
Newsletter
Cermati Potensi 'Gempa Susulan' Turki Sampai Bunga Acuan BI
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
15 August 2018 06:04

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang ciamik. Diharapkan hijaunya bursa saham New York bisa terular ke Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah dinamika di Turki. Meski sejak kemarin sudah mereda, tetapi investor tetap perlu memonitor perkembangan di sana. Sebab, bisa jadi ada 'gempa susulan' dari Ankara.
Pasalnya, hubungan Turki dengan AS masih panas. Presiden Erdogan dengan tegas menyebut guncangan ekonomi di negaranya adalah buah dari perang ekonomi. Bahkan Erdogan kini melancarkan kampanye boikot produk elektronik asal AS.
"Mereka punya iPhone, dan kita punya Vestel," tegas Erdogan, mengacu pada merek ponsel buatan Turki.
Selain itu, Presiden Trump juga dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson. Pastur asal AS ini ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan percobaan kudeta pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
"Presiden sangat frustrasi karena Brunson belum dibebaskan. Beliau berkomitmen 100% untuk membawa Brunson pulang," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperi dikutip Reuters.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS disebut-sebut akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium.
"Pemerintah akan tegas soal ini. Belum ada perkembangan dalam kasus Brunson, dan bila tidak ada tindakan nyata dalam beberapa hari atau minggu ke depan, maka tindakan lanjutan akan ditempuh. Tekanan akan meningkat," ungkap salah seorang pejabat teras Gedung Putih, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, pelaku pasar masih harus waspada karena situasi di Turki masih bergejolak. Hal ini bisa berakibat melemahnya kembali nilai tukar lira. Apabila lira sampai terdepresiasi dalam, maka Turki lagi-lagi akan membuat pasar keuangan global 'kebakaran'.
Sentimen ketiga, dolar AS berpotensi untuk bangkit setelah kemarin sempat tertekan. Pada pukul 05:15 WIB, Dollar Index menguat sampai 0,27%.
Keperkasaan dolar AS datang kembali karena masih ada sedikit kekhawatiran mengenai masa depan ekonomi Turki. Walau sekarang reda, tetapi Turki masih menyimpan bara dalam sekam karena inflasi yang mencapai dua digit, sanksi AS, sampai Presiden Erdogan yang terlalu mengobok-obok kebijakan ekonomi.
"Saya tidak percaya ini sudah berakhir. Kita hanya sedang dalam fase tenang dalam sebuah siklus penurunan," kata Minh Trang, Senior Currency Trader di Silicon Valley Bank yang berbasis di California, dikutip dari Reuters.
Bila kebangkitan dolar AS bertahan lama, maka mata uang lainnya akan cenderung tertekan. Rupiah bsa saja menjadi salah satunya. Pelemahan rupiah tentunya menjadi sentimen negatif di pasar keuangan domestik.
(aji/aji)
Kedua adalah dinamika di Turki. Meski sejak kemarin sudah mereda, tetapi investor tetap perlu memonitor perkembangan di sana. Sebab, bisa jadi ada 'gempa susulan' dari Ankara.
Pasalnya, hubungan Turki dengan AS masih panas. Presiden Erdogan dengan tegas menyebut guncangan ekonomi di negaranya adalah buah dari perang ekonomi. Bahkan Erdogan kini melancarkan kampanye boikot produk elektronik asal AS.
"Mereka punya iPhone, dan kita punya Vestel," tegas Erdogan, mengacu pada merek ponsel buatan Turki.
Selain itu, Presiden Trump juga dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson. Pastur asal AS ini ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan percobaan kudeta pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
"Presiden sangat frustrasi karena Brunson belum dibebaskan. Beliau berkomitmen 100% untuk membawa Brunson pulang," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperi dikutip Reuters.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS disebut-sebut akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium.
"Pemerintah akan tegas soal ini. Belum ada perkembangan dalam kasus Brunson, dan bila tidak ada tindakan nyata dalam beberapa hari atau minggu ke depan, maka tindakan lanjutan akan ditempuh. Tekanan akan meningkat," ungkap salah seorang pejabat teras Gedung Putih, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, pelaku pasar masih harus waspada karena situasi di Turki masih bergejolak. Hal ini bisa berakibat melemahnya kembali nilai tukar lira. Apabila lira sampai terdepresiasi dalam, maka Turki lagi-lagi akan membuat pasar keuangan global 'kebakaran'.
Sentimen ketiga, dolar AS berpotensi untuk bangkit setelah kemarin sempat tertekan. Pada pukul 05:15 WIB, Dollar Index menguat sampai 0,27%.
Keperkasaan dolar AS datang kembali karena masih ada sedikit kekhawatiran mengenai masa depan ekonomi Turki. Walau sekarang reda, tetapi Turki masih menyimpan bara dalam sekam karena inflasi yang mencapai dua digit, sanksi AS, sampai Presiden Erdogan yang terlalu mengobok-obok kebijakan ekonomi.
"Saya tidak percaya ini sudah berakhir. Kita hanya sedang dalam fase tenang dalam sebuah siklus penurunan," kata Minh Trang, Senior Currency Trader di Silicon Valley Bank yang berbasis di California, dikutip dari Reuters.
Bila kebangkitan dolar AS bertahan lama, maka mata uang lainnya akan cenderung tertekan. Rupiah bsa saja menjadi salah satunya. Pelemahan rupiah tentunya menjadi sentimen negatif di pasar keuangan domestik.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular