
Newsletter
Cermati Potensi 'Gempa Susulan' Turki Sampai Bunga Acuan BI
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
15 August 2018 06:04

Sentimen keempat adalah dari dalam negeri yaitu rilis data perdagangan internasional periode Juli 2018. Badan Pusat Statistik dijadwalkan mengumumkan realisasi ekspor, impor, dan neraca perdagangan pada pukul 11:00 WIB.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor pada Juli 2018 tumbuh 11,3% dibandingkan setahun sebelumnya atau year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan tumbuh lebih cepat yaitu 13,4%. Hasilnya adalah neraca perdagangan mencatat defisit US$ 640 juta.
Defisit neraca perdagangan yang berpotensi terjadi pada Juli membuat transaksi berjalan (current account) pada kuartal III-2018 di ujung tanduk. Padahal pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan sudah mencatatkan defisit yang cukup dalam yaitu US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Catatan tersebut merupakan yang terdalam sejak kuartal III-2014.
Transaksi berjalan adalah bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bersama dengan transaksi modal dan finansial. NPI menggambarkan arus devisa yang masuk ke sebuah negara.
Namun transaksi berjalan lebih mendapat perhatian. Sebab, transaksi berjalan mewakili arus devisa yang berasal dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustain) dibandingkan modal asing portofolio di sektor keuangan alias hot money, yang bisa datang dan pergi sesuka hati.
Ketika transaksi berjalan defisit, ada persepsi suatu mata uang kurang dukungan devisa yang memadai. Oleh karena itu, mata uang menjadi rentan melemah.
Indonesia patut waspada jika neraca perdagangan kembali defisit. Ini bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah.
Sentimen kelima, masih dari dalam negeri, adalah pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%. Dari 12 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, seluruhnya memperkirakan tidak ada kenaikan.
Namun, sejatinya pelemahan rupiah yang cukup dalam sejak akhir pekan lalu membuat pelaku pasar gamang. Demi menjaga stabilitas nilai tukar, bukan tidak mungkin BI akan menaikkan suku bunga acuan.
Gonjang-gonjang Turki yang masih belum sepenuhnya usai membawa potensi tekanan terhadap rupiah. Bila krisis mata uang lira menyebar ke negara-negara berkembang lainya, maka mimpi buruk krisis keuangan Asia seperti 1997-1998 bukan tidak mungkin bisa terulang.
"Apabila beberapa negara berkembang lainnya turut memburuk setelah Turki, pelemahan tersebut dapat menimbulkan tekanan lebih lanjut ke seluruh negara berkembang seperti di tahun 1997. Dengan kondisi yang ada saat ini, BI perlu mempercepat kenaikan suku bunga untuk menahan penurunan cadangan devisa lebih lanjut," tulis kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).
Oleh karena itu, suku bunga acuan akan sangat ditunggu oleh investor. Jika BI benar-benar menaikkan suku bunga acuan, maka bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah karena meningkatkan potensi masuknya arus modal asing.
(aji/aji)
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor pada Juli 2018 tumbuh 11,3% dibandingkan setahun sebelumnya atau year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan tumbuh lebih cepat yaitu 13,4%. Hasilnya adalah neraca perdagangan mencatat defisit US$ 640 juta.
Defisit neraca perdagangan yang berpotensi terjadi pada Juli membuat transaksi berjalan (current account) pada kuartal III-2018 di ujung tanduk. Padahal pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan sudah mencatatkan defisit yang cukup dalam yaitu US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Catatan tersebut merupakan yang terdalam sejak kuartal III-2014.
Transaksi berjalan adalah bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bersama dengan transaksi modal dan finansial. NPI menggambarkan arus devisa yang masuk ke sebuah negara.
Namun transaksi berjalan lebih mendapat perhatian. Sebab, transaksi berjalan mewakili arus devisa yang berasal dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustain) dibandingkan modal asing portofolio di sektor keuangan alias hot money, yang bisa datang dan pergi sesuka hati.
Ketika transaksi berjalan defisit, ada persepsi suatu mata uang kurang dukungan devisa yang memadai. Oleh karena itu, mata uang menjadi rentan melemah.
Indonesia patut waspada jika neraca perdagangan kembali defisit. Ini bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah.
Sentimen kelima, masih dari dalam negeri, adalah pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%. Dari 12 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, seluruhnya memperkirakan tidak ada kenaikan.
Namun, sejatinya pelemahan rupiah yang cukup dalam sejak akhir pekan lalu membuat pelaku pasar gamang. Demi menjaga stabilitas nilai tukar, bukan tidak mungkin BI akan menaikkan suku bunga acuan.
Gonjang-gonjang Turki yang masih belum sepenuhnya usai membawa potensi tekanan terhadap rupiah. Bila krisis mata uang lira menyebar ke negara-negara berkembang lainya, maka mimpi buruk krisis keuangan Asia seperti 1997-1998 bukan tidak mungkin bisa terulang.
"Apabila beberapa negara berkembang lainnya turut memburuk setelah Turki, pelemahan tersebut dapat menimbulkan tekanan lebih lanjut ke seluruh negara berkembang seperti di tahun 1997. Dengan kondisi yang ada saat ini, BI perlu mempercepat kenaikan suku bunga untuk menahan penurunan cadangan devisa lebih lanjut," tulis kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).
Oleh karena itu, suku bunga acuan akan sangat ditunggu oleh investor. Jika BI benar-benar menaikkan suku bunga acuan, maka bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah karena meningkatkan potensi masuknya arus modal asing.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular