Dalam bahan paparan pemerintah yang diterima CNBC Indonesia, dijelaskan bahwa ada enam poin perubahan materi UU KUP.
Pertama asistensi penagihan pajak global. Kedua, kesetaraan dalam pengenaan sanksi dalam upaya hukum. Ketiga, tindak lanjutan putusan Mutual Agreement Procedures (MAP) terkait adanya putusan Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung.
"Untuk menyesuaikan dengan perkembangan transaksi ekonomi, pemerintah dapat menunjuk pihak lain (Seperti penyedia sarana transaksi elektronik) sebagai pemotong/pemungut pajak atas transaksi yang dilakukan melalui/melibatkan pihak tersebut," tulis bahan Paparan Kemenkeu yang diterima CNBC Indonesia, Senin (28/6/2021).
Selanjutnya penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remedium.
Program peningkatan kepatuhan wajib pajak alias pengampunan pajak. Bagi wajib pajak yang melaporkan atau mengungkapkan harta secara sukarela maka diberikan pengampunan sanksi administrasi.
Dalam pasal 37 C RUU KUP mencantumkan waktu pengungkapan harta adalah 1 Juli 2021 hingga 31 Desember 2021. Pengungkapan tersebut harus melampirkan bukti pembayaran PPh bersifat final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikannya dan surat pernyataan untuk diinvestasikan ke dalam surat berharga negara.
Harta yang diungkapkan meliputi periode 1 Januari 2016 sampai 31 Desember 2019 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2019.
Sementara itu tarif PPh yang dikenakan adalah 30%. Namun wajib pajak bisa membayar 20% apabila diinvestasikan ke instrumen SBN.
Kemenkeu juga secara rinci menjelaskan ada beberapa perubahan materi UU PPh. Di antaranya pengaturan kembali fringe benefit, perubahan tarif dan bracket PPh Orang Pribadi. Ada lapisan baru khusus untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar dengan tarif tertinggi yaitu 35%.
Aturan baru lainnya yaitu terkait instrumen Pencegahan Penghindaran Pajak (GAAR). Dengan isi memberikan landasan bagi pemerintah untuk melakukan koreksi yang diindikasikan dapat mengurangi, menghindari, dan/atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ada juga penyesuaian insentif WP UKM omzet kurang dari Rp 50 miliar, seperti yang tertuang dalam Pasal 31E UU PPh. Dan terakhir, materi yang berubah dari UU PPh yaitu penerapan Alternative Minimum Tax.
Kemudian ada tiga poin perubahan materi UU PPN, yakni pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN, pengenaan PPN multi tarif, dan kemudahan dan kesederhanaan PPN (PPN final/GST).
Barang dan jasa yang dikecualikan adalah objek PDRD, seperti restoran, hotel, parkir dan hiburan. Kemudian uang, emas barangan untuk cadangan devisa negara dan surat berharga. Selanjutnya jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain dan jasa penceramah keagamaan.
Selanjutnya fasilitas tidak dipungut PPN atas BKP/JKP tertentu. Di antaranya yang berkaitan dengan mendorong ekspor (di dalam dan di luar kawasan tertentu) dan hilirisasi SDA. Fasilitas PPN dibebaskan atas BKP/JKP strategis diubah menjadi fasilitas PPN tidak dipungut serta kelaziman dan perjanjian internasional.
Sementara itu, terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak (barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa Kesehatan) dikenakan PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal atau dapat tidak dipungut PPN serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.
Tarif juga alami perubahan, dari yang sebelumnya 10% menjadi 12%. Rentang tarif dalam UU juga diubah lebih lebar menjadi 5% sampai dengan 25%. Artinya pemerintah sewaktu-waktu bisa menaikkan tarif hingga batas tertinggi.
Selain itu di dalam RUU KUP yang baru, Kemenkeu juga menyebut ada perubahan materi UU Cukai, yakni adanya penambahan barang kena cukai.
"Kita melihat ini di dalam cukai kita suatu perluasan basis cukai dalam optimalkan basis fiskal, terutama kemungkinan hadapi eksternalitas," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Menurutnya, perluasan barang kena cukai ini perlu dilakukan seperti negara ASEAN lainnya. Ia mencontohkan, seperti di Thailand dan Kamboja barang yang dikenakan cukai mencapai 11 jenis. Mulai dari rokok, minuman beralkohol, bensin, minuman non alkohol hingga jasa telepon.
Begitu juga di Vietnam dan Myanmar, barang yang dikenakan cukai ada sembilan jenis. Filipina ada lima barang yang menjadi objek cukainya.
Selanjutnya Laos ada 10 barang, Malaysia lima barang dan Singapura juga lima barang yang menjadi objek cukainya.
Sementara di Indonesia barang yang dikenakan cukai baru dua yakni untuk hasil tembakau dan juga minuman beralkohol.
Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26% pada tahun ini dan 29% pada tahun 2030. Oleh karenanya, untuk mencapai tujuan ini, maka regulasi untuk pungutan atas emisi karbon diperlukan.
"Salah atau instrumen untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca adalah diperlukan ketentuan mengenai pengenaan pajak karbon," tulis paparan Sri Mulyani.
Selain itu, juga dijelaskan bahwa Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim yang mengakibatkan kerugian cukup besar setiap tahunnya. Bahkan, untuk mengendalikan perubahan iklim, Indonesia selalu kekurangan biaya.
Di dalam draf RUU KUP yang diterima CNBC Indonesia, rencananya tarif pajak yang ditetapkan, minimal Rp 75 per kilo gram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Dijelaskan juga subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Adapun pajak karbon yang berlaku yakni barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu dan pada periode tertentu.