Ancaman-Gangguan 2021 Versi Hendropriyono: FPI Hingga Papua

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
05 January 2021 06:00
Hendropriyono (Ist)
Foto: AM Hendropriyono (CNBC Indonesia/Muhammad Iqbal)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Intelijen Negara (2001-2004) Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono memproyeksikan ancaman, gangguan dan tantangan yang akan merebak di tanah air pada tahun ini. Proyeksi itu dipaparkan Hendropriyono dalam pertemuan dengan awak Transmedia di kediamannya di Senayan, Jakarta, Senin (4/1/2021).

"Tahun ini saya sebut tahun tantangan karena merebaknya ancaman, gangguan dan hambatan (AGH). Nah ini namanya tahun tantangan. Yang ancaman ada yang menurun memang, yang gangguan naik jadi ancaman, terus yang hambatan jadi gangguan. Kan gradasinya gitu. Yang paling berbahaya ancaman, habis itu gangguan dan hambatan," ujarnya.

Menurut Hendropriyono, yang pertama akan merebak di dalam negeri adalah anarki. Menurut dia, penangkapan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab barulah sebuah awalan. Pria kelahiran Yogyakarta 7 Mei 1945 itu menyebut provokator hingga demagog lain pendukung Rizieq akan ditangkap.

"Itu menurun anarki jadi hambatan, tapi yang kita perlu waspadai adalah orang-orang barisan sakit hati. BSH ini yang nggak dapat tempat, ya BUMN begitu dapat diberhentikan, ngoceh, ini pada ngumpul dan pada bikin macam-macam acara seperti ada yang podcast, Youtube, Instagram, maklum sekarang kan zaman siber jadi lewat situ, pakai medsos semua," ujar Hendropriyono.



Mengapa itu semua bisa menyala? Ia bilang lantaran ada bara. Hendropriyono mencontohkan dua masa, yaitu pada 1970 dan 1993. Ketika 1970, ada gerakan yang disebut Anarko Punk. Aktivitas mereka tidak jelas semisal mencoret-coret mobil, pagar, hingga tembok dengan kata-kata kasar.

Kemudian pada 1993, tatkala menjabat sebagai Pangdam Jaya, banyak demonstrasi. Anarko Punk kembali lahir dan bermarkas di Cipayung.

"Itu markas Kodam Siliwangi. Dulu kalau di Kodam Jaya, saya habisi, dia di sana. Itulah bara yang terpendam dan bisa dimanfaatkan oleh orang-orang anarki," kata Hendropriyono.

Lalu, apa isu yang dimainkan? eks Anggota Komando Pasukan Sandi Yudha ini menjawab tegas. Oligarki. Sebab, isu oligarki lekat dengan pemerintahan demokrasi.

"Jadi kok lu lagi lu lagi yang dapat? di pemerintahan cuma lu aja nih berapa orang. Oligarki kan. Nah ini yang diusung oleh kaum barisan sakit hati itu oligarki ini. Karena ya ini negara demokrasi selalu begitu. Yang paling menonjol di negeri demokrasi political syndrome-nya adalah oligarki dan organized crime. Itu hukumnya. Nah ini kita lihat bahwa barisan sakit hati akan menggunakan isu antioligarki," ujar Hendropriyono.

Poin kedua, menurut Hendropriyono, adalah kriminalitas yang terorganisasi.

Motif kriminalitas yang terorganisasi adalah ideologi yang berujung kepada teror. Ia mencontohkan FPI yang bermimikri dari Front Pembela Islam menjadi Front Persatuan Islam. Langkah itu, menurut Hendropriyono, terpaksa mereka ambil lantaran status organisasi massa terlarang memiliki konsekuensi pada aset hingga rekening.

"Sebagai contoh Masyumi dulu organisasi terlarang kan dibekukan, PKI beku, ini bisa lho ke situ. Jadi ramalan saya mereka mimikri ini seperti menantang yang ditantang kan gondok, habis ini dibekukan, dan dia akan lihat referensinya. Namanya organisasi terlarang apa ya mestinya supaya dia jangan lari-lari, paling nanti dibekukan asetnya, dibekukan rekeningnya, bakalan ke situ. Itu ramalan saya," ujarnya.

Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi ini mengungkapkan ideologi bisa menuju ke arah terorisme karena sifat intoleran yang digunakan. Hendropriyono kemudian memaparkan analisis di balik kedatangan staf Kedutaan Besar Jerman di Indonesia ke markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

"Ini kok ada orang Jerman dari kedutaan lagi, kan wakilnya kepala negara, datang ke sana. Jerman itu kan sebetulnya Amerika Serikat di situ, bukan Jerman, bukan negeri merdeka seperti kita," kata Hendropriyono.



"Itu bisa jadi ancaman kalau dia bermimikri apalagi nanti bermetamorfosa masuk ke partai itu bermetamorfosa, dia dari organisasi massa dia menjadi partai, itu bahaya. Nasibnya bisa kayak Ikhwanul Muslimin di Mesir, akhirnya dikudeta oleh tentara. Mudah-mudahan kita nggak sampai ke situ. Tapi menurut saya kalau mereka dikunci tidak drastis sebagai organisasi terlarang tapi aset tidak dibekukan, rekening tidak dibekukan, itu akan terjadi. Itu ancaman jadinya," lanjutnya.

Yang kedua, menurut Hendropriyono, adalah kriminalitas yang terorganisir, selain melakukan teror juga melakukan pembangkangan sipil seperti tidak mau bayar pajak. Tapi dalam konteks ini, Hendropriyono bilang, bukan soal pajak.

Pembangkangan yang dimaksud adalah ide dari Artze Fur Auf Klarung Jerman yang berarti organisasi dokter-dokter untuk pencerahan. Mereka tidak percaya akan keberadaan Covid-19. Menurut dia, organisasi itu tak lepas dari andil Jerman dan tentunya AS. Padahal, seperti diketahui, sedang beredar varian baru virus corona baru penyebab Covid-19.

"Ini bisa menghambat, makanya saya tulis H (hambatan) di sini, pertumbuhan ekonomi kita yang 5,5%. Kenapa 5,5%? Selain kita piawai mengelolanya itu karena kita juga ada pengaruh dari ekonomi global sama ASEAN. ASEAN juga akan jadi 6,2% pertumbuhan," ujar Hendropriyono.

"Kita ini benar sekali yang dipilih Pak Jokowi itu infrastruktur dan belanja konsumen. Dari keduanya kita sudah plot kita di APBN 5%. Masing-masing menteri kan ngomongnya lain-lain, saya hitung 5,5%. Tapi ini akan dihambat pembangkangan sipil tadi. Ini tahun 2021. Ini tinggal bagaimana pemerintah mengatasinya, makanya pemerintah genjot kalau saya lihat sekarang vaksinasi," lanjutnya.

Poin ketiga, menurut doktor filsafat di Universitas Gadjah Mada itu, berkaitan dengan separatisme di Papua Barat dan Papua. Saat ini ada dua gerakan di kedua wilayah itu, yaitu Negara Republik Federasi Papua Barat (NRFPB) dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Pertama, NRFPB yang dideklarasikan di Abepura pada 2018 dengan Perdana Menteri Yoab Syatfie. Gerakan ini merupakan gerakan gerilya politik. Hendropriyono mempertanyakan mengapa kelompok itu, setelah ditangkap, dilepas aparat kepolisian dengan alasan secara fisik tidak berbahaya.

"Lho bagaimana ini? Perang kita sudah perang dunia maya, tidak ditangkap, padahal dia latihan militer di satu pulau, pulaunya saya juga lupa, terus black mail. Orang Papua diminta ibadah di gereja, begitu datang berduyun-duyun, diberi seragam, difoto, dibikin video, kirim ke luar. Itu permainannya. Itu tidak ditangkap, nggak ngerti saya kenapa," katanya.

Setelah di Abepura, NRFPB melakukan deklarasi di Inggris pada 1 Desember 2020. Perdana Menteri mereka adalah Edison Waromi. Merespons peristiwa itu, masyarakat internasional memberikan tanggapan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Hendropriyono menyebut ada peran misionaris gerja asal Belanda.

Guru besar bidang filsafat intelijen ini juga menyebut ada fenomena FORA AKADEMIKA. Maksudnya adalah gerakan mendukung Papua merdeka sudah beralih ke universitas.

"Jadi masuklah tulisan-tulisan tesis, skripsi, disertasi dari mahasiswa orang luar yang ngambil dari situ. Jadi bukan hanya di Inggris, tapi Australia juga ada. Buku-bukunya siap semua, orang-orang yang mau diwawancara ada jadi nggak susah bikin survei. Apa yang diarahkan di situ? Bukannya separatisme tapi self determination. Self determination memang dicanangkan PBB pasca Perang Dunia II. Di situ dia masuk," katanya.

"Inilah gerilya politik yang dia main yang kita nih sampai sekarang masih terjebak pada fisik. Jadi kalau nggak ngamuk, nggak berontak, nggak nembak, berarti nggak apa-apa. Padahal dia bergerilya politik lebih berbahaya. Kalau dia sampai mendapat pengakuan, matilah kita. Begitu dia proklamasi, satu per satu negara barat mengakui. Ini makanya saya tulis di sini G, ini gerpol. Ini gangguan, bukan hanya hambatan," lanjut Hendropriyono.

Lebih lanjut, dia bilang kalau strategi pemerintah menghadapi isu ini biasa saja, maka level gangguan akan meningkat menjadi ancaman. Sebab, KKB pun kerap memancing aparat keamanan Indonesia melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Tujuannya untuk apa? Tentu adalah mendukung gerilya politik Papua Barat.



"Itu makanya analisa kita tahun 2021 akan terjadi sinergisitas yang tadinya jauh antara yang main politik di luar, yaitu Papua Barat, dengan yang main gerilya di hutan, fisik, yaitu KKB. Nah dalam diskusi saya dengan kawan-kawan yang saya kebetulan saya kenal yang masih pada aktif di pemerintah, saya bilang KKB itu nggak betul. Nanti kita terpancing itu," kata Hendropriyono.

"Betul kan, pendeta mati, anaknya mati, keponakannya mati, siapa yang menembak? Kita. Kita atau bukan? Pokoknya dituduhnya kita sama yang luar negeri. Mereka punya bukti-bukti. Kalau kita bilang tidak ya terserah, tapi kan kita bukan soal benar atau tidak, soalnya image di sana sudah kita dan itulah yang dipakai lewat gerilya politik, lewat FORA AKADEMIKA," lanjutnya.

Eks Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan RI itu mencontohkan sinergi solid antara NRFPB dan KKB. Baru-baru ini, KKB membunuh tim medis yang hendak mengobati pasien Covid-19 hingga pekerja jalan Trans Papua. Tujuannya adalah memancing agar aparat keamanan RI marah dan melakukan pelanggaran HAM.

"Ini yang ada di Papua Barat dia sekarang markasnya di Inggris dipimpin Benny Wenda. Sedangkan yang di Papua itu markasnya di Kuala Kencana (pimpinan Sebby Sambom OPM). Kalau dia bersatu terus didukung oleh luar negeri selesai," ujar Hendropriyono.

"Tapi 2021 akan mengarah ke situ, mengarah kepada mereka bersatu untuk minta referendum. Itu arahnya ke situ. Tapi tidak akan terjadi di 2021 menurut saya kenapa? Konsolidasinya yang saya baca di Inggris itu baru Inggris, Belanda, Jerman, dia sudah main," lanjutnya.

Oleh karena itu, Hendropriyono menilai pemerintah mesti mencontoh Spanyol dan Kanada. Spanyol meminta PBB memasukkan organisasi Basque ke dalam daftar teroris. Pun Kanada yang meminta PBB memasukkan organisasi The Quebeqer ke dalam daftar yang sama.

"Begitu masuk list teroris, nggak ada yang bisa ceramah-ceramah di universitas. Kita mestinya ke situ. Jadi dua ini, Papua Barat dan Papua, taruh di situ, nggak malah kita bilang KKB," kata Hendropriyono.

"Saya nggak ngerti, karena bukan urusan kita, kita kan sudah rakyat biasa cuma saya membaca ini sebagai ramalan berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami. Kalau pintar, lebih pintar anak-anak ini yang lagi pegang kuasa. Cuma saya ingatkan ini bisa meningkat semuanya di 2021 jangan lengah," lanjut mantan menteri transmigrasi dan pemukiman perambah hutan itu.

Yang terakhir, lanjut Hendropriyono, adalah intervensi luar negeri. Ia kembali mencontohkan kedatangan staf Kedutaan Besar Jerman di Indonesia ke markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

"Saya dengar Farhan (Anggota Komisi I DPR RI) bilang namanya Suzanne Hall. Tapi juru bicara Kementerian Luar Negeri kok nggak berani sebut Suzanne Hall? Ditanya sama wartawan siapa perempuan itu yang datang ke Petamburan? dia nggak tahu namanya. Kalau Suzanne Hall itu memang intel. Tapi yang jelas namanya ini tidak begitu relevan, yang kita analisa di sini sudah ada permainan barat dan ini kegiatan seperti ini namanya kegiatan subversif," katanya.

Hendropriyono menceritakan, dulu ada peraturan presiden yang khusus mengatur soal subversif. Namun, ketika reformasi digulirkan, beleid itu dihapuskan. Imbasnya, pemerintah tidak punya dasar hukum berupa UU untuk menangkap orang-orang semacam staf Kedubes Jerman di Indonesia.

"Kita mau bikin UU Kamnas (Keamanan Nasional), nggak jadi-jadi sampai sekarang, RUU-nya tetap saja begitu. Saya tidak mengerti kenapa barang yang sudah jadi RUU nggak jadi UU, bisa berhenti. Inilah yang disebut euforia demokrasi itu. Euforia sampai barang yang benar untuk mengawal kita, kita coret tapi nggak ada gantinya," ujar Hendropriyono.

"Nah mereka main di sini. Kenapa dia main? Dia main ini karena dia nggak kebagian investasi, semuanya China. Jadi infrastruktur ini nggak kebagian. Kedua, keinginan dia kita mengikuti negara-negara Arab mengakui Israel, kita nggak mau. Kita bilang kita bebas dan aktif, tapi kenapa kamu anti Israel kan semua negara Arab sudah buka diplomatik," lanjutnya.

Khusus untuk isu Israel, peraih Bintang Mahaputera Adipradana ini menyebut Arab Saudi menunggu langkah Indonesia. Apabila Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel, maka Arab Saudi akan mengikuti.

"Jadi AS marahnya sama kita, bukan sama Arab Saudi. Itu marah. Jadi marahnya dua. Nggak kebagian investasi dan inginnya buka hubungan diplomatik pengakuan Israel dengan ibu kota di Yerusalem, nggak terjadi. Maka dia main sekarang," kata Hendropriyono.

"Saya ditanya, ada buktinya nggak subversif? Saya bilang nggak usah pakai bukti karena di sepanjang sejarah kita juga dia main di Jakarta dan Surabaya. Jadi selalu cari itulah yang kamu sering ngomong perang proxy-perang proxy itu, kita diadu. Makanya dia datang ke Petamburan," lanjutnya.

Oleh karena itu, Hendropriyono bilang, kegiatan subversif menjadi tantangan tahun ini. Sehingga semua pihak harus hati-hati.

Hal lain yang menjadi sorotan Hendropriyono adalah masyarakat di era Revolusi Industri 4.0. Kemajuan teknologi begitu pesat. Salah satu dampak nyata ada di sektor keuangan.

"Saya nggak bisa prediksi waktunya kapan tapi yang jelas China sudah mulai bikin e-finance pakai smartphone. Jadi kalau mau minta kredit nggak usah ke bank, bilang saja saya perlu duit Rp 100 juta buat modal. Siapa yang bisa kasih? Semua bisa. Bunganya berapa? 5%, 3%, 1%? Saya pinjam dari kamu saja yang 1%. Akhirnya semua bank tutup. Itu bisa 2021 tapi yang jelas China sudah mau jalan," kata Hendropriyono.

Ia mencontohkan di Guangzhou, semua itu sudah berjalan. Aktivitas sehari-hari seperti makan di restoran tidak memerlukan uang tunai, melainkan cukup pakai barcode.

"Mudah-mudahan tidak terjadi 2021. Kenapa? Karena Jack Ma ditangkap. Ini Jack Ma kerjaannya nih. Tinggal tiga hari lagi, eh dia pakai ngomong mengkritik kebijakan pemerintah. Namanya pemerintah komunis ya kayak zaman saya dulu bukan komunis zaman kita dulu kita takut juga mengkritik," ujar Hendropriyono.

"Ini juga tantangan karena tidak negatif tapi bisa meruntuhkan juga. Ini kan menantang. Kita harus harusnya cepat bisa mengantisipasi. Kita sendiri harus duluan. Kalau nggak tahu-tahu dia bikin yang lain-lain ketularan semua roboh ini bank, nggak ada bank lagi," lanjut Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer tersebut.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular