Sedih & Frustasi! Kesenjangan Miskin-Kaya Naik Karena Covid

Lifestyle - Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
24 February 2021 09:15
DKI Jakarta disebut sebagai salah satu potret nyata yang menggambarkan jurang antara 'si kaya' dan 'si miskin'. Ketimpangan di Ibu Kota dianggap paling lebar. Wakil Presiden Jusuf Kalla Kesenjangan ini bisa kita ukur secara teoritis dalam gini rasio. Tapi juga tentu kita lihat sendiri dalam pandangan mata, Jakarta ini sebenarnya suatu kesenjangan yang paling besar, JK memandang, potret kesenjangan di Ibu Kota terlihat jelas dari kehadiran perumahan elit di beberapa bagian kota. Namun, tidak sulit juga untuk menemukan perumahan kumuh di DKI Jakarta. Sebagai informasi, DKI Jakarta memang termasuk satu dari sembilan daerah dengan tingkat kesenjangan sosial tertinggi di Indonesia. Posisi Jakarta berada di urutan 8 dengan angka 0,390 poin. Adapun tingkat kesenjangan sosial tertinggi berada di DI Yogyakarta 0,422 poin, Gorontalo 0,417 poin, Jawa Barat 0,405 poin, Papua 0,398 poin, dan Sulawesi Tenggara 0,392 poin, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Orang-orang, khususnya kaum muda, menjadi lebih prihatin tentang kesenjangan antara si kaya dan si miskin selama pandemi virus corona (Covid-19).

Hal ini diungkapkan langsung oleh penulis studi global pada Selasa (23/2/2021), yang mendesak pemerintah di dunia mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki keseimbangan kaya dan miskin.

Lebih dari 8.700 orang di 24 negara disurvei pada awal dan akhir tahun 2020 oleh badan riset pasar Glocalities. Temuannya menunjukkan peningkatan pangsa responden yang berpendapat, kesenjangan penghasilan harus dikurangi.

Melansir Asia One, negara-negara tersebut termasuk Australia, Brasil, China, Prancis, India, Indonesia, Jepang, Afrika Selatan, Korea Selatan, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam.



Ketika virus corona menghantam ekonomi global tahun lalu, survei tersebut juga menemukan peningkatan 10 poin dalam persentase yang mengatakan, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi adalah cara terpenting untuk meningkatkan kualitas hidup.

"Itu telah menampar orang di wajah dan membuat mereka menyadari bahwa segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik," kata Profesor Ronald Inglehart, salah satu penulis utama studi kepada Thomson Reuters Foundation.

"Kami membutuhkan intervensi pemerintah dalam skala yang lebih besar. Kami tidak menginginkan ekonomi yang dikelola negara, tetapi beberapa sumber daya perlu dialokasikan kembali untuk mengimbangi tren yang kuat ini," tambahnya.

Kebijakan yang akan menciptakan pekerjaan dengan gaji yang baik di bidang perawatan anak, perlindungan lingkungan dan infrastruktur akan membantu mengatasi rasa frustrasi yang meningkat atas ketidaksetaraan pendapatan.



Kaum muda sangat prihatin tentang perbedaan pendapatan, studi tersebut menemukan.

Sepertiga responden berusia antara 18 dan 34 tahun mengatakan, mereka lebih khawatir tentang ketimpangan pendapatan daripada pengangguran atau pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun 2020. Hal itu naik dari 29 persen pada awal tahun atau sebelum virus corona menyebar ke seluruh dunia.

"Perasaan kecewa, takut, gelisah, seperti 'Saya tidak punya prospek lagi yang sedang meningkat. Jadi ini membutuhkan intervensi pemerintah yang sangat bijaksana dan adil untuk menyalurkan keresahan ini dengan cara yang positif," kata Martijn Lampert, yang juga salah satu penulis studi tersebut.

Prof Inglehart mengatakan dia melihat bukti sentimen semacam itu di antara siswa yang dia ajar di University of Michigan.

"Pasar kerja suram ... Murid-murid terbaik saya, para bintang, mereka menemukan pekerjaan di tingkat yang lebih rendah dari yang mereka perkirakan. Dan mereka tidak mendapatkan apa-apa," katanya.

Sebelumnya, ekonomi global terlihat menyusut 3,5 persen tahun lalu, menurut perkiraan terbaru oleh Dana Moneter Internasional, dan banyak penelitian telah menunjukkan bagaimana krisis kesehatan global telah memperburuk ketidaksetaraan ekonomi.

Akibat pandemi, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan meningkat dua kali lipat menjadi lebih dari 500 juta, menurut laporan yang dikeluarkan bulan lalu oleh badan amal Oxfam.

Sementara itu, kekayaan kolektif para miliuner dunia naik US$ 3,9 triliun antara Maret dan Desember 2020 menjadi US$ 11,95 triliun, kata laporan itu.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Janda Bolong dkk, Ekonomi Spekulatif di Tanaman Hias


(wed/wed)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading