Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Indonesia tumbuh 5,44% (year on year/yoy) pada kuartal II-2022. Jika menghilangkan tahun anomali pada 2020-2021 karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) pertumbuhan kuartal II tahun ini adalah yang tertinggi sejak kuartal IV-2013 atau delapan tahun lebih.
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini juga mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh 3,72% dibandingkan kuartal sebelumnya (quartal to quartal/qtq). Sebagai catatan, pada kuartal I-2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% (yoy) tetapi terkontraksi 0,95% (qtq).
Dengan pertumbuhan mencapai 5,44% pada kuartal I-2022 maka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia telah tumbuh di atas 5% atau ke level historisnya selama tiga kuartal berturut-turut.
Ekonomi Indonesia sempat terkontraksi selama empat kuartal pada 2020-2021, yakni dari kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021. Ekonomi Indonesia memang sempat melesat ke level 7,07% pada kuartal II -2021.
Namun, lonjakan pertumbuhan lebih karena rendahya basis perhitungan pada tahun sebelumnya mengingat pandemi Covid-19 meluluhlantakkan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020.
Jika melihat data BPS dan mengilangkan tahun anomali 2020-2021, maka ini adalah kali pertama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mampu mencatatkan pertumbuhan hingga 5,44%. Pertumbuhan sebesar itu mendekati kuartal IV-2013 yakni 5,58% di mana Indonesia masih dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor. Pada kuartal II-2022, konsumsi rumah tangga berkontribusi 51,47% terhadap pertumbuhan ekonomi sementara peran ekspor sebesar 24,68%.
Perayaan Lebaran yang meriah, pelonggaran mobilitas, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) membuat konsumsi melonjak. Sementara itu, lonjakan harga komoditas energi dan pangan membuat laju ekspor melesat.
Pada kuartal II-2022, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,51%, tertinggi sejak kuartal II-2021 yakni 5,96%. Jika menghilangkan pergerakan anomali pada 2020-2021, maka pertumbuhan konsumsi pada kuartal II tahun ini adalah yang tertinggi sejak kuartal I-2013 (5,68%).
Dengan pertumbuhan mencapai 5,51% pada kuartal II-2022, konsumsi rumah tangga juga tumbuh kembali ke level historisnya di kisaran 5% seperti sebelum pandemi.
Seperti diketahui, Hari Raya Idul Fitri 2022 yang jatuh pada 2 Mei adalah perayaan Lebaran pertama yang digelar secara normal. "Pelonggaran syarat perjalanan serta momen hari raya Idul Fitri menjadi pendorong meningkatnya mobilitas penduduk sepanjang Triwulan 2-2022. Daya beli kelompok masyarakat bawah terbantu oleh bantuan sosial," tutur Margo, dalam konferensi pers, Jumat (5/8/2022).
Pada konsumsi rumah tangga, pertumbuhan tertinggi terjadi untuk pengeluaran transportasi dan komunikasi dan kelompok restoran dan hotel. Tingginya pengeluaran pada kelompok tersebut tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang mengizinkan mudik pada Lebaran tahun ini setelah melarangnya pada 2020 dan 2021. Panjangnya cuti bersama (29 April-6 Mei) juga ikut mendorong pergerakan transportasi, konsumsi di restoran, hingga penginapan di pelosok daerah.
Data Kementerian Perhubungan memperkirakan ada 85,5 juta pergerakan orang mudik selama Lebaran tahun ini. Pada kuartal II-2022, pengeluaran transportasi dan komunikasi tumbuh 9,68%, lebih tinggi dibandingkan pada kuartal I-2022 yang tercatat 7,04%. Pengeluaran restoran dan hotel tumbuh 6,61%, lebih tinggi dibandingkan 4,21% pada kuartal I-2022.
Sementara itu, pengeluaran untuk makanan dan minuman selain restoran meningkat 4,09% dari 4,34% pada kuartal I-2022. Dari konsumsi rumah tangga, hanya pengeluaran untuk pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya yang mengalami penurunan.
Perayaan Lebaran dan lonjakan harga komoditas juga mendorong pesatnya pertumbuhan dari sisi produksi. Semua lapangan usaha tumbuh pada periode April-Juni 2022, kecuali administrasi pemerintahan dan jasa pendidikan yang mengalami kontraksi. Lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi adalah transportasi dan pergudangan serta akomodasi dan makan minum.
Pertumbuhan industri makanan dan minuman ditopang peningkatan konsumsi saat Ramadan dan Idul Fitri. Transportasi dan perdagangan tumbuh 21,27% pada kuartal II-2022, jauh lebih tinggi dibandingkan pada kuartal I-2022 yang tercatat 15,79%.
Pertumbuhan tinggi juga dicatat oleh industri tekstil dan pakaian yakni sebesar 13,74% didorong oleh peningkatan permintaan pakaian.
Sementara itu, ekspor tumbuh 19,74% yoy) pada kuartal II-2022, lebih tinggi dibandingkan yang tercatat pada kuartal I-2022 sebesar 16,69%. Lonjakan harga komoditas membuat pertumbuhan pada kelompok non-migas melesat hingga 21,01%.
Dari sisi produksi, besarnya permintaan ekspor juga mendorong sektor pertambangan bijih logam untuk tumbuh 22,37%. Pertumbuhan ditopang peningkatan produksi tembaga dan emas.
Pertambangan batubara tumbuh 4,25% seiring dengan kenaikan permintaan dari luar negeri terutama saat Eropa melarang pembelian batu bara dari Rusia karena konflik Rusia-Ukraina.
Lonjakan ekspor juga menopang pertumbuhan di wilayah berbasis komoditas seperti Kalimantan dan Sulawesi. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Kalimantan menembus 4,25% pada kuartal II-2022, lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2022 yang tercatat 3,24%.
Pertumbuhan di Sulawesi mencapai 6,47% pada April-Juni, lebih tinggi dibandingkan periode Januari-Maret yang tercatat 5,51%.
Impor tumbuh 12,34% (yoy) pada kuartal II-2022, lebih rendah dibandingkan kuartal I-2022 yang tercatat 15,87%. Seperti perkiraan, konsumsi pemerintah akan terkontraksi pada April-Juni karena berkurangnya belanja penanganan Covid-19. Konsumsi pemerintah terkontraksi 5,24% pada kuartal II-2022.
Sementara itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi hanya tumbuh 3,07% pada kuartal II-2022, terendah sejak kuartal I-2021 yang terkontraksi 0,21%. Jika menghilangkan tahun anomali pada 2020 dan 2021, pertumbuhan investasi pada kuartal II-2022 adalah yang terendah sejak kuartal IV-2013 atau terendah dalam delapan tahun lebih.
Kecilnya pertumbuhan investasi membuat kontribusinya terhadap pertumbuhan mengecil menjadi 27,31%. Padahal sebelum pandemi, kontribusi investasi pada pertumbuhan ada di kisaran 30%.
Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana memperkirakan pertumbuhan ekonomi tetap tinggi pada kuartal III tahun ini. Selain karena permintaan yang masih kuat, pertumbuhan tinggi pada kuartal III-2022 akan disebabkan oleh rendahnya basis perhitungan pada tahun lalu.
Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai ke 3,51% (yoy) pada kuartal III-2021 karena mobilitas masyarakat yang sangat terbatas. Pemerintah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli 2021 karena gelombang Covid-19 varian Delta.
"Pertumbuhan kuartal III tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2022. Varian Delta berdampak besar terhadap rendahnya basis perhitungan," ujar Wisnu, kepada CNBC Indonesia.
Indikator ekonomi pada kuartal III tahun ini juga menunjukkan perbaikan seperti yang tercermin dalam Purchasing Managers' Index (PMI). PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,3 pada Juli 2022, level tertingginya dalam tiga bulan terakhir.
"Namun, perlu kita ingat ada beberapa risiko yang bisa menahan pertumbuhan pada kuartal III mulai dari ketidakpastian global serta adanya lonjakan inflasi," imbuhnya.
Merujuk data BPS, inflasi pada awal Juli menembus 0,64% (month to month/mtm) dan 4,94% (yoy). Inflasi tahunan pada Juli adalah yang tertinggi sejak Oktober 2015. Senada, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2022 akan meningkat bahkan bisa menembus di kisaran 6%.
"Konsumsi rumah tangga akan terus meningkat karena pelonggaran PPKM. Dengan konsumsi yang menguat maka produksi dan investasi akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III bisa mencapai kisaran 6% karena basis perhitungan yang rendah," tutur Faisal dalam Macro Brief.
Faisal menambahkan inflasi akan menjadi risiko terbesar bagi pertumbuhan ekonomi kuartal III. Lonjakan inflasi bisa menggerus daya beli. Namun, dengan windfall dari lonjakan harga komoditas maka pemerintah diharapkan bisa menahan harga BBM sehingga laju inflasi bisa terjaga. Tambahan anggaran perlindungan sosial juga diharapkan bisa mengungkit daya beli masyarakat kurang mampu.
TIM RISET CNBC INDONESIA