Ekonomi Dunia Masih Rapuh, Serapuh Hatimu...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 February 2021 12:22
Pabrik sepeda lipat Brompton di London barat
Foto: Pabrik sepeda lipat Brompton di London barat (AP/Matt Dunham)

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki 2021, perekonomian dunia masih sangat rapuh. Jalan menuju pemulihan akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sepertinya bakal panjang dan melelahkan.

Kerapuhan ekonomi ini terlihat dari aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI). Pada Januai 2021, JPMorgan dan IHS Markit mengumumkan angka PMI manufaktur dunia di 53,5. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,8.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Di atas 50, berarti pelaku usaha sedang dalam fase ekspansi.

Pada Januari 2021, industri manufaktur dunia memang masih ekspansif. Akan tetapi, lajunya melambat.

"Dari 30 negara, 23 di antaranya membukukan angka PMI di atas 50. Paling impresif terjadi di Taiwan, Amerika Serikat (AS), Belanda, dan India. Sementara yang turun adalah China dan Zona Euro. PMI yang menunjukkan level kontraksi dialami oleh Jepang, Spanyol, Thailand. Malaysia, Kazakhstan, dan Myanmar. Sementara di Yunani terjadi stagnasi," papar keterangan tertulis JPMorgan-IHS Markit.

Sektor manufaktur adalah tulang punggung perekonomian dunia. Mengutip data Bank Dunia, sumbangsih sektor ini terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) global berada di kisaran 15%.

Oleh karena itu, pulihnya sektor manufaktur berarti juga pemulihan ekonomi. Namun dalam waktu dekat, sepertinya situasi masih serba sulit, serba prihatin.

Seperti tahun lalu, dunia masih dibuat kalang-kabut dengan pandemi virus corona. Bahkan ada tendensi penyebaran virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini semakin parah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 1 Februari 2021 adalah 102.584.351 orang. Bertambah 444.580 orang dibandingkan hari sebelumnya.

Sementara jumlah pasien meninggal tercatat sebanyak 2.222.647 orang. Bertambah 10.885 orang dari hari sebelumnya.

Artinya, rasio kematian (mortality rate) akibat virus corona adalah 2,17%. Angka ini di atas rerata 14 hari terakhir yang sebesar 2,15%.

Perkembangan ini membuat berbagai negara meningkatkan kewaspadaan. Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) diperketat sehingga masyarakat semakin sulit untuk melakukan aktivitas dan mobilitas dengan normal.

Di Indonesia, pemerintah menambah durasi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Semestinya PPKM selesai 25 Januari 2021, tetapi diperpanjang karena belum ada tanda-tanda penurunan kasus positif.

Sementara di Jepang, pemerintahan Perdana Menteri Yoshihide Suga kemungkinan akan memperpanjang status darurat di ibu kota Tokyo dan wilayah-wilayah di sekitarnya. Langkah ini ditempuh untuk menekan jumlah kasus positif sehingga Negeri Matahari Terbit bisa menyelenggarakan Olimpiade yang seharusnya digelar tahun lalu.

"Kami akan melakukan respons tergantung dari perkembangan di sisi medis. Kasus baru memang menurun, tetapi kewaspadaan tetap harus dijaga," tegas Katsunobu Kato, Sekretaris Kabinet Jepang, seperti dikutip dari Reuters.

Berbagai pembatasan yang masih berlaku tersebut terasa dampaknya oleh sektor manufaktur. Pekerja yang datang ke pabrik dibatasi agar tetap bisa menjaga jarak. Kedatangan bahan baku dan barang modal untuk proses produksi pun terhambat.

Kehadiran vaksin anti-virus corona belum banyak membantu. Pasokan yang terbatas membuat proses vaksinasi berjalan lambat.

Mengutip catatan Our World in Data, total dosis vaksin yang sudah diberikan di Indonesia per 31 Januari 2021 adalah 515.681. Dalam sehari, rata-rata dosis yang diberikan adalah 52.348, jauh di bawah target pemerintah yaitu 1 juta dosis per hari.

So, jangan mengandalkan vaksin. Vaksin adalah solusi jangka panjang, bukan viagra yang dampaknya bisa langsung terasa. Walau sudah ada vaksinasi, kasus corona kemungkinan tetap akan bertambah karena pembentukan sistem imun tubuh membutuhkan waktu.

Paling betul adalah mematuhi protokol kesehatan. Memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun adalah cara paling ampuh agar tidak tertular virus corona. Kalau semakin banyak yag patuh, maka kasus baru akan berkurang dan pemerintah bisa mempertimbangkan untuk membuka 'keran' aktivitas warga sehingga roda ekonomi akan berputar lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular