
Hati-hati Resesi Makin Nyata, Serang Dunia Awal 2023

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi ekonomi diprediksi mulai akan melanda di paruh pertama 2023. Hal ini ditegaskan dari sebuah survei yang dilakukan CNBC International kepada beberapa Chief Finance Officer (CFO) perusahaan global.
Hal ini dibuktikan dari tingginya inflasi di beberapa negara. Dalam survei itu, ada lebih dari 40% CFO dunia yang menyebutkan inflasi sebagai risiko eksternal bisnis mereka. Selain itu, mereka juga berpandangan negatif terhadap kondisi geopolitik dunia saat ini.
"Menurut 68% CFO yang menanggapi survei, resesi akan terjadi selama paruh pertama tahun 2023," tulis rilis survei itu, Kamis (9/6/2022).
Baca:Hati-hati Resesi! |
"Tidak ada CFO yang memperkirakan resesi lebih lambat dari paruh kedua tahun depan, dan tidak ada CFO yang berpikir ekonomi akan menghindari resesi."
Terkait dengan kebijakan Federal Reserve Amerika Serikat (AS) dalam mengendalikan inflasi, para CFO memiliki pandangan yang berbeda. Hanya 54% CFO menyatakan kepercayaan pada bank sentral AS itu.
Sebelumnya rambu-rambu resesi sendiri telah disuarakan beberapa lembaga perbankan internasional seperti Bank Dunia dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Dalam rilis terbarunya pada awal pekan ini, Bank Dunia menyebut Ekonomi global diperkirakan hanya akan tumbuh 2,9%, sekitar 1,2 poin persentase di bawah perkiraan Januari lalu. Padahal, pemulihan pertumbuhan menjadi 5,1% sempat terjadi di 2021 menyusul meredanya pandemi.
Pelemahan ini dipicu oleh serangan Rusia ke Ukraina. Serangan Moskow membuat harga pangan, terutama gandum, dan energi, terutama minyak, melonjak dan membahayakan negara terutama kelompok miskin serta industri pupuk serta biaya transportasi yang berujung ke harga barang dan makanan warga.
"Risiko dari stagflasi cukup besar dengan konsekuensi yang berpotensi mengganggu stabilitas bagi ekonomi berpenghasilan rendah dan menengah," kata Presiden Bank Dunia David Malpass, dikutip AFP, Rabu. "Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari."
Sementara itu OECD meramal PDB dunia hanya akan mencapai 3%, turun 1,5 poin persentase dari proyeksi Desember 4,5%.
"Serangan (Rusia) ke Ukraina, bersama dengan penutupan di kota-kota besar dan pelabuhan di China karena kebijakan nol-Covid, telah menghasilkan serangkaian guncangan baru yang merugikan," kata laporan terbaru organisasi yang berbasis di Paris itu.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Lipstik hingga Celana Dalam Bisa Jadi Indikator Resesi