Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia kembali menunjukkan performa yang sangat positif di bulan Maret. Lonjakan harga komoditas menjadi pemicunya.
Pada Maret 2022, surplus neraca perdagangan melonjak ke US$ 4,53 miliar. Angka tersebut adalah yang tertinggi ketiga dalam sejarah, setelah surplus di Oktober US$ 5,73 miliar dan Agustus (US$ 4,75 miliar).
Sebagai perbandingan, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Maret 2022 adalah US$ 2,97 miliar.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor pada Maret mencapai US$ 26,50 miliar sementara impor ada di kisaran US$ 21,97 miliar. Baik ekspor dan impor sama-sama mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah Indonesia.
Nilai ekspor Indonesia di Maret naik 29,42% dibandingkan Februari (month to month/mtm) sementara dibandingkan Maret 2021 melonjak 44,36% (year on year/YoY). Sementara itu, nilai impor Indonesia naik 32,02% (mtm) dan melesat 30,85% (YoY).
Lonjakan surplus tidak lepaskan dari lonjakan harga-harga komoditas pertambangan dan pertanian mulai dari batu bara hingga crude palm oil (CPO). Sebagai catatan, harga sejumlah komoditas melambung di awal Maret karena invasi Rusia ke Ukraina. Batu bara dan CPO bahkan mencatat rekor tertinggi di awal Maret lalu.
Harga batu bara mencetak rekor pada 2 Maret 2022 lalu ke level US$ 446 per ton. Pada 9 Maret, harga CPO menyentuh MYR 7.268/ton yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Lonjakan harga komoditas juga menjadi alasan Indonesia tetap memperpanjang rekor surplus hingga Maret. Indonesia sudah membukukan surplus neraca perdagangan sejak April 2020, atau selama 23 bulan terakhir. Ini baru kali pertama terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Rekor surplus perdagangan tanpa putus kali terakhir terjadi pada Agustus 2008-Juni 2010 yang juga berlangsung selama 23 bulan. Kala itu Indonesia masih dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Seperti pada bulan Februari, ekspor batu bara dan CPO masih menjadi primadona. Ekspor sektor pertambangan di bulan Maret mencapai US$ 5,4 miliar, naik 50,2% (mtm) dan melesat 143,9% (YoY). Salah satu pendorong utama ekspor pertambangan adalah bahan bakar mineral yang didominasi batu bara.
Ekspor bahan bakar mineral tercatat US$ 4,63 miliar, naik 54,5% (mtm). Secara akumulatif, ekspor bahan bakar mineral menembus US$ 8,87 miliar pada Januari-Maret atau melonjak 50%.
Sementara itu ekspor lemak dan minyak hewani/nabati yang didominasi CPO menembus US$ 3,07 miliar atau naik 27% dibandingkan bulan lalu. Secara akumulatif, ekspor lemak dan minyak hewani/nabati adalah US$ 7,91 miliar atau naik 13,7%
Komoditas lain yang mengalami lonjakan ekspor adalah nikel dan barang daripadanya. Pada Maret, ekspor nikel mencapai US$ 569,7 juta atau naik 184% dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor besi dan baja juga melonjak 37,2% dibandingkan Februari yakni menjadi US$ 2,56 miliar.
Kenaikan ekspor batu bara memang sudah diprediksi mengingat tingginya permintaan komoditas tersebut setelah Rusia menyerbu Ukraina. Rusia merupakan eksportir terbesar batu bara di dunia setelah Indonesia dan Australia.
Perang membuat pengiriman dari negara tersebut terganggu karena jalur distribusi terganggu. Sejumlah negara juga memberikan sanksi kepada Rusia sebagai bentuk protes perang yang semakin menyulitkan Rusia dalam melakukan pembelian, seperti pemblokiran sistem keuangan dunia Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
Kondisi tersebut membuat banyak negara menjadi salah satu alternatif pemasok batu bara bagi negara-negara yang selama ini menggantungkan pasokan batu bara dari Rusia. Indonesia menjadi salah satu alternatif pemasok tersebut.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pengiriman batu bara ke negara-negara Uni Eropa sudah mulai menunjukkan peningkatan di Maret. Artinya, sebelum Uni Eropa mengumumkan larangan impor batu bara dari Rusia, ekspor batu bara Indonesia ke Uni Eropa sudah merangkak naik.
"Ke Uni Eropa sudah terjadi di Maret terutama ke Belanda, Italia, dan Jerman," tutur Margo, saat konferensi pers, Senin (18/4/2022).
Margo menambahkan Belanja kini menjadi tujuan ekspor nomor tujuh bagi batu bara Indonesia sementara Italia nomor 15 dan Jerman ada di urutan ke-19.
Ekspor batu bara sudah melonjak tajam di Februari lalu setelah pemerintah membuka kembali kran ekspor sang batu hitam. Jika merunut pada data BPS dalam setahun terakhir, nilai ekspor bahan bakar mineral di Maret tahun ini adalah yang tertinggi.
Namun, perang juga membuat ekspor Indonesia ke Rusia dan Ukraina terhambat. Ekspor Indonesia ke Rusia turun US$ 88,1 juta pada Maret 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan ke Ukraina, berkurang US$ 23,3 juta.
Komoditas ekspor yang turun ke Rusia adalah lemak dan minyak hewan/nabati, kemudian mesin dan perlengkapan elektrik sementara ke Ukraina adalah lemak dan minyak hewan/nabati, serta kertas karton dan barang daripadanya.
Impor migas Indonesia pada Maret 2022 mencapai US$ 2,49 miliar sementara impor nonmigas menembus US$ 18,47 miliar. Neraca perdagangan migas Indonesia pun membukukan defisit sebesar US$ 2,09 miliar di Maret, tertinggi sejak Desember 2021. Impor sangat tinggi di Maret sementara ekspor migas hanya mencapai US$ 1,41 miliar.
Impor hasil minyak pada Maret 2022 mencapai US$ 2,36 miliar atau jauh lebih tinggi dibandingkan pada Februari 2022 (US$ 1,8 miliar). Bila merujuk data setahun terakhir, impor hasil minyak di Maret juga yang menjadi tertinggi dalam periode setahun ini.
Sementara itu, impor minyak mentah justru turun menjadi US$ 657,7 juta ddi Maret dari US$ 751,3 juta di Februari. Kenaikan impor migas tidak bisa dilepaskan dari melonjaknya harga minyak mentah dunia di mana sejak awal Maret, harga minyak mentah masih bertahan d atas US$ 100 per barel. Pada 8 Maret, harga minyak mentah dunia Brent kembali tembus ke level US$ 120 yang menjadi catatan tertinggi sejak 2008.
Sementara itu, impor non migas dari semua penggunaan barang juga melonjak di Maret mulai dari barang konsumsi, bahan baku/penolong, hingga barang modal.
Kenaikan tertinggi ada di barang konsumsi yakni 51,22 (mtm) menjadi US$ 1,82 miliar di Maret. Impor barang modal mencapai US$ 3,13 miliar atau naik 20,3% (mtm) dan impor bahan baku/penolong naik 32,6% (mtm) menjadi US$ 12,8 miliar.
"Kenaikan impor menunjukkan permintaan domestik terus menanjak. Impor diperkirakan masih akan tetap naik hingga akhir tahun selama pelonggaran tidak diperketat. Namun, kenaikan harga komoditas juga akan membantu neraca perdagangan ke depan," tutur ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana, kepada CNBC Indonesia.
Selain pemulihan ekonomi, impor Indonesia di Maret juga didorong oleh persiapan Ramadan dan Lebaran. Impor barang konsumsi seperti daging hewan, buah-buahan, serta bawang putih naik.
TIM RISET CNBC INDONESIA