Selama Pandemi, Orang Kaya Malah Tambah Kaya! Kok Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 January 2021 18:14
Tower 9 wisma atlet pademangan siap tampung pasien Covid-19. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Tower 9 wisma atlet pademangan siap tampung pasien Covid-19. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) katanya tidak pandang bulu, semua orang bisa merasakan dampaknya. Anggapan itu salah.

Pandemi gara-gara virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China, ini menjadi tragedi ekonomi. Masalahnya, upaya mengatasi penyebaran virus dilakukan dengan membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat. Jargon #dirumahaja atau #stayathome menggema di seluruh dunia.

Tanpa aktivitas dan mobilitas masyarakat yang normal, ekonomi dunia masuk jurang resesi untuk kali pertama sejak krisis keuangan global 2009. Orang miskin, orang kaya, semua menderita. Pengusaha, buruh, pelaku usaha kecil, semua kena.

Akan tetapi, pandangan bahwa virus corona tidak kenal orang kaya atau miskin adalah salah. Virus corona memang bisa menyerang siapa saja, tetapi dampaknya berbeda antar-manusia. Bagi orang kaya, diserang virus corona masih bisa bekerja di rumah, isolasi mandiri, pasokan makanan dan obat-obatan lancar. Apakah orang miskin bisa begitu?

Begitu pula dengan dampak ekonominya. Seorang pekerja kantoran yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan mungkin bisa bertahan hidup dengan tabungan atau hasil investasi. Apakah mereka yang bekerja serabutan bisa begitu?

Virus corona boleh saja tidak pandang bulu, bisa menyerang Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris hingga tukang parkir di minimarket. Namun dampaknya berbeda, mereka yang miskin lebih menderita dibandingkan dengan yang mampu.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Orang Kaya Malah Tambah Kaya

Lebih mencemaskan lagi, ketimpangan itu semakin parah. Sebelumnya sudah disinggung soal kelas menengah-atas yang bisa bertahan hidup dengan hasil investasi. Ternyata hasil investasi ini bukan hanya sekedar untuk bertahan hidup, tetapi malah membuat pemiliknya semakin kaya.

Saat awal pandemi virus corona, bursa saham dunia memang sempat terkoreksi dalam. Namun koreksi itu tidak lama, dalam hitungan bulan bursa sudah bangkit.

Sepanjang 2020, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 9,7% secara point-to-point. Sedangkan S&P 500 melonjak 18,4% dan Nasdaq Composite meroket hingga 45%. Uang orang-orang yang sempat 'hangus' di pasar saham sudah kembali, malah jumlahnya bertambah. Orang kaya semakin kaya.

"Bagi orang-orang kaya, resesi sudah selesai. Gabungan kekayaan 10 orang terkaya di dunia naik US$ 500 miliar (Rp 7.04 triliun dengan asumsi US$ 1 setara Rp 14.086 seperti kurs acuan BI 26 Januari 2021) sejak pandemi dimulai. Uang sebanyak ini cukup untuk membayar vaksin bagi seluruh umat manusia di bumi," sebut laporan terbaru Oxfam berjudul The Inequality Virus.

Oxfam mencatat 1.000 orang terkaya di dunia berhasil memperoleh kekayaan mereka yang sempat hilang hanya dalam waktu sembilan bulan. Sementara bagi orang-orang miskin, angka kemiskinan naik ke level di mana kemajuan selama 10 tahun terakhir seakan tidak ada artinya.

Pandemi virus corona, menurut kajian Oxfam, membuat ketimpangan semakin dalam di banyak negara secara bersamaan. Saat orang-orang terkaya hanya butuh sembilan bulan untuk bangkit, orang miskin perlu waktu 14 kali lebih lama dari itu.

Pada Desember 2020, Oxfam memperkirakan kekayaan orang-orang paling tajir di kolong atmosfer mencapai US$ 11,95 triliun (Rp 168.327,7 triliun). Uang yang setara dengan total belanja stimulis fiskal di negara-negara G20.

"Ketimpangan ekstrem bukan tidak bisa dhindari, ini hanya soal pilihan kebijakan. Pemerintah di seluruh dunia harus berpihak kepada kesetaraan, ekonomi yang inklusif dan bisa mengakhiri lingkaran kemiskinan.

"Upaya melawan ketimpagan harus tercemin dalam belanja pemulihan ekonomi. Pemerintah harus memastikan semua orang bisa mendapatkan vaksin. Pemerintah juga wajib memberikan bantuan kepada mereka yang kehilangan pekerjaan karena pandemi. Ini bukan hanya kebijakan sesaat, tetapi harus menjadi sebuah new normal agar pemulihan ekonom bisa dinikmati semua orang, bukan hanya mereka yang punya previlese," jelas Gabrielle Bucher, Direktur Eksekutif Oxfam International.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular