Serem! Dunia Bakal Dilanda Resesi, Ini Tanda-tandanya

Maesaroh, CNBC Indonesia
10 June 2022 16:04
Ilustrasi Indonesia Resesi (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Indonesia Resesi (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan inflasi sementara di sisi lain ekonomi semakin melambat meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya resesi global. Bank Dunia bahkan mengingatkan bahwa resesi semakin sulit dihindari.

Bank Dunia dalam laporan terbarunya Global Economic Prospectsmengingatkan resesi kini semakin mendekati kenyataan. Pergerakan ekonomi global sekarang ini juga mirip dengan kondisi saat terjadinya resesi 1970an.

Pada tahun 1960an, 1970an terjadi penurunan tajam pada perekonomian global. Di sisi lain, inflasi melonjak tajam karena melambungnya harga minyak mentah dunia.

Pada periode 1960-1970 terjadi dua resesi besar di Amerika Serikat (1969 dan 1973-75) sementara resesi global terjadi sekali yakni pada 1975.

Perekonomian global pada periode 1970an, rata-rata tumbuh 4,1%. Level tersebut jauh di bawah pertumbuhan pada periode 1960an yang berada di kisaran 5% ataupun pada 1950an di 5,5%.

Sementara itu, laju inflasi melonjak tajam. Pada tahun 1973, inflasi global meroket hingga 10,3% karena lonjakan harga minyak. Inflasi Indonesia pada tahun tersebut bahkan menembus 23,30%.



Harga minyak mentah melonjak empat kali lipat menyusul embargo negara eksportir minyak mentah dunia OPEC pada Oktober 1972. Embargo dilancarkan sebagai bentuk protes atas bantuan senjata yang diberikan Negara Barat kepada Israel dalam perang Israel-Suriah-Mesir.

Embargo berakhir pada Maret 1974 tetapi kenaikan hara minyak sudah terlanjur ditransmisikan kepada harga produk lainnya yang membuat inflasi menjulang.

"Gangguan rantai pasokan global melambungkan inflasi pada periode 1970an. Pada periode 1970an, terjadi dua guncangan pada harga minyak yang melemahkan pertumbuhan global," tulis Bank Dunia.

Sama seperti periode 1970an, harga minyak mentah saat ini juga melonjak dan terus bertengger di atas US$ 100 per barel.Lonjakan harga minyak mentah terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu.

Inflasi global juga melonjak tajam pada April dan Mei. Di sejumlah negara inflasi melonjak hingga menembus double digit. Pada April tahun ini, Turki mencatatkan inflasi sebesar 69,97% (year on year/yoy) sementara Argentina sebesar 55,1% dan Brazil tercatat 12,3%.
Amerika Serikat (AS) mencatat inflasi 8,5% pada Maret tahun ini, yang merupakan rekor tertinggi selama 40 tahun terakhir. Inflasi di Jerman melaju kencang ke level 7,4% pada April 2022, rekor tertinggi sepanjang masa negara tersebut.


Bank Dunia mengatakan median inflasi global pada April 2022 menembus 7,8% (year on year/yoy), rekor tertinggi sejak 2008. Inflasi diperkirakan masih akan tinggi sepanjang tahun ini karena harga komoditas pangan dan energi sulit turun.

"Perang, lockdown di China, gangguan rantai pasok dan risiko stagflasi tengah mengancam pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," tutur Presiden Bank Dunia David Malpass, dalam keterangan resmi, Selasa (7/6/2022).

Di sisi lain, pertumbuhan global akan melandai sebagai dampak dari inflasi. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan global hanya akan mencapai 2,9% pada tahun ini. Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yakni 4,1%. Pertumbuhan 2022 juga jauh lebih rendah dibandingkan pada 2021 yakni 5,1%.

Sinyal lain dari akan terjadinya resesi datang dari melemahnya kepercayaan konsumen. Survei yang dilakukan Universitas Michigan menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen AS pada Mei ada di angka 58,4, atau yang terendah dalam satu dekade.

Survei yang dilakukan CNBC pada April tahun ini juga menunjukkan bahwa 80% warga AS meyakini Negara Paman Sam akan mengalami resesi tahun ini.

Melemahnya konsumen ini bahkan terjadi setelah AS mengumumkan tambahan lapangan kerja sebanyak 390.000 pada Mei. Tambahan tersebut jauh di atas ekspektasi pasar (328.000 pekerjaan).

Pemenang Nobel Ekonomi dan professor Yale Robert Shiller  mengatakan ada kemungkinan jika Amerika Serikat (AS) akan mengalami resesi pada beberapa tahun mendatang.

"Kemungkinannya lebih dari 50%. Inflasi mempengaruhi semua orang. Setiap kali mereka pergi ke toko, mereka akan melihat dampak inflasi dan membuat mereka marah," tutur Shiller, seperti dikutip oleh Fortune.

Dia mengingatkan konsumen yang pesimis akan membuat mereka mengerem pengeluaran. Pengeluaran yang berkurang akan berdampak kepada pertumbuhan.

Shiller adalah satu dari banyak ekonom ataupun analis yang mengkhawatirkan akan potensi resesi.

CEO dari JPMorgan Chase Jamie Dimon, Rabu (1/6/2022), sudah mengingatkan pelaku pasar Wall Street serta investor untuk bersiap menghadapi "badai". Lonjakan inflasi serta lemahnya kepercayaan konsumen menjadi dasar dari kekhawatiran Dimon.

"Dulu saya pernah mengatakan bahwa akan ada awan topan tetapi maaf saya harus mengubahnya. Sekarang bukan lagi awan topan tapi akan datang badai. Jadi lebih baik Anda menyiapkan diri untuk itu," tutur Dimon, seperti dikutip dari CNBC.

Pola resesi globalFoto: Bank Dunia
Pola resesi global

 

Peringatan sama dikeluarkan Harrison Fell, peneliti senior dari Global Energy Policy Columbia University.

Harrison mengingatkan kenaikan harga energi di AS merupakan bukti bahwa negara tersebut berada dalam situasi yang ekstrem.
Harga gas di Amerika naik hingga US$ 5 per galon pada bulan ini padahal pada Januari masih di level US$ 3,28 per galon. Kenaikan harga akan berimbas kepada banyak sektor, mulai dari transportasi hingga produk jadi.

"Saya kira kita semua setuju jika harga gas terus naik sementara tidak ada intervensi kebijakan maka kenaikan harga akan mengganggu perekonomian," tutur Harrison.

Survei yang dilakukan CNBC kepada puluhan dewan direktur keuangan (CFO) menunjukan kekhawatiran besar akan terjadinya resesi.
Sebanyak 68% responden percaya bahwa resesi akan terjadi pada semester pertama tahun 2023. Tidak ada satupun CFO yang memperkirakan resesi akan datang setelah semester dua tahun depan. Tidak ada satu juga CFO yang percaya bahwa perekonomian AS akan bebas dari resesi.

Survei  dilakukan pada 22 CFO pada institusi top dunia pada periode 12 Mei- 6 Juni.

Kendati demikian, kepala ekonom Mastercard AS Michelle Meyer mengatakan kondisi AS dan perekonomian global secara umum lebih baik dibandingkan 2008 sehingga potensi resesi bisa ditekan.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen juga meyakini resesi tidak akan menghampiri mereka. Mantan chairman The Fed tersebut mengatakan situasi perekonomian global memang menghadapi ancaman serius tetapi bukan berarti AS akan menghadapi resesi.

Bank Dunia dalam laporannya meminta pengambil kebijakan di masing-masing negara untuk mengambil pelajaran penting dari resesi global 1970an untuk menghindari hal sama terulang pada tahun ini.

"Pelajaran penting dari resesi global 1970an adalah bahwa bank sentral perlu bertindak pre-emptive dalam menjaga inflasi rendah. Kebijakan fiskal juga harus sustainable sehingga bisa mendukung kebijakan moneter dalam menekan inflasi," tulis Bank Dunia.

 

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular