
Newsletter
IHSG Minim 'Bensin'
Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 February 2018 06:09

- IHSG menguat 0,04% pada akhir pekan dan 1,32% sepanjang pekan lalu.
- Bursa Asia ditutup positif sepanjang pekan lalu.
- Wall Street ditutup variatif, pergerakan mulai terbatas menunggu sentimen penggerak pasar berikutnya, seperti suku bunga acuan.
Pada akhir pekan lalu, IHSG memang melemah tipis 0,04% dan ditutup di 6.591,58. Investor sepertinya khawatir dengan data neraca perdagangan yang pada Januari 2018 tercatat minus US$ 670 juta. Faktor ambil untung jelang libur Tahun Baru Imlek juga menyebabkan koreksi tersebut.
Namun sepanjang pekan lalu, IHSG mampu menguat 1,32%. Kenaikan laju IHSG diiringi oleh lonjakan kapitalisasi pasar sebesar 1,22% menjadi Rp 7.332,41 triliun.
Investor asing terlihat masih hati-hati dalam bertransaksi di Indonesia. Terlihat dari aksi jual bersih senilai Rp 1,58 triliun sepanjang pekan lalu. Selama 2018, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 6,89 triliun.
IHSG bergerak searah dengan bursa regional. Sepekan lalu, Hang Seng meroket 5,5%, Shanghai Composite naik 1,43%, Nikkei menguat 1,58%, dan Strait Times bertambah 1,73%.
Bursa Asia mendapat energi positif dari Wall Street. Pada akhir pekan kemarin, Wall Street memang ditutup agak variatif di mana Dow Jones berakhir menguat tipis 0,08% ke 25.219,38, S&P 500 menguat 0,04% menjadi 2.732,22, tetapi Nasdaq melemah 0,36% ke 6.770,66. Pergerakan Wall Street mulai terbatas, karena pasar kehabisan energi. Dibutuhkan sentimen besar berikutnya untuk menggerakkan pasar, seperti pengumuman suku bunga acuan The Federal Reserve/The Fed Rate.
Meski begitu, sepanjang pekan lalu, Dow Jones naik 4,25%, S&P 500 menguat 4,3%, dan Nasdaq bertambah 5,31%. Penguatan mingguan Dow Jones menjadi yang tertinggi sejak November 2016, sementara S&P 500 mencatat kenaikan mingguan terkuat sejak Januari 2013, dan Nasdaq membukukan lonjakan mingguan terbaik sejak Desember 2011.
Kebangkitan menjadi kata kunci bursa saham dunia pekan lalu, setelah pekan sebelumnya terhanyut ke “lautan merah”. Padahal, pekan lalu ada rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya diperkirakan akan membuat pasar saham kembali terperosok ke zona negatif.
Laju inflasi Negeri Paman Sam pada Januari 2018 tercatat 2,1% year on year (YoY), lebih cepat dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,9% YoY. Awalnya para ekonom dan analis memperkirakan hal ini bisa memicu aksi jual yang masif di bursa saham, karena investor mencemaskan percepatan laju inflasi bakal berbuntut pada kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Investor pun diprediksi akan mengalihkan dana ke pasar obligasi, seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Namun perkiraan tersebut tidak terwujud. Pasar sepertinya justru melihat sisi baik dari percepatan laju inflasi dan kenaikan suku bunga acuan, yaitu ekonomi AS yang semakin kuat. Laporan keuangan emiten yang solid juga membantu mendukung penguatan Wall Street.
Untuk perdagangan hari ini, terdapat beberapa faktor yang bisa membuat IHSG berbalik arah dan kembali menguat. Pertama adalah keputusan Bank Indonesia (BI) yang masih menahan suku bunga acuan 4,25%, sesuai konsensus pasar.
Suku bunga 4,25% dinilai masih sejalan dengan proyeksi inflasi tahun ini yang berada di kisaran 3,5% plus minus 1. Di tengah aura kenaikan suku bunga di negara maju, ruang pelonggaran moneter bagi Indonesia juga semakin tipis. Pasar juga memandang suku bunga acuan 4,25% masih relevan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Laporan keuangan emiten juga bisa mendorong kenaikan IHSG, bila hasilnya positif. Akan ada beberapa emiten yang merilis laporan keuangan seperti MPPA dan SMGR. Sementara emiten lain seperti LMAS, MLPL, dan META akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang juga patut dicermati.
Perkembangan dolar AS juga bisa suportif terhadap IHSG. Greenback seolah sedang kehilangan pijakan dan dalam tren melemah.
Dolar AS masih dalam posisi defensif sambil menunggu keputusan suku bunga acuan bulan depan. Kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve diperkirakan baru bisa menyelamatkan dolar AS.
Penguatan dolar AS bisa berujung pada penguatan rupiah, yang menjadi sentimen positif bagi IHSG. Namun, penguatan rupiah bisa menjadi bumerang yang berbalik menyerang Indonesia. Penguatan rupiah akan mendorong kenaikan impor karena harga produk luar negeri yang lebih murah.
Lonjakan impor akan mengancam neraca perdagangan dan kemudian transaksi berjalan. Kekhawatiran ini terbukti bisa membuat IHSG ditutup negatif pada perdagangan akhir pekan lalu.
Risiko lain yang bisa mengancam IHSG (lagi-lagi) adalah aksi ambil untung alias profit taking. Sekedar mengingatkan, IHSG sudah menguat 3,71% selama tahun ini sehingga investor bisa mencairkan keuntungan mereka kapan saja.
Pergerakan IHSG hari ini sepertinya akan relatif terbatas, karena sejumlah bursa utama dunia sedang libur. Bursa Hong Kong dan China masih libur Tahun Baru Imlek, sementara Wall Street tutup memperingati President Day. Minimnya “bensin” dari dalam dan luar negeri nampaknya akan membuat IHSG bergerak terbatas.
Berikut peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Sejumlah menteri Kabinet Kerja mengadakan rapat membahas program Tapera di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (14.00 WIB).
- Rilis data ekspor-impor dan neraca perdagangan Jepang (06.50).
- Rilis data pertumbuhan ekonomi Thailand (09.30).
- Rilis data transaksi berjalan Uni Eropa (16.00).
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
![]() |
Tags
Related Articles
Most Popular
Recommendation
