang diterima Washington mengungkapkan China menghapus beberapa komitmen dalam draf kesepakatan dagang.

Mengutip Reuters, China disebutkan tidak lagi berkomitmen untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual, pemaksaan transfer teknologi, kebijakan persaingan bebas, akses terhadap sektor keuangan, dan manipulasi kurs. Ini yang membuat pemerintahan Trump meradang dan sampai mengeluarkan ancaman kenaikan tarif bea masuk.

Oleh karena itu, beberapa sumber di lingkaran pemerintah AS pesimistis dialog dengan Wakil Perdana Menteri China bisa menghasilkan hal yang positif. Satu-satunya cara adalah China mengembalikan lagi komitmen mereka, dan itu tertuang hitam di atas putih dalam naskah kesepakatan. 

Sepertinya isu ini masih akan memainkan peran penting dalam mempengaruhi gerak pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Jadi investor harus memasang mata dan telinga untuk memantau segala perkembangan terkait dinamika relasi AS-China. 

Sentimen ketiga, masih masih melibatkan AS, Trump telah meneken aturan baru mengenai sanksi terhadap Iran. Kali ini menyasar ekspor logam industri Negeri Persia. Barang siapa yang masih membeli logam dari Iran, maka tidak bisa berbisnis dengan AS. 

"Kebijakan ini menargetkan penerimaan Iran dari ekspor logam industri, yang menyumbang 10% dari total ekspor. Ini menjadi peringatan bagi negara lain bahwa mengizinkan logam dari Iran masuk ke pelabuhan tidak lagi ditoleransi. Teheran akan menerima sanksi lain kecuali jika mereka mengubah kebijakannya secara fundamental," kata Trump. 

Hubungan AS-Iran sepertinya akan semakin panas. Apalagi beberapa waktu lalu AS sudah mengirim pasukannya ke Timur Tengah, sesuatu yang bisa menaikkan tensi di wilayah tersebut. 

Dikhawatirkan hubungan AS-Iran yang memburuk bisa berujung pada konflik bersenjata (amit-amit). Ini tentu akan mempengaruhi pasokan minyak dari Timur Tengah sehingga harga si emas hitam naik. Pada pukul 05:10 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,5% dan 0,91%.  

Kenaikan harga minyak akan berdampak negatif bagi rupiah. Sebab kenaikan harga komoditas ini akan membuat impor minyak semakin mahal.

Padahal impor minyak lagi-lagi bagai Thanos bagi Indonesia, inevitable, karena negara ini adalah net importir. Produksi dalam negeri belum kunjung cukup untuk memenuhi permintaan, sehingga mau tidak mau harus impor. 

Kala impor minyak membengkak gara-gara harga naik, maka tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan akan meningkat. Akibatnya rupiah kehilangan fondasi yang kuat dan mudah terombang-ambing. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular