Jakarta, CNBC Indonesia - Tepat sepekan lalu, pemerintah mengumumkan bahwa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperpanjang selama seminggu. Kini, hari H itu sudah tiba. Apakah sebaiknya PPKM diperpanjang lagi?
"Atas petunjuk dan arahan Presiden, maka PPKM Level 4,3, dan 2 di Jawa-Bali diperpanjang sampai 23 Agustus 2021," kata Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Kemaritiman dan Investasi pada 16 Agustus 2021 lalu.
Aspek kesehatan menjadi indikator utama dalam penentuan PPKM. Sebab, kebijakan ini memang bertujuan untuk menekan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Sejauh ini, bagaimana perkembangan data pandemi di Indonesia?
Patut disyukuri, situasinya sudah jauh lebih baik. Per 22 Agustus 2021, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona adalah 3.979.456 orang. Bertambah 12.408 orang dari hari sebelumnya, tambahan kasus positif harian terendah sejak 20 Juni 2021.
Sejak masa perpanjangan PPKM (17-22 Agustus 2021), rata-rata pasien positif bertambah 17.953 orang per hari. Jauh menurun dibandingkan rerata enam hari sebelumnya yaitu 25.486 orang setiap harinya.
Di sisi lain, angka kesembuhan semakin bertambah. Bahkan kerap kali lebih tinggi dibandingkan penambahan kasus baru.
Pada 22 Agustus 2021, jumlah pasien yang sembuh mencapai 24.276 orang, lebih tinggi ketimbang pasien baru. Sejak masa perpanjangan PPKM, rata-rata pasien sembuh bertambah 27.407 orang, juga lebih tinggi dari rerata tambahan pasien positif.
Kasus baru yang terus menurun dibarengi dengan jumlah pasien sembuh yang semakin banyak membuat kasus aktif corona di Tanah Air terus berkurang. Kasus aktif adalah pasien yang masih dalam perawatan, baik di fasilitas kesehatan maupun secara mandiri. Data ini penting karena menggambarkan seberapa berat beban yang ditanggung oleh sistem pelayanan kesehatan di suatu negara.
Per 21 Agustus 2021, jumlah kasus aktif corona di Indonesia adalah 319.658 orang. Ini adalah yang terendah sejak 6 Juli 2021.
 Sumber: Worldometer |
"Sudah tidak ada BOR (Bed Occupancy Rate. Tingkat keterisian ranjang rumah sakit) yang di atas 80%, artinya tidak ada lagi yang kritikal dan berwarna merah. Meski masih ada yang di atas 60% yang artinya hati-hati. Ada empat provinsi yakni Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Selatan," ungkap Dewi Nur Aisyah, Ketua Bidang Data Dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, pekan lalu.
Halaman Selanjutnya --> Bukan Berarti Semua Baik-baik Saja
Namun, bukan berarti semua sudah baik-baik saja. Meski kasus positif di Indonesia melambat, tetapi masih relatif tinggi.
Tambahan 12.408 pasien kemarin membuat Indonesia menempati urutan ke-10 dalam hal kasus baru. Ini tentu masih perlu ditekan lagi.
Kemudian, rasio temuan kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate) Indonesia juga masih tinggi. Per 18 Agustus 2021, angkanya masih 21%.
Di antara negara-negara ASEAN-5, angka positivity rate Indonesia adalah yang kedua tertinggi. Hanya lebih rendah ketimbang Filipina.
Positivity rate menandakan risiko penularan virus corona di masyarakat. Jadi, risiko penularan di Indonesia masih cukup tinggi sehingga masyarakat tetap harus berhati-hati.
Satu hal yang bisa membuat risiko penularan meningkat adalah mobilitas. Ketika mobilitas naik, maka potensi terjadinya peningkatan kontak dan interaksi antar-manusia akan ikut naik. Hasilnya, risiko penularan meningkat.
Mengutip Apple Mobility Index, indeks mobilitas masyrakat Indonesia per 20 Agustus 2021 adalah 106,15, tertinggi sejak 14 Agustus 2021. Indeks di atas 100 menandakan mobilitas berada di atas kondisi normal sebelum pandemi.
Halaman Selanjutnya --> Ekonomi 'Mati Suri'
Oleh karena itu, jika pertimbangannya adalah aspek kesehatan dan keselamatan nyawa rakyat Indonesia, maka ada baiknya PPKM dilanjutkan kembali. Sebab, masih ada risiko yang membuat kasus positif bisa melonjak lagi yaitu kenaikan mobilitas masyarakat. Risiko ini bisa ditekan melalui PPKM.
Akan tetapi, tentu ada perkembangan lain yang tidak bisa dikesampingkan yaitu aspek sosial-ekonomi. Berbagai data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa PPKM telah memukul urusan terduitan di Ibu Pertiwi.
Misalnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel pada Juni 2021 tumbuh positif. Namun bulan selanjutnya diperkirakan terjadi kontraksi atau pertumbuhan negatif.
Pada Juni 2021, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 2,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Meski masih tumbuh, tetapi jauh melambat dibandingkan Mei 2021 yang naik 14,7% yoy.
Secara bulanan (month-to-month/mtm), IPR bahkan membukukan kontraksi yaitu minus 12,8%. Jauh memburuk dibandingkan Mei 2021 yang tumbuh positif 3,2%.
"Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) mengindikasikan kinerja penjualan eceran terbatas dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya. Responden menyampaikan hal tersebut disebabkan menurunnya permintaan masyarakat sejalan dengan kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri, khususnya pada Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau," sebut laporan BI.
Untuk Juli 2021, BI memperkirakan penjualan ritel tumbuh -6,2% yoy. Secara bulanan juga terjadi kontraksi yaitu minus 8,3%.
"Responden menyampaikan permintaan untuk kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau diprakirakan masih cukup baik didukung berbagai strategi seperti penjualan secara online/pesan antar yang meningkat seiring dengan kebijakan pembatasan mobilitas. Secara tahunan, penjualan eceran Juli 2021 terkontraksi 6,2% (yoy), terutama pada Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi, Barang Budaya dan Rekreasi, dan Subkelompok Sandang," lanjut keterangan BI.
Jika kemudian Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan ada pelonggaran, maka efeknya memang bagus bagi perekonomian. 'Roda' ekonomi yang macet akan kembali berputar, meski belum dalam kecepatan penuh.
Namun pelonggaran akan memunculkan risiko peningkatan penularan virus corona. Seperti flu, virus corona akan lebih mudah menular ketika terjadi peningkatan kontak dan interaksi antar-manusia.
Memang serba salah. Namun seperti inilah hidup di tengah pandemi. Sebelum pandemi selesai, rasanya tarik-ulur antara aspek kesehatan dan sosial-ekonomi akan terus terjadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA