Jakarta, CNBC Indonesia- Forbes kembali merilis daftar homo sapiens terkaya di planet Bumi. Jeffrey 'Jeff' Bezos, sang pendiri e-commerce Amazon, masih menjadi manusia paling berharta di bumi.
Berdasarkan catatan Forbes, nilai kekayaan bersih Bezos ditaksir mencapai US$ 188,5 miliar. Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.519 seperti kurs tengah Bank Indonesia (BI) 6 April 2021, maka harta Bezos adalah Rp 2.736.83 triliun.
Sebagai gambaran, nilai belanja negara Indonesia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah Rp 2.750 triliun. Artinya, duit Bezos seorang sudah hampir cukup untuk membiayai seluruh belanja negara baik itu untuk pembangunan infrastruktur, bantuan sosial, gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan sebagainya. Luar biasa...
Sebagai founder, Amazon adalah mesin uang Bezos. Kepemilikan saham Bezos di Amazon cukup signifikan yaitu 70.766.333 unit atau 14.06% menurut catatan Refinitiv.
Pada penutupan dini hari tadi, harga saham Amazon adalah US$ 3.223,82/unit. Jadi dari saham Amazon saja, harta Bezos adalah US$ 228,14 milar (Rp 3.312,33 triliun). Perhitungan Forbes adalah kekayaan bersih, jadi angkanya lebih kecil ketimbang potensi harta Bezos dari kepemilikan saham Bezos di Amazon.
Harga saham Amazon masih dalam tren naik. Dalam sebulan terakhir, harga saham ini melonjak 9,21%. Selama setahun ke belakang, nilainya meroket 61,39%. Tak heran Bezos semakin kaya.
Halaman 2>>>
Di tengah pandemi virus corona (Coronacirus Disease-2019/Covid-19) yang merontokkan perekonomian dunia, Amazon tetap standout. Bahkan semakin jaya.
Sebab, pandemi (termasuk di Amerika Serikat/AS) diatasi dengan kebijakan pembatasan sosial alias social distancing. Bahkan saat pemerintahan Presiden Donald Trump, AS sempat menerapkan karantina wilayah (lockdown).
Ratusan juta warga AS terpaksa #dirumahaja karena virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu akan lebih cepat menular ketika terjadi peningkatan kontak dan interaksi antar-manusia. Rakyat Negeri Paman Sam 'terpenjara'. Bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.
Amazon adalah salah satu contoh perusahaan yang diuntungkan saat masyarakat lebih banyak di rumah. Di Wall Street, saham emiten semacam ini mendapat sebutan Stay at Home Stocks.
Ketika kebanyakan aktivitas dilakukan di rumah, termasuk belanja, Amazon mengeruk cuan. Pada 2020, Amazon membukukan total pendapatan US$ 386,04 miliar. Melonjak 37,61% dibandingkan tahun sebelumnya.
Apalagi sekarang ada pertanda pandemi virus corona di AS mulai 'mengganas' lagi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di Negeri Adikuasa per 6 April 2021 adalah 30.412.206 orang. Bertambah 40.190 orang dari hari sebelumnya.
Dalam sepekan terakhir (31 Maret-6 April 2021), rata-rata tambahan pasien positif adalah 63.392 orang per hari. Naik dibandingkan rerata seminggu sebelumnya yaitu 61.614 orang setiap harinya.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin AS kembali mengetatkan social distancing. Presiden Joseph 'Joe' Biden telah meminta kepada para kepala daerah untuk menghentikan laju pembukaan aktivitas publlik (reopening).
"Ya," tegas Biden menjawab pertanyaan wartawan apakah negara bagian harus menekan tombol pause untuk reopening, seperti dikutip dari Reuters.
"Kita semua masih dalam situasi perang melawan virus mematikan ini. Kita sudah memperkuat pertahanan, tetapi masih jauh dari kata menang," lanjut Biden.
Kondisi ini bakal membuat kantong Amazon semakin tebal. Prospek peningkatan laba membuat investor terus memburu saham Amazon sehingga harganya melonjak. Ending-nya bisa ditebak, Bezos bakal semakin tajir...
Halaman 3>>>
Awal tahun ini, organisasi nirlaba Oxfam menerbitkan laporan berjudul The Inequality Virus. Laporan itu menggarisbawahi bahwa pandemi virus corona justru membuat ketimpangan semakin lebar.
"Bagi orang-orang kaya, resesi sudah selesai. Gabungan kekayaan 10 orang terkaya di dunia naik US$ 500 miliar sejak pandemi dimulai. Uang sebanyak ini cukup untuk membayar vaksin bagi seluruh umat manusia di bumi," sebut laporan itu.
Oxfam mencatat 1.000 orang terkaya di dunia berhasil memperoleh kekayaan mereka yang sempat hilang hanya dalam waktu sembilan bulan. Sementara bagi orang-orang miskin, angka kemiskinan naik ke level di mana kemajuan selama 10 tahun terakhir seakan tidak ada artinya.
Pandemi virus corona, menurut kajian Oxfam, membuat ketimpangan semakin dalam di banyak negara secara bersamaan. Saat orang-orang terkaya hanya butuh sembilan bulan untuk bangkit, orang miskin perlu waktu 14 kali lebih lama dari itu.
Pada Desember 2020, Oxfam memperkirakan kekayaan orang-orang paling tajir di kolong atmosfer mencapai US$ 11,95 triliun. Uang yang setara dengan total belanja stimulus fiskal di negara-negara G20.
"Ketimpangan ekstrem bukan tidak bisa dhindari, ini hanya soal pilihan kebijakan. Pemerintah di seluruh dunia harus berpihak kepada kesetaraan, ekonomi yang inklusif dan bisa mengakhiri lingkaran kemiskinan.
"Upaya melawan ketimpagan harus tercemin dalam belanja pemulihan ekonomi. Pemerintah harus memastikan semua orang bisa mendapatkan vaksin. Pemerintah juga wajib memberikan bantuan kepada mereka yang kehilangan pekerjaan karena pandemi. Ini bukan hanya kebijakan sesaat, tetapi harus menjadi sebuah new normal agar pemulihan ekonom bisa dinikmati semua orang, bukan hanya mereka yang punya previlese," jelas Gabrielle Bucher, Direktur Eksekutif Oxfam International.
TIM RISET CNBC INDONESIA